2. Salah paham

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

• • •

"Hei Kugisaki! Lihat ini, ekspresimu lucu sekali. Haha," tawa Yuuji meledak kala iris sewarna cokelat almond itu mendapati sebuah foto yang tertempel di mading.

Nobara yang tak sengaja melintas di samping Yuuji segera mengalihkan fokusnya.

"Apa-apaan ini? Siapa yang menempelkannya di sini?" Dengan muka yang memerah antara marah dan menahan malu Nobara menyambar semua foto itu.

Foto itu adalah sebuah kenangan yang diambil ketika mereka menaiki Roller Coaster kemarin, sungguh demi apapun wajahnya saat itu benar-benar memalukan. Mungkin dapat dimasukkan ke dalam kategori cursed image.

Dan lagi, siapa yang seenaknya menempelkan foto laknat itu di mading?

"Sayang sekali~ semua sudah melihat foto itu." Satoru menyahut dari kejauhan. Kaki jenjangnya dia bawa untuk mendekati kedua anak didiknya.

Nobara langsung membuang muka. "Siapa peduli, toh wajahku juga masih cantik meski aib," ungkapnya percaya diri.

Yuuji menyahut, "Sangat cantik. Sampai aku tidak bisa melihatnya lama-lama."

Mendengar intonasi mengejek dari pemuda bersurai merah jambu itu, Nobara tak tinggal diam. Kerah baju Yuuji jadi sasaran. "Kau bahkan tidak ada bedanya dengan bunga bangkai. Kau menjijikkan, parasit, tidak enak dipandang, dan lebih parahnya lagi kau hidup."

Yuuji membeo sesaat, lalu memerosotkan tubuhnya dengan dramatis. Sesuatu yang Yuuji bayangkan saat ini adalah ia tengah terduduk di lautan darah, memegangi dada bagian kanannya─tepat dimana organ yang berfungsi untuk membersihkan darah berada. Baiklah lupakan saja, Yuuji sepertinya terlalu berlebihan.

Puas meluapkan emosinya, Nobara mengibaskan rambutnya dan melenggang pergi. Berjalan dengan gaya bak artis papan atas di karpet merah. Meninggalkan Yuuji dan Satoru di sana.

"Koi," ucap seseorang, yang diketahui adalah Toge. Pemuda itu berjalan santai menghampiri pasangan guru dan murid tersebut. Disusul dengan gadis berkacamata dan seekor─maksudnya sesosok Panda.

"Ehh? Apa itu kata baru dalam kamusmu, Inumaki-senpai?" tanya Yuuji.

Panda menyahut, "Ah aku tau, itu pasti salah satu isi makanan. Ikan koi, ya 'kan?"

"Kurasa tidak, Toge tak pernah mengatakan itu sebelumnya." Maki melirik Toge yang berdiri di sampingnya. "Lagi pula, memangnya ikan koi bisa di masak? Itu 'kan ikan hias."

"Ikan koi ya. Koi bisa juga diartikan sebagai cinta. Apa aku benar?" Satoru menebak-nebak.

Mahkota pirang platinum itu mengangguk, lantas berjengit kala mendapat atensi dari sosok-sosok di sana. Khususnya tatapan horor dari iris sewarna kacang almond.

"C-Cinta? Apa maksudmu, Senpai?" Yuuji mengguncang tubuh sang senior yang lebih pendek darinya. "Siapa yang cinta? Memangnya cinta itu apa?"

Toge menjawab, "Tuna mayo."

• • •

"Huh? Hujan ya? Membosankan." Nobara menghela napas berat. Rintik hujan di luar sana menjadi satu-satunya yang dia pandang, pun aroma petrikor yang tercium oleh hidung. Seraya menggapai bolpoin guna mencari kesibukan. Nobara mulai menggoreskan tinta pada bukunya.

"Saori-chan ...."

"... aku sudah sampai di Tokyo. Aku ingin bertemu denganmu lagi. Omong-omong soal kue, aku sudah mengunjungi tokonya. Kue nya benar-benar enak, kapan-kapan kalau aku bertemu denganmu lagi kita makan kue itu bersama. Oke?" lirihnya membaca susunan kalimat yang dia tulis.

Fokusnya teralihkan ketika suara kecipak air menyapa pendengaran. Iris amber itu lalu dialihkan, pandangannya bertubrukan dengan iris cokelat almond.

"Hei Kugisaki! Kemarilah, kau tak ingin hujan-hujanan?" ajak Yuuji yang tengah melompat-lompat di atas petakan beton. Sementara kepalanya mendongak menyambut guyuran air langit.

Nobara mendecih, "Apa-apaan dia itu? Seperti anak kecil saja." Mencoba untuk tak menggubris ajakan kawannya, Nobara kembali menulis. Namun fokusnya tetap saja terganggu bila Yuuji berteriak sekencang itu.

"Dasar bodoh, apa urat malunya sudah putus?" geramnya sembari bangkit dari posisi duduknya.

Jendela dibuka, napas ditarik dalam-dalam, ia bersiap untuk meluapkan amarah. "Diamlah bodoh!! Kau hanya akan mengundang petir untuk menyambarmu!"

Seolah hanya angin lalu, Yuuji mengabaikan peringatan Nobara. Gadis itu sebenarnya juga tak peduli, biar disambar petir sekalipun itu bukan urusannya.

Kembali menutup jendela, Nobara menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Memandang langit-langit kamarnya dengan pikiran yang kosong. Kendati demikian, dia sebenarnya tengah bergelut dengan pikirannya. Mencari alasan kenapa ia harus rela menggunakan energinya hanya untuk memperingati Yuuji.

Memikirkan hal tersebut membuat kepalanya terasa pening. Berniat untuk menutup kelopak mata sebelum ketukan pintu menginterupsi.

"Kugisaki, apa kau tidur? Kalau tidak bisa kau bukakan pintu ini?" tanya sang pelaku.

"Ada apa?" Pertanyaannya tak kunjung mendapat jawaban. Nobara acuh, segera meraih gagang pintu kalau-kalau yang dimaksud Yuuji adalah hal penting.

Pintu terbuka. Nobara disambut dengan sosok pemuda berambut merah jambu yang berdiri di sana.

"Apa?" tanya gadis itu.

Yuuji menjawab, "Aku ingin meminjam handuk."

"Memangnya handukmu kemana?"

"Ada. Di kamar."

Alis jingga itu mengernyit. "Lalu? Gunakan saja handukmu, aku tidak ingin properti punyaku jadi bau nanti."

"Maka dari itu, handukku ada di kamar. Tapi kamarku terkunci." Yuuji terdiam beberapa saat, pun Nobara yang tampak mencerna ucapannya.

"Buka saja," jawab Nobara enteng.

Mengacak surai merah jambunya, pemuda itu kembali membalas, "Apa perlu kujelaskan?"

"Tak perlu. Daripada itu aku lebih mempersoalkan lantai yang sekarang jadi becek, kau mau bertanggung jawab?" Kedua iris berbeda warna itu menunduk guna melihat lantai yang mereka pijak. Tak sedikit genangan air di sana.

Mengetahui itu adalah kesalahannya, Yuuji mengiyakan. "Baiklah baik."

Nobara menghela napas. Gadis itu memasuki kamarnya untuk mengambil handuk di dalam almari. Lalu diserahkan kepada Yuuji.

Tak kunjung diterima, Nobara kembali mengernyit. "Kenapa? Kau butuh handuk ini bukan? Ambillah!"

"Err... bisa kau kalungkan di leherku? Tanganku sedikit kotor," pinta Yuuji.

Lagi. Nobara hanya menghela napas, lalu dengan enteng menyanggupi permintaan kawannya itu. Kaki sedikit berjinjit untuk menyamai tinggi Yuuji, handuk dikalungkan pada leher yang tampak basah tersebut.

Pandangan mereka bertemu untuk kesekian kalinya. Namun tak ada yang berniat untuk menyudahi, mereka saling menyelam dalam keindahan iris masing-masing.

"Wah, ikan koi ini cantik ya." Satoru berjalan santai melewati koridor asrama, sembari menenteng buntalan plastik berisi ikan. Dibelakangnya tampak tiga murid tingkat dua yang membuntuti.

Kegiatan Yuuji dan Nobara berhasil tertangkap empat pasang mata. Lantas mereka berdua sontak berpaling muka, berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja. Seolah yang keempat orang itu lihat tak pernah ada.

"Koi!" seru Toge melihat duo sejoli yang kini sama-sama merona.

"Eh tidak-tidak, ini tak seperti yang kalian lihat," jelas Yuuji

Sedang gadis senja itu hanya mengangguki. "Benar, ini tak seperti yang kalian pikirkan."

Seolah penjelasan keduanya hanyalah bualan semata, mereka kini gencar menggoda Yuuji dan Nobara. Terutama Maki yang sekarang tengah menyenggol bahu Nobara.

"Langkah yang bagus, Nobara. Aku bangga padamu." Seraya mengedipkan sebelah matanya, Maki menepuk pelan pundak sang junior.

"Tunggu-tunggu, kalian salah paham!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro