โ” ๐’๐ก๐ข๐ง ๐˜๐จ๐จ๐ฌ๐ฎ๐ง๐ 

Mร u nแปn
Font chแปฏ
Font size
Chiแปu cao dรฒng

โ˜†






















โŒ— ๐’๐ก๐ข๐ง ๐˜๐จ๐จ๐ฌ๐ฎ๐ง๐ 

____________

KIM Dokja tidak jauh beda dengan tambang emas. Koin dengan jumlah tidak masuk akal bagi inkarnasi di kota ini buatnya besar kepala. Di luar nalar sampai pujaannya pun geleng-geleng kepala. Melihat bagaimana dengan percaya diri pria itu berkata akan mensponsori si gadis kecil.

Bukannya (Name) tak paham. Malah, sepemikiran. Tak ragu ia keluarkan koinnya demi perkembangan gadis yang siang dan malam meneguk ramuan, namun apa daya tak ada yang instan. Hanya tercipta kantung mata tebal dengan tumpukan botol kosong di ujung ruang.

Abai akan ini dan memutuskan untuk memberi privasi, wanita bersurai panjang memilih undur diri. Keluar bangunan tersebut dengan kedua tangan bersemayam dalam saku. Punggung bersandar pada dinding dengan dagu terangkat. Memandang konstelasi tak terhitung di atas langit, bertaburan bintang yang dulunya ia puja namun berubah beda.

Helaan napas terdengar pelan. Kepala begitu penat hingga rasanya ia ingin kembali meneguk alkohol. Duh, kebiasaan lama yang tak ada akhir. Mungkin, diubah pun mustahil.

Tangan kanan terangkat. Membatin hendak mengeluarkan botol namun malah cengkeraman yang menanti.

"Mau minum lagi?"

Sepertinya tuan satu ini punya kemampuan membaca pikiran.

"..."

Menaikkan sebelah alis, perlahan cengkeraman melonggar dan biarkan (Name) kembali menarik tangannya. Pria itu tampak sedikit kesal mengetahui niat puan di depannya.

"Bukan, aku mau berkaca. Siapa tahu makin cantik."

Pria itu mendengus pelan.

"... sifat narsis Noona tidak berubah."

Kendati dusta yang terlontar begitu jelas, Kim Dokja hanya tertawa pelan menanggapi. Lantas ikut berdiri di sebelah pujaan.

Terlalu lama pria ini mengenalnya sampai tahu segala kebiasaan kecil.

"Bagaimana Shin Yoosung?"

Mengangguk pelan, Kim Dokja memalingkan wajah. Pandangi kerikil kecil yang ia mainkan dengan kaki kanan.

"Dia berusaha sangat keras."

"Kau terdengar seperti orang tua tadi."

Rasanya panah besar menusuk hati pria ini.

"Noona ..."

Terkekeh, wanita itu hanya menepuk pelan lengan atas pria di samping.

"Bercanda. Tapi aku serius kalau kau sangat baik pada anak kecil."

"..."

"Kau akan jadi ayah yang baik. Dengan Lee Gilyoung juga kau begitu."

"..."

"Kau tidak punya rencana untuk punya anakkah?"

[ Konstelasi 'The Omnipotent for Eternity' mempertanyakan kebodohan anda ]

[ Konstelasi 'Secretive Plotter' mengasihani inkarnasi Kim Dokja ]

Raut bingung kentara. Wanita itu bertanya dengan linglung.

"Apaan?"

Kim Dokja hanya meringis dalam hati. Mempertanyakan bagaimana wanita yang sangat narsis dan senang menggoda ini, teramat bodoh dalam beberapa hal.

'Semisal mau punya anak pun, ya maunya denganmu,' adalah kalimat yang tak mampu ia ucapkan. Lagipula, dengan kiamat ini apa yang diharapkan? (Name) bertarung sembari mengandung selama sembilan purnama?

Gila.

Lebih baik adopsi atau besarkan saja dua bocah yang kalian tahu pasti siapa seperti anak sendiri.

"Aku baru sadar akan hal ini, tapi ... "

Atensi nona bermanik jingga berpusat pada jelaga. Menanti kalimat menjadi paripurna setelahnya.

"Terkadang Noona teramat tidak peka akan situasi ya?"

"Ah."

Sudah berapa orang yang bicara hal seperti ini?

Tuan bermantel putih mencondongkan tubuh. Selipkan helai nakal nona ke belakang daun telinga kala angin malam buatnya bergerak liar. Lantas menatap sepasang permata yang entah sudah berapa kali buatnya jatuh cinta.

"Untuk pertanyaan tadi, sepertinya aku tidak keberatan bila harus mengadopsi anak," jeda sesaat. "Tapi agar mereka punya figur orang tua yang lengkap, aku butuh kamu."

Menjauhkan tubuh, ditatapnya raut tak terbaca sang dara. Mengerutkan kening dengan rona samar yang muncul sesaat.

"Sejak kapan kau menjadi banyak omong begini?"

"Kalau dengan Noona, bukannya aku memang banyak omong?"

"Dokja, kau tahu bukan itu yang kumaksud."

Tawa pelan mengudara. Netra jingga pandangi bagaimana terciptanya eksistensi terindah yang kemudian bermanifestasi menjadi manusia. Buatnya bertanya-tanya bagaimana bisa para mortal memanggilnya jelek bila parasnya serupawan ini.

Lantas merebut atensi tentang bagaimana ujung bibir itu tertarik dan menciptakan kurva. Dengan mata menyipit ia pandangi sang dara. Mengirimkan desir pada tubuh yang membuahkan gilanya degup jantung.

"Mungkin karena dunia yang hancur ini ... tak seburuk itu."

Kalimat sang tuan yang lolos dari celah bibir manis sanggup membuat puan tertegun. Lantas ikut menarik kurva dan mengangguk. Setidaknya dalam skenario sialan dan konstelasi tanpa empati ini, mereka masih saling memiliki.

"Iya," sang dara lantas bersiap meninggalkan tempat itu. "Kau benar."

Karena setidaknya juga, dari malapetaka yang merengut nurani serta hampir menguras akal sehatnya, eksistensi terpenting dalam hidup masih ada untuknya. Sebab karenanya juga ia saksikan bagaimana senyum sang tuan sanggup memorak-porandakan hatinya.

โ˜†โ˜†โ˜†

Entah sudah berapa kali tuan bermantel putih dengan gundah mempertanyakan bagaimana penampilannya. Timbulkan raut bingung pada wanita yang setiap saat itu harus memuji, sementara pemilik surai bob tak henti meledek.

"Noona, jujur. Menurutmu rupaku bagaimana?"

"Kamu tampan."

"Serius?"

Dan dalam konversasi yang terus terulang itu akan diakhiri dengan (Name) yang mengangguk yakin.

"Padahal aku yakin kau cukup percaya diri, mengingat dulu kau berkaca dan melakukan mirror selfie."

"..."

"..."

[ Konstelasi 'Abyssal Black Flame Dragon' menertawakan anda ]

Kim Dokja memejamkan mata dengan malu yang memenuhi hatinya. Ternyata (Name) lihat.

"... tolong jangan bongkar aibku."

Ambil sisi baiknya, lelucon ini sanggup membuat gadis kecil yang kelelahan mengeluarkan tawa manis. Belum lagi wanita pujaan kini menutup mulut dengan ujung mata berair, tak sanggup menahan dan tawanya pecah. Sebagaimana Han Sooyoung kini memegang perut sambil terbahak-bahak.

"HAHAHAHAHAH! NARSIS! HAHAHAHAH!"

"..."

"A-ahjussi tampan kok, aku serius."

"Ehem, Yoosung benar. Kau tampan kok."

Kim Dokja memasang wajah datar. Harga dirinya langsung tercoreng.

Dia menghela napas menyaksikan tiga puan di depannya tertawa. Lantas mengulas senyum tipis pula melihat ketiganya jauh lebih rileks.

Tanpa mengetahui bahwa pemilik mulut dengan ucapan pedas itu akan meninggalkan daksa yang mendingin dan terbujur kaku tepat esok harinya.

โ˜†โ˜†โ˜†

"Itu avatarnya ya."

Pria itu lantas menyadari sesuatu yang aneh. Dengan segera pedang terangkat dan memusnahkan avatar hingga menjadi serpihan debu. Meninggalkan selembar kertas dengan koin di atas material dingin.

"..."

"Ahjussi, Eonni itu pergi?"

"Sepertinya begitu."

Detik selanjutnya wanita bersurai panjang mendekat. Ia menepuk bahu tuan di depan dan berujar pelan.

"Kita juga sebaiknya bergerak. Aku akan menunggumu di dekat sungai," netra jingga sekilas menatap gadis kecil masih terpaku pada tempat dimana sebuah tubuh terbaring semenit yang lalu. "Buat kontraknya."

Kim Dokja mengangguk pelan. Jelaga ikut memandang ke arah yang sama. Lantas tersenyum tipis.

"Rasanya kita seperti sedang mengadopsi anak."

'Baiklah.'

"..."

"..."

Kim Dokja langsung membeku. Sepertinya pikiran dan ucapannya tertukar.

"Eh?"

"Hah?"

Yoo Sangah tersenyum kaku, Shin Yoosung memasang wajah terkejut hingga rahangnya jatuh melemas. Sementara perempuan yang menjadi maksud dari ucapan Kim Dokja tadi kini hanya terdiam dengan wajah bersemu merah.

[ Konstelasi 'Queen of the Darkest Spring' tersenyum puas ]

Kalau Han Sooyoung tahu akan hal ini, dia pasti akan mengamuk tentang bagaimana kematian (avatar)nya terlupakan begitu cepat, bahkan kurang dari lima menit.

31 Januari 2024

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: Truyen2U.Pro