❃ halaman ketiga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

ㅤㅤㅤ› 〉 𝐇𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐚𝐭𝐚𝐡𝐚𝐫𝐢

•••

Tatapan sinis dilayangkan kala sesosok lelaki bersurai perak ungu berdiri di depan pagar. Dia tersenyum tipis seperti biasa, dan tangan kanannya memegang sebuah kantong.

"Mitsuya. Kita baru kenal, dan kau sudah mengunjungi rumahku seenakmu begini?"

"Kita saling kenal sudah cukup lama. Bukan begitu, (Surname)-san?"

Yang dipanggil mendengus malas. Bola matanya diputar dengan perasaan kesal—atau mungkin hanya untuk menyamarkan perasaan lain.

"Satu bulan kau bilang lama?"

"Sepertinya begitu."

Melihat Takashi yang sepertinya tidak memiliki keinginan untuk pergi, (Name) akhirnya membuka gerbang.

"Bawa motormu masuk."

•••

"Permisi."

Takashi berujar sopan.

Perabotan rumahnya tampak rapi, sungguh tidak terduga dari kepribadian (Name) yang seperti itu.

"Orang tuaku sedang pergi, akan kembali sore ini. Masuklah."

Baru saja hendak melepas sepatu, Takashi tiba-tiba berhenti dan menenggadah. Menatap (Name) yang dengan santai dan acuh tak acuh duduk di sofanya.

Wajahnya menggelap, dan kurvanya turun.

"(Surname)-san, apa kau akan mempersilahkan masuk setiap laki-laki seperti ini?"

Tatapan mata itu beralih, memperhatikan penampilan (Name) yang memakai baju rumahan. Celananya pendek, dan hanya atasannya hanya kaos biasa. Belum lagi rambutnya yang digulung asal.

(Name) menoleh dengan pandangan bingung. Alisnya terangkat dengan dengusan sebal.

"Kau gila? Bukankah kau yang tidak pergi setelah kuusir?"

Dan dalam diam, seulas senyum terukir pada wajah sang matahari.

"Baiklah. Ini, aku bawakan makanan."

•••

Rasa bosan menjalar, dan kecanggungan menyebar.

"(Surname)-san, apa kau bosan?"

Bulu matanya turun, dan ia menatap lewat ekor mata.

"Bosan setengah mati."

Takashi menganggukan kepalanya. Ia mencoba berpikir, apakah ada sesuatu yang bisa dilakukan? Makanan yang ia bawa juga sudah habis tanpa sisa.

Melirik jam, ini masih belum terlalu sore.

"Bagaimana kalau berkeliling biasa? Sepertinya di luar sudah tidak terlalu panas."

Gadis di sampingnya mengangguk. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangkat rompi milik Takashi—lelaki itu tadi menutupi pahanya dengan ropi secara tiba-tiba—dan memberikan pada pemiliknya.

"Aku siap-siap dulu. Kau tunggu di sini," ujarnya.

Takashi mengangguk, ia menerima rompi dan tanpa sengaja mencium aromanya.

"Ah, ini wangi (Surname)—"

Plak!

(Name) yang baru saja berjalan beberapa langkah segera memutar tubuhnya dengan wajah terkejut.

"Sialan, mengapa kau menampar pipi sendiri?"

Wajah dengan rona merah muda samar itu terlihat gugup, dan ia berdeham.

"Ehem, ada gajah pipiku."

"???"

"... maksudku nyamuk."

•••

Mengendarai impulse kesayangannya di bawah lembayung senja. Ketika cakrawala mulai berganti warna, dan gradasi yang tercipta mendamaikan mata.

Bukankah ini begitu indah, dapat berkendara bersama dengan sang terkasih dimomen seperti ini?

Setidaknya, itu yang ia pikirkan sebelum dua motor tak asing terlihat di belakangnya.

Satu dikendarai oleh laki-laki berambut pirang sebahu, dan penumpangnya dengan tato dipelipis kiri. Sementara motor satunya lagi dikendarai oleh laki-laki dengan surai hitam bergelombang panjang. Apalagi knalpotnya sangat berisik.

Sialan. Mengapa harus sekarang?

"MITSUYAAA, KENALKAN PACARMU PADAKU DONGG!"

"EH GANTENG, KENALIN PACARNYA!"

"MITSUYAA KOK SOMBONG, MASA AKU DILUPAIN PAS UDAH PUNYA PACAR?!"

Takashi mengulum bibir menahan malu kala Sano Manjiro dan kawan-kawannya berteriak tanpa tahu malu di jalanan.

"Mitsuya, kau kenal mereka?"

Gadis yang ada di belakangnya menaruh dagu di atas bahu kanan Takashi. Ia berbicara dengan suara yang agak kencang, berharap Takashi mendengarnya.

Sial ... padahal momen ini sudah sangat sempurna.

"... aku harap tidak, (Surname)-san."

•••

Tangan yang melingkar pada perut Takashi mengerat. Sesaat kemudian, sebuah kepala disandarkan pada punggungnya.

Pipi keduanya memang memanas, tapi si gadis dengan keras kepala masih menyangkal. Senyum yang ingin merekah bahkan tidak ia izinkan.

"... Mitsuya. Ini sudah sore, bisa antar aku pulang?"

Yang dipanggil menatap jalanan dengan wajah yang memanas.

"Maaf, (Surname)-san. Jalanannya macet."

Bisakah kau berbohong dengan sesuatu yang lebih masuk akal?

Jalanan di depanmu jelas-jelas kosong.

•••

Omake

"... tadi aku dikacangin Mitsuya."

"Positive thinking, mungkin dia tidak mendengarnya."

"Hahaha, bahkan seorang Mikey bisa dikacangin."

"Bangsat Baji, kamu juga dikacangin."

•••

•••

6 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro