𓃠ᝰ┆01 - Yamamura Reiko

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Hariku diawali dengan pergi ke sebuah kawasan perumahan agak padat di suatu sudut distrik ini. Aku pergi pagi-pagi sekali, bahkan ketika langit masih gelap dan udara masih dingin.

Tujuanku ialah sebuah rumah kecil yang terletak di suatu gang sempit, aku perlu melompat dari tembok ke tembok lain untuk mencapai halaman rumah tersebut lebih cepat dibandingkan menyelusuri jalan raya. Beruntung karena sejak kecil aku sudah terlatih berburu burung yang notabenenya selalu berada di tempat tinggi, alhasil melompat dari rumah ke rumah seperti ini bukanlah menjadi hal yang menakutkan lagi bagiku.

Kebanyakan warga Jepang memulai aktivitasnya sekitar pukul delapan, ketika matahari telah berada di atas menyinari bumi. Namun, bukan berarti tiada seorang pun yang sudah bangun pada jam di bawah pukul tersebut.

Ambil contoh saja pada pukul enam pagi, waktu terkini.

Ketika matahari masih bersembunyi di ujung cakrawala dan hanya beberapa burung saja yang sudah terbangun dan bernyanyi untuk pagi, tetap, sudah ada beberapa manusia yang telah terbangun pada waktu tersebut serta beraktivitas.

Seperti pengantar koran dan susu, seseorang yang bangun pagi buta untuk olahraga, dan beberapa orang berjas yang bergegas menuju tempat kerja mereka yang jauh dari tempat tinggal. Mereka semua sudah bangun pagi-pagi sekali untuk bekerja dengan giat.

Manusia dalam Rumah Langganan-ku sewaktu pagi buta ini pun biasanya sudah bangun. Lihat saja sekarang, ketika aku sampai di halaman halaman rumahnya, aku sudah dapat mendengar suara alat masak yang saling beradu dari arah dapurnya yang terletak di belakang, pertanda sang pemilik rumah sedang menyiapkan hidangan untuk sarapan.

Seperti biasa, manusia pemilik rumah kayu ini selalu membuka jendela belakang agar aku bisa melompat masuk dan menyapanya yang sedang memasak. Jadi, tanpa ba bi bu lagi, aku melakukannya dan mendarat di tepi jendela.

"Astaga, Neko-chan~ kau mengagetkanku~ " Seorang Wanita tua yang tadinya tengah fokus menggoreng sesuatu di wajan tersebut langsung beralih menatapku dan tersenyum. "Seperti biasa, kau datang pagi-pagi sekali ya. "

Hei, aku kan datang pagi karena kamu kan juga bangun pagi-pagi sekali. Kalau aku tidak mengikuti jam bangunmu, aku pasti tidak akan mendapatkan sarapan.

Lagipula, Siapa itu 'Neko-chan'!? Namaku Mono, M-O-N-O!

Yah, sebenarnya percuma saja sih berusaha susah payah menjelaskan. Karena di mata dia, seluruh protesku tersebut pasti hanya terdengar seperti meongan kucing yang sedang marah-marah ketika musim kawin datang. Jadi aku pun menelan seluruh rasa kesalku dan mengeong pelan sebagai sapaan 'Pagi.'

Ngomong-omong, akan aku perkenalkan wanita tua ini yang menjadi manusia yang rajin sekali memberiku makan setiap pagi.

Namanya Yamamura Reiko, umurnya mungkin sekitar enam puluh sampai tujuh puluh tahun ke atas? Entahlah, dia tidak pernah memberi tahuku, aku hanya mengira-ngira dari rambut panjangnya yang telah memutih tersebut.

'Lho, bukankah katanya kamu takut terhadap lansia?' beberapa dari kalian mungkin bertanya seperti ini setelah aku menjelaskan siapa itu Yamamura Reiko.

Memang, aku masih takut kepada lansia, tetapi Yamamura Reiko berada dalam daftar pengecualian.

Entah sudah sejak kapan aku mulai terbiasa dengan keberadaan wanita tua tersebut, mungkin semenjak hari itu.

Apa yang terjadi memangnya? Bukan hal baik untuk diceritakan juga sih, bahkan bisa jadi ini cerita memalukan. Cuman tenang saja, tetap akan kuceritakan bagaimana aku bisa dekat dengan Yamamura jikalau kalian penasaran.

🐾🐾🐾

Seingatku kejadiannya terjadi pada beberapa tahun yang lalu, di siang hari. Saat itu aku sedang berjalan-jalan untuk mencari makan, kemudian aku menemukan sebuah toko ikan yang cukup besar.

Aku sangat tergiur dengan ikan-ikan yang dipajang di toko tersebut, kemudian berfikir untuk mengambil satu agar perutku yang sudah merengek-rengek meminta makan itu berhenti. Jadilah aku memasang ancang-ancang serta strategi untuk mencuri.

Saat aku hendak melompat menuju salah satu rak ikan, tanpa terduga seorang kucing lain menyerangku dari belakang yang otomatis membuatku terkejut dan menghindar.

'Sialan! Siapa yang berani menyerangku!?' batinku kesal.

Aku menoleh kemudian mendapati kucing berbadan jauh lebih besar dariku serta gemuk, berwajah menyeramkan karena salah satu matanya buta entah sebab apa.

Aku merasakan tanda bahaya.

"Hei kucing bodoh sialan! Kau tidak tahu ini daerah siapa!? Ini daerahku!! Jadi semua ikan di sini punyaku dan kau tidak bisa sembarangan mengambilnya, bodoh!!" Dia menghardikku habis-habisan.

Ck, kucing preman yang sangat serakah ternyata. Apes sekali aku harus bertemu dengan kucing sejenis dia.

Jangan khawatir, Aku sama sekali tidak takut, karena ini bukan kali pertama untukku menghadapi kucing-kucing preman.

"Lantas, jika ini daerahmu aku harus apa, sialan? " tantangku tanpa ragu. " Tak ada aturan tertulis di sini kalau hanya kau saja yang bisa mengambil ikan, jadi kau mau apa hah, kucing bodoh? "

"Kau ini benar-benar naif ternyata ya! Kita lihat apakah setelah kau merasakan cakaranku, kau masih bisa bersikap angkuh seperti itu! "

Dia menujukkan cakarnya dan melayangkan padaku, aku sudah menduga hal ini dan bersiap-siap menghindar, namun tanpa di duga, sebuah baskom menghantam tanah di dekat kucing preman tersebut, nyaris mengenainya, mengakibatkan ia terkejut dan langsung lari kocar-kacir seolah lupa masih ada aku di sini.

Aku juga terkejut, tapi aku tidak kabur karena jarak baskomnya cukup jauh dariku.

"Dasar kucing besar itu! Kerjaanya hanya menindas kucing yang lain saja! " Aku mendengar suara manusia dari belakang, sepertinya dialah yang melempar baskom tersebut.

"Huuh... Di mana-mana yang merasa lebih besar dan kuat pasti menindas yang keliatan kecil dan lemah, ya. " Manusia itu berjalan mendekatiku dan berjongkok. " Apa kamu tidak apa-apa, Neko-chan? "

Begitu mendongak, aku sangat terkejut mendapati yang menolongku ternyata merupakan wanita tua. Refleks, aku berlari ke bawah meja dan menggeram ketakutan.

'Jangan dekati aku atau mukamu akan kucakar habis-habisan! Menjauhlah Wanita Tua! '

"Aduh, apa aku mengagetkanmu? Pasti kau juga terkejut karena aku melempar baskom tadi ya? " Wanita itu merasa bersalah, dia mencoba meraihku. "Tenang, aku tidak akan menyakitimu. "

Tetap saja yang namanya tidak suka, ya tidak! Apakah geramanku tidak cukup untuk menakuti manusia ini?

Kalau begitu aku terpaksa menggunakan jurus itu!

Srat!

Aku mencakar tangan wanita tua tersebut sebelum ia sempat menyentuh badanku, otomatis dia langsung memekik kesakitan dan menarik kembali tangannya.

"Neko-chan ...." Dia memandangiku sedih sembari mengelus tangannya yang terluka, tapi aku tak merasa bersalah sedikitpun (pada saat itu).

Aku menggeram lagi, lebih kencang dari pada yang tadi agar wanita tersebut takut kepadaku.

'Kumohon pergilah, manusia sialan! Tinggalkan aku sendiri!'

Lantas selayaknya mendegar jeritan hatiku, wanita tua itu langsung pergi dan menghilang entah kemana. Aku membuang napas lega, akhirnya semua pengganggu pergi.

Nafsu makanku sudah hilang, berganti dengan kelalahan. Alih-alih memutuskan untuk makan, aku merubah rencanaku untuk tidur siang saja di bawah meja toko ikan ini, mengharap saat aku bangun nanti toko ikannya masih buka, dan aku pun dapat mencuri ikan tanpa gangguan apapun lagi untuk makan malam.

Ya, itulah yang kupikirkan sebelum kedua mataku memejam.

🐾🐾🐾

Aku terbangun begitu mencium bau yang enak di sekitarku.

Kulihat langit sudah berwarna jingga, padahal sebelum aku menutup mata, mereka masih berwarna biru cerah, tandanya aku sudah tertidur cukup lama.

Pandanganku menyapu sekitar, dan berapa terkejutnya diriku mendapati sebuah mangkuk nasi berisi sebuah makanan di sebelahku.

Awalnya aku curiga dan tidak ingin mendekatinya, mengingat ada beberapa manusia jahat yang mencoba meracuni kucing lewat makanan yang telah tercampur oleh racun. Tetapi, tetap saja aku tidak bisa menahan diri, bau dalam mangkuk tersebut lezat sekali!

Jadi dengan hati-hati aku mendekatinya serta mengendus-endus sebentar. Dilihat dari sisi manapun, mangkuk ini hanyalah berisi nasi yang telah dicampur dengan ikan asin yang dipotong kecil-kecil, aku juga tidak mencium bau mencurigakan lain selain bau makanan tersebut.

'Makan sedikit saja tidak apa-apa kali ya?'

Setelah memutuskan begitu lama, aku mencoba melahap sedikit nasi ikan dalam mangkuk itu.

'Astaga!! Enak sekali!!'

'Sedikit lagi mungkin tidak apa-apa??'

'Hmm, Lezatnya~ sedikit lagi!'

Dan begitulah, tau-tau mangkuk tersebut sudah kosong melopong. Astaga, di saat kelaparan, aku benar-benar rakus ternyata.

"Wah, Neko-chan~! Kau benar-benar memakannya sampai habis, aku senang~! "

Suara ini ...

Suara Wanita lansia tadi!

Sontak aku segera melompat ke belakang menjaga jarak.

Wanita itu mendekati tempatku, kedua alisnya menekuk memandangiku bingung, "Ehh, jangan takut, aku tidak akan menyakitimu! Aku hanya ingin mengambil mangkuk itu .... "

Dan dia benar-benar mendekatiku hanya untuk mengambil sebuah mangkuk.

Tunggu, kalau dia yang mengambil mangkuk tersebut ....

Berarti dia yang membuat makanan ini untukku!?

"Syukurlah kau memakan semuanya dengan lahap, awalnya aku takut kamu tidak memakan ini karena kurang suka, tetapi sepertinya kamu bukan kucing yang pilih-pilih makanan, ya! Pintar sekali! "

Yah, untuk kucing luar sepertiku ya, jika pilih-pilih makanan sama saja dengan cari mati, karena kami harus makan apapun yang tersedia di luar untuk bertahan hidup.

"Ngomong-ngomong rumahku ada di pojok sana, Neko-chan tinggal berjalan lurus saja dari sini. Mampirlah ke sana, aku akan memberimu makan agar kau tidak perlu berebut dengan kucing besar itu," lanjut wanita itu seraya menunjuk sebuah arah dengan jarinya.

Aneh, dia berbicara ramah padaku seolah aku ini adalah manusia. Aku mengerti sih bahasa manusia, tapi 'kan aku tidak mungkin membalas karena aku hanya dapat menggunakan bahasa kucing dengan tubuh ini.

Apalagi nada bicara dan sorot mata itu terlihat sedih, lebih tepatnya mungkin... Kesepian??

Hmm...

Yah, terserah deh, pokoknya yang namanya rejeki tidak boleh ditolak.

🐾🐾🐾

Kira-kira dari situlah awal mulaku mendapatkan membership untuk makan di rumah ini. Kusebut memalukan karena yang menolongku waktu itu adalah mahluk yang seharusnya aku benci, kini aku malah menjilat ludahku sendiri.

Awalnya aku heran kenapa Yamamura Reiko sangat baik padaku, tapi seiring mengenalnya aku pun jadi paham.

Pertama akan kujelaskan dari latar belakang Yamamura terlebih dahulu.

Sebelum tinggal sendirian, Yamamura sebenarnya memiliki keluarga. Keluarga kecilnya terdiri atas suami, cucu dan seekor kucing milik cucunya tersebut. Naas, mereka semua sudah tiada.

Kucing peliharaannya mati karena sakit, setahun setelahnya suami dan cucu Yamamura meninggal dalam kecelakaan kereta ketika sedang berkunjung ke rumah kerabat di luar kota. Saat itu Yamamura Reiko tidak ikut karena sedang sakit.

Jadilah tersisa ia sendirian di rumah kayu itu. Kemudian, alasannya sangat baik kepadaku karena aku mirip sekali dengan kucing cucunya tersebut, perbedaan kami hanya terletak di ekor : Ekorku panjang, sementara ekor kucing cucunya tidak. Selain itu, semuanya 100% mirip.

Jika dipikir-pikir lagi, selain karena dapat makanan gratis, aku selalu kemari karena kasian dengan wanita itu. Dia bisa terbilang miskin, pekerjaannya setiap hari adalah menjadi tukang jahit, itupun penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Sementara itu ada banyak hutang yang ditinggalkan oleh suaminya belum lunas sama sekali, karena itu terkadang Yamamura mengambil pekerjaan lebih yang tidak menentu.

Contohnya dia bangun pagi-pagi sekali seperti ini untuk menjadi pengantar koran, setelahnya dia bekerja di sebuah restoran masakkan China sampai siang, barulah sisa dari keseharian itu ia gunakan untuk menjahit.

Sudah pasti bekerja seharian seperti itu pasti melelahkan, akan tetapi aku tidak pernah sekalipun mendengar keluhan Yamamura Reiko. Dia benar-benar giat melakukan pekerjaannya.

Duk! Duk! Duk!

Hampir saja aku melompat dari tempatku begitu mendengar suara ketukkan keras berasal dari pintu.

Duh, Siapa sih yang mengetuk pintu sampai menimbulkan bunyi menyeramkan seperti itu!? Apa dia tidak tahu kalau pintu rumah ini terbuat dari kayu!?

Aku mengikuti langkah Reiko yang tergopoh-gopoh menghampiri pintu dari belakang, penasaran dengan wajah pelaku keributan itu.

Mataku seketika melebar begitu mengetahui figur yang dibalik pintu adalah seorang pria berbadan sangat besar dan memiliki wajah yang sangat menyeramkan. Lengannya ditato, memakai tindik dimana-mana, serta sebelah matanya buta. Dia mengingatkanku dengan si Kucing Preman.

Siapa dia!? Apa jangan-jangan Kucing Preman sialan tersebut berubah menjadi manusia!?

"Hei, Nenek! Sekarang sudah akhir bulan, ayo bayar semua hutangmu!" Tanpa basa-basi, preman itu langsung saja mengatakan tujuannya kemari dengan kasar. Tatapannya tajam, mengintimidasi Reiko.

"M-maaf, tetapi saya belum punya uang yang cukup untuk saat ini ...." Reiko tergagap, ia ketakutan.

"Aish! Selalu saja tidak ada uang! Tidak ada uang! Sebenarnya kemana semua uangmu, Tua Bangka!? Kau makan!?" hardik si Lelaki Preman. Kemudian, dia menendang pintu untuk melampiaskan kekesalannya sampai engsel bawah pintu tersebut rusak.

"Dengar, sialan! Aku pun punya batas kesabaran! Jika lusa kau tidak membayar hutangmu, akan kubuat kau hancur seperti pintu ini, mengerti!?"

"B ... Baik, saya mengerti .... "

Dan akhirnya, pria kasar itu berbalik pergi juga tanpa pamit. Benar-benar tidak memiliki sopan santun.

Bukankah ini keterlaluan?? Menganggu ketenangan seseorang di pagi hari, bahkan sampai merusak properti, bukannya dalam dunia manusia, kedua tindakan itu termasuk tindakan kriminal? Seharusnya Reiko lapor kepada Polisi saja agar dia tidak diganggu lagi!

Andaikan aku Manusia, aku pasti akan membantu Reiko, sayangnya aku bukan.

Maka yang hanya bisa aku lakukan hanyalah mendekati Reiko yang terduduk tak berdaya di atas lantai yang dingin, lalu menyundulkan kepalaku kepada lengannya pelan.

"O-oh, Neko-chan? Kau ingin kuelus?" Reiko mengubah ekspresi muramnya dengan cepat, ia tersenyum kembali dan mengelus kepalaku lembut menggunakan tangan keriputnya.

"Maaf ya, kau pasti terkejut. Yang tadi itu adalah penagih hutang suamiku. Aku kaget karena dia datang di pagi hari, padahal biasanya dia selalu datang saat jam makan malam," jelasnya kepadaku.

"Aduh, Lagi-lagi dia merusak pintuku. Aku tidak memiliki uang yang cukup untuk memperbaiki pintu, jadi untuk sementara waktu kita tidak usah punya pintu dulu deh, toh, Rumah ini sama sekali tidak memiliki barang istimewa, pencuri pasti ogah masuk kemari, hahaha!"

Reiko .... Ini bukannya waktu yang pas untuk bergurau ....

Benar-benar tak habis pikir, bahkan setelah kejadian mengerikan yang menimpanya tadi, dia masih saja dapat tersenyum.

Yamamura Reiko, meski sudah berusia lanjut, tetapi semangat bekerjanya tetap membara. Punggungnya menanggung banyak sekali beban, tetapi tak pernah sekalipun aku mendengar helaan nafas putus asa darinya.

Caranya bertahan hidup di dunia yang kejam ini, benar-benar membuatku kagum.

"Yosh, sekarang waktunya kita sarapan, setelah itu aku akan bekerja keras untuk membayar hutangku dan membeli pintu baru! Yuk, ke dapur lagi, Neko-chan! Kamu pasti sudah menunggu semangkuk nasi ikan asinmu sedari tadi, bukan?"

Yah, tidak salah sih, aku memang sangat lapar, tapi sejenak aku sempat melupakannya karena preman itu.

"Meong."

Iya, ayo makan bersama.

Oh, coba saja kalau aku bisa langsung berubah di depanmu, sudah pasti sudah memukuli Preman itu habis-habisan untukmu, Reiko.

Selayak kau melindungiku waktu itu, aku pun tidak akan ragu untuk membalas kebaikanmu suatu saat nanti. Sayangya tidak bisa, aku tidak ingin membuat orang tua renta sepertimu jantungan karenaku.

Jadi, tunggu aku dan tetap semangat sampai saat itu tiba, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro