Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"LEO-KUN LARI!"

Seruan dari arah api yang membara dengan tangan yang mendorong tubuhnya hingga terdorong menjauh. Netra hijaunya sama sekali tidak bisa mencerna apa yang ia lihat saat ini. Bukankah ia seharusnya berada di sana, menarik tangannya untuk ikut melarikan diri? namun nyatanya runtuhan kayu menutupi pemandangannya dari sosok itu.

"(NAME)!!"

Tiada balasan yang ia dengar. Hanya suara api yang membakar banyak reruntuhan bangunan yang terbuat dari kayu ini. Tentu saja sudah tidak akan ada kesempatan. Apalagi dengan api yang kian membesar.

Sayangnya ia sama sekali tidak peduli dengan itu. Dia hanya menginginkan agar sosok itu kembali ia tarik keluar. Sekali lagi, ia tidak bisa melakukan itu dengan sebuah tangan yang menghalanginya.

"SENA, (NAME) MASIH DISANA!"

"Chou uzai, apinya terlalu besar, kau tidak akan ada kesempatan untuk masuk kesana!"

Perdebatan yang sebenarnya itu sangat tidak berarti. Tentu saja karena dengan perdebatan itu sama sekali tidak akan menarik sosok wanita yang entah bagaimana kabarnya disana.

Tsukinaga Leo, sang pria yang baru saja kehilangan wanitanya. Ia sudah tidak bisa menahan bendungan air mata yang sedari tadi ia tahan. Bagaimana bisa seorang ksatria membiarkan wanitanya terjebak di dalam sana. Jika begini sama saja ia kehilangan harga dirinya sebagai ksatria.

Izumi menatap prihatin terhadap pria yang menunjukkan rasa frustasinya. Menunjukkan kelemahan yang walaupun itu bukan pertama kalinya ia melihatnya. Namun ia bisa merasakan rasa sakitnya yang ia yakin itu melebihi apa yang terjadi sebelumnya.

――――――――

Hari berikutnya, semua warga desa membantu Leo untuk membersihkan sisa-sisa puing yang ada. Sekaligus mencari keberadaan jasad dari Tsukinaga (Name) yang notabene adalah istri sah dari Leo. Tapi seharunya itu tidak akan sulit karena rumah mereka tidak begitu besar. Puing pun tidak akan begitu banyak. Pasti akan cepat menemukan jasad (Name).

"Apa sudah menemukan (Name) ?" tanya Leo.

"Aneh, tidak ada tanda-tanda jasad yang tersisa," ucap salah satu warga tersebut.

"Tidak mungkin!"

"Bisa saja sudah terbakar habis oleh api, lagipula api semalam sangatlah besar, tidak mungkin jasadnya masih utuh," ucapnya yang sontak menghilangkan harapan terakhir Leo.

Jika ia memang tidak bisa menyelematkan nyawanya. Paling tidak biarkan ia membawa jasad (Name) untuk dimakamkan dengan layak. Namun jika berita yang ia dapatkan seperti ini. Lalu apa lagi yang bisa Leo harapkan.

Kehilangan? Tentu saja. Bagaimana mungkin ia merasa tidak kehilangan. Seseorang yang sudah menemaninya selama beberapa tahun terakhir. Tidak peduli status apa yang mereka miliki.

Leo adalah putra mahkota dari sebuah kerajaan terbesar yang berhasil menguasai 3 benua di daerah sekitarnya. Adapun (Name) adalah bangsawan tingkat rendah yang derajatnya hampir sama dengan rakyat biasa.

Pertemuan pertama yang menyenangkan sampai akhirnya Leo berani menentang ayahnya sendiri. Melepas statusnya sebagai putra mahkota dan memilih untuk tinggal dengan (Name) di tempat yang jauh. Berpisah dari intrik kerajaan yang tidak akan pernah berakhir

Sekarang sudah tidak ada keberadaan (Name). Lalu apa yang harus ia lakukan sekarang. Tidak ada apapun lagi yang ia miliki dan tidak mungkin juga ia haru kembali ke istana. Tidak akan ada gunanya. Ia telah melepas status itu dan hubungannya dengan keluarga kerjaan.

Semalam Izumi, teman Leo yang merupakan bangsawan dengan tingkat tertinggi, datang melihat keadaan. Namun baru saja beberapa waktu yang lalu ia dicari oleh keluarganya untuk mengurus beberapa hal. Awalnya Izumi tidak ingin meninggalkan Leo. Namun Leo sendiri menyuruhnya untuk pergi. Alhasil ia pun pergi meninggalkan Leo pagi ini.

"Aarrrghh!"

Leo merasa kelelahan sekarang. Lelah lahir dan batin dengan semua yang telah berlalu. Merasa bodoh ? mungkin saja.

――――――――

"Tuan, semua sudah disiapkan sesuai perintah anda,"

"Bagus sekali,"

Ruangan yang begitu luas, hanya menyisakan 1 orang pria dengan tubuh yang berbaring di atas tumpukan mawar biru yang indah. Tanpa panggilan dari sang pemilik ruangan, tidak ada satupun pelayan yang berani memasukinya. Tentu saja karena ini adalah tempat khusus.

"Waktu itu, kamu bersusah payah pergi menjauh dariku, sekarang dengan mudah kudapatkan lagi dirimu. Jangan salahkan aku, salahkan saja orang tuamu yang menyimpan kekuatan itu ditubuhmu," ucapnya dengan seulas senyum licik.

Netranya memperhatikan tubuh yang bahkan tidak ada cacat sama sekali. Padahal sebelumnya datang dengan banyak luka bakar yang tidak sedikit. Memang benar-benar datang dari kekuatan tersembunyi. Sekarang justru terlihat seperti boneka indah yang disimpan selama ratusan tahun. Gaun yang menyelimuti tubuhnya

Pria itu pergi meninggalkan tubuh wanita yang tidak bergerak sama sekali.

――――――――

"Leo-kun, jangan sembarangan ke hutan!"

"Leo-kun, makan malam sudah siap!"

"Leo-kun...."

Suara lembut nan hangat milik (Name) terngiang di kepala Leo. Hanya satu hari, tapi Leo sudah sangat merindukan wanita miliknya itu. Hatinya terus menolak bahwa ia sudah mati. Tapi pikirannya juga terus mengatakan bahwa ia harus menerima kenyataan yang ada.

Bagaimana bisa ia mengingkari janji untuk selalu melindungi (Name) ? sayangnya yang terjadi sekarang ini adalah bukti bahwa ia telah melanggar janji itu. Leo pun sangat yakin bahwa (Name) sangat kecewa padanya.

Tuk

"Aaaaa jangan menggangguku!" ucap Leo kesal ketika melihat sebuah kerikil kecil mendarat di hadapannya. Mengganggu dirinya yang sedang menenangkan dirinya. Ia menoleh ke arah darimana kerikil itu di lemparkan.

"(Name)....." gumam Leo lirih ketika melihat sosok di depannya.

Tidak itu bukan (Name), itu hanya gadis kecil berusia 8 tahun. Tapi bagaimana mungkin ada anak kecil yang parasnya begitu mirip dengan istrinya itu. Leo tahu (Name) tidak memiliki saudara kandung, wanita itu hanya anak tunggal yang kedua orang tuanya menghilang. Sementara ia sendiri tinggal bersama pamannya.

"Maaf udah mengganggu kakak," ucapnya yang terlihat sedikit ketakutan.

"Kamu siapa?" tanya Leo

"Rie," ucap gadis itu. Netranya menatap ke arah liontin yang berada di genggaman Leo. Kemudian ia merogoh sakunya untuk mencari sesuatu.

"Sama," ucap Rie sembari menunjukkan liontin yang sama persis dengan yang Leo pegang.

"Tunggu, kok sama?! Kamu mencurinya ya?" ucap Leo yang langsung main tuduh ketika melihat liontin tersebut.

"Nggak, ini memang punya Rie," ucap Rie. Tangannya menggenggam erat liontin miliknya.

Tapi bagaimana mungkin bisa ada yang sama. (Name) pernah bilang bahwa liontin itu dibuat khusus untuk anggota keluarga. Melambangkan bahwa ia adalah anggota keluarga dari (Lastname). Itu memang sudah menjadi aturan kerajaan untuk setiap bangsawan, baik tingkat tinggi maupun rendah, untuk memiliki barang simbol keluarga yang nantinya akan dipakai oleh setiap anggota keluarga.

"Mencuri ya?!"

"INI PUNYA RIE!"

Leo sontak kaget melihat gadis kecil di hadapannya mengamuk. Teriakan penuh keyakinan bahwa ia sama sekali tidak mencuri terlontar dari bibir Rie. Jadi bingung ia sebenarnya memang anggota keluarga (Lastname) atau memang liontin itu dicuri dari salah satu anggota keluarga yang lain.

Tapi paras Rie yang mirip dengan (Name) menbuat Leo sempat terpikir bahwa Rie bisa saja saudara kandung (Name) yang tersembunyi.

"Coba sebutkan siapa nama keluargamu!" ucap Leo.

"Nggak tau, nenek bilang aku dititipkan sama kakak cantik waktu aku masih bayi," ucap Rie.

"Aku ingin sekali bertemu dengannya,"

"Siapa?"

"Gadis kecil yang sudah kutitipkan selama bertahun-tahun, sekarang pasti sudah besar,"

Leo sekarang ingat. (Name) pernah mengatakan bahwa ia menitipkan seorang gadis kecil. Apakah Rie adalah orang yang dimaksud (Name). Tapi apakah mungkin semudah itu menepukan orangnya.

"Nggak ingat siapa yang menitipkanmu?" tanya Leo.

"Ya nggak lah, kan tadi Rie udah bilang, Rie dititip waktu masih bayi!" ucap Rie yang lama-lama kesal juga ngobrol dengan Leo.

Leo kalah pinter ama anak kecil kali ya /heh.

"...."

"Aaa... Suara nee-chan," gumam Rie yang langsung menunjukkan aura yang berbeda dari sebelumnya.

Leo yang melihat itu merasa bingung kenapa anak kecil di depannya ini sekarang tiba-tiba diam. Padahal sebelumnya cukup cerewet. Bahkan tatapannya terlihat kosong seperti jiwanya telah hilang.

"Oii! Kamu baik-baik saja?" tanya Leo sambil melambaikan tangannya di depan wajah gadis kecil itu. Tapi sayangnya tidak ada respon apapun darinya.

"Nee! Aku jangan dicuekin dong!" ucap Leo kesal.

Heran, umur udah dewasa tapi kelakuan masih aja kayak anak kecil. Juga rasanya meragukan kalau Leo sebenarnya masih terpuruk dengan kejadian kebakaran itu atau tidak. Kelihatannya sih sudah baik-baik saja.

Tangan Rie menggenggam lengan baju Leo. Tatapannya sudah kembali normal. Ia menatap Leo dengan tatapan sendu, seolah-olah sedang mencemaskan seseorang.

"Kakak! Ayo temani aku jemput nee-chan!" seru Rie panik.

"Aku tidak kenal, bagaimana membantumu?"

"Tsukinaga (Name), kakak tahu orangnya?"

Satu pernyataan yang sukses membuat manik hijaunya mengecil karena terkejut. Bagaimana mungkin, apakah ini kebetulan. Mungkinkah gadis kecil ini datang untuk menipunya? jelas-jelas (Name) terperangkap dalam kebakaran besar sebelumnya hingga jasadnya habis terbakar.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? hatinya terus meronta memintanya untuk menuruti permintaan gadis kecil itu. Tidak, ia harus memastikannya.

――――――――

Hiruk pikuk perkotaan yang masih seperti beberapa tahun yang lalu. Leo tidak menyangka ia akan kembali ke tempat ini. Untuk berjaga-jaga, ia pun menutup wajahnya dengan kain dan mengubah bentuk ikatan rambutnya. Tidak tahu apakah masih ada orang yang mengenalinya dengan penampilan ini atau tidak. Berharap tidak ada yang mengenalinya sama sekali.

Rie sendiri mengenakan tudung agar tidak ada yang mengenalinya. Ini bukan suruhan Leo, tapi gadis kecil ini sendiri yang berinisiatif untuk melakukannya. Entah karena melihat Leo, atau memang murni keinginannya.

"Ini kemana?"

"Tidak tahu," ucap Rie dengan wajah polosnya.

Kenapa rasanya ingin tabok dedeknya ya. Tapi kasian juga masih kecil /heh.

Sementara itu seseorang nampak sedang mengawasi mereka secara diam-diam. Sepertinya sejak awal mereka memasuki gerbang kota mereka sudah diikuti. Hanya saja tidak ada satupun dari mereka berdua yang menyadarinya.

Mungkin efek dari pasar yang hari ini terlihat sangat ramai. Suara keramaian tentu saja membuat mereka tidak menyadari ada yang mengikuti mereka.

"Beri tahu tuan bahwa orangnya telah disini,"

Orang yang mengikuti Leo dan Rie itu menyelipkan gulungan kertas kecil ke kaki burung merpati putih. Kemudian menerbangkannya agar segera sampai pada tujuannya yaitu tuannya sendiri.

"Tidak disangka pangeran mahkota yang sebelumnya begitu hati-hati sekarang begitu sembrono," ucap sang tuan dengan seulas senyum meremehkan. Tidak disangka justru ia mendapatkan semut sebagai lawannya. Secarik kertas kecil yang berisikan info yang ia dapatkan ia remas dan membakarnya begitu saja.

"Biarkan ia melihat bagaimana istrinya akan menusuknya dari belakang,"

"Seseorang, pancing mereka kemari!"

――――――――

Leo mencoba sebisa mungkin untuk melarikan diri dari orang-orang yang entah darimana datang dan mengejarnya. Ia berpikir bahwa itu mungkin adalah orang-orang istana. Namun pakaian yang mereka kenakan berbeda dengan seragam penjaga yang ada di istana.

Ia baru meninggalkan istana selama satu setengah tahun. Ia yakin belum secepat itu raja berganti. Tapi juga masih mungkin jika ada sesuatu yang terjadi hingga keadaannya menjadi sekarang.

"Sebaiknya anda patuh, apa kamu tidak ingin melihat istrimu lagi?" ucap salah satu dari orang-orang tersebut. Memancing emosi Leo agar langsung bergerak mengikuti mereka.

"(NAME)?!"

"Kakak, kata nee-chan, jangan ikuti mereka!" ucap Rie.

Baiklah Leo merasa pikirannya bercabang sekarang. Disatu sisi ia ingin tahu bagaimana keadaan (Name) sekarang jika memang benar tubuhnya masih ada. Disatu sisi perkataan Rie seolah-olah menahannya untuk bergerak. Tapi apakah benar bahwa (Name) berbicara pada Rie, kenapa ia tidak bisa melakukan itu?

"Percaya sama Rie..." ucap gadis kecil itu memohon.

Leo menangkap wajah Rie itu persis dengan ekspresi (Name). Hanya dalam versi kecilnya saja. Tapi ini benar-benar terlihat mirip.

"Aku ikut kalian,".

"Tidak!"

Leo langsung mengambil keputusan itu. Rie sendiri memberontak tidak ingin ikut dalam keputusan Leo. Namun dirinya yang berada di gendongan Leo justru membuatnya sulit untuk terlepas darinya.

Yang terpikirkan oleh Leo hanyalah, ia ingin melihat (Name). Baik dalam keadaan hidup atau mati, keadaan utuh atau hanya tersisa beberapa bagian. Setidaknya sedikit bagian dari (Name) ia bisa melihatnya.

――――――――

Mereka tiba di ruangan besar nan mewah. Ruangan yang begitu gelap. Hanya ada cahaya redup dari banyaknya lilin yang disusun sedemikian rupa hingga membantuk jalan. Di bagian ujungnya, lilin itu membentuk lingkaran, seolah-olah sedang mengelilingi sesuatu.

"Aaaa lepasin!"

"Hei kalian mau apa?"

Tidak ada respon dari orang-orang yang membawa Leo dan Rie tersebut. Mereka langsung merebut Rie dari genggaman Leo dan membawanya keluar dari ruangan tersebut. Leo mencoba untuk mengejar mereka, namun pintu ruangan sudah lebih dulu tertutup sebelum ia sempat mengejarnya.

"Leo...kun..."

"(Na)―"

Belum sempat Leo menyelesaikan ucapannya. Sosok yang berjarak beberapa meter dari hadapan Leo itu tiba-tiba bergerak dengan cepat menyerang Leo dengan sebuah pedang. Sontak Leo menatap kaget dan reflek langsung menghindari serangan itu.

"(Name) ini aku!"

"LARI!"

(Name) merasa tubuhnya sama sekali tidak bisa terkendali. Gerakan tubuhnya dan hatinya sama sekali tidak seimbang. Seolah-olah menariknya ke 2 jalan yang saling bersimpangan. Sangat menyiksa dirinya. Apalagi dengan kehadiran sosok Leo di depan matanya membuatnya lebih tidak bisa mengendalikan tubuhnya.

"(Name)..."

"AKU BILANG, LARI!" seru (Name) ketika melihat Leo sama sekali tidak melarikan diri darinya. Justru mencoba untuk mendekati dirinya. Tidakkah ia sadar bahwa (Name) sedang tidak bisa mengendalikan dirinya saat ini.

Iya (Name) seharusnya ingat jika Leo terkadang suka bertindak sesuka hatinya. Hingga melupakan apa yang dikatakan oleh (Name) sebelumnya. Tapi jika itu masalah kecil, (Name) tidak akan mempermasalahkan itu. Hanya saja ini bukanlah waktu yang tepat untuk tidak mendengarkannya.

Serangan demi serangan dilakukan oleh tubuh (Name) tanpa henti. Namun yang dilakukan Leo hanyalah menghindar dan menghindar.

Tidak ada satupun senjata yang bisa Leo gunakan untuk menepis serangan (Name). Disaat yang bersamaan ia juga tidak ingin menyakiti (Name) apabila ia juga memegang senjata.

"Pamanku... Dia... Dia..."

(Name) mencoba memberitahu Leo agar suaminya itu bisa mengambil suatu tindakan. Tapi kenapa setiap kali ia mengucapkan kalimat yang berhubungan dengan itu pasti akan tertahan. Seolah-olah ia tidak diizinkan mengucapkan sepatah kata pun tentang hal itu.

"Apa? Aku tidak mendengarmu?" tanya Leo bingung.

"LARI! APA TIDAK BISA MENDENGARKANKU!" seru (Name).

"Tapi aku nggak mau ninggalin (Name) disini," ucap Leo.

"Tidak akan ada gunanya Leo-kun.... I-ini juga demi kebaikanmu..." ucap (Name). Percayalah dada (Name) terasa sesak sekarang. Ia tidak bisa membayangkan akhir menyakitkan jika Leo terus berada disini.

"Aku tidak akan meninggalkan (Name)!" ucap Leo yang masih berpegang teguh dengan ucapannya.

"Bukankah aku sudah janji akan melindungi (Name), my princess, dengan janji atas nama pedang ksatriaku," ucap Leo dengan nada yang serius.

(Name) tidak bisa memungkiri bahwa Leo memang pernah mengungkapkan janji itu. Namun disaat seperti ini (Name) juga tidak ingin membuat Leo terluka bahkan untuk goresan kecil.

"Kumohon Leo-kun... Dengarkan aku kali ini..." ucap (Name) dengan deru air mata yang bahkan sudah tak bisa ia tahan lagi.

"(NAME) AWAS!"

Sebuah benda pipih nan dingin itu menembus dada (Name). Wanita itu bahkan bisa melihat dengan jelas bagaimana benda pipih itu menembus tubuhnya sebuah cairan kental berwarna merah mengalir di tepiannya. Tak berapa lama kemudian benda pipih itu dicabut dengan paksa dan cepat begitu saja. Dengan kejam tanpa ampun langsung melemahkan (Name).

Leo langsung menangkap tubuh (Name). Merangkulnya dengan lembut, dan menahan tubuhnya agar tidak terbentur dengan lantai.

"Melakukan 1 tugas ini saja tidak bisa, benar-benar tidak berguna. Pantas saja tidak lagi keluarganya yang tersisa, tapi setidaknya dengan begini segelmu bisa kudapatkan," ucap pria tersebut.

"Hei! Apa maksudmu?!"

"Kamu sudah bertahun-tahun bersamanya pun bahkan tidak tahu? Kelihatannya ia tidak begitu menganggapmu penting," ucapnya dengan nada mengejek.

"Leo...kun.. Jangan percaya itu..." ucap (Name) lirih.

"Dalam keadaan seperti ini, lebih baik kamu segera berikan segel itu, maka aku bisa membiarkanmu mati dengan tenang," ucapnya.

Ini mah sama-sama nggak menguntungkan. Udah kehilangan segel, nyawa pula yang melayang. Mana enteng banget tuh mulut ngomongnya /plak.

"Aku tidak.. Mau..." lirih (Name).

"Gomen... Leo-kun..."

Dengan tenaga yang tersisa, (Name) mendekatkan wajahnya ke wajah Leo. Menarik pelan wajah Leo untuk mempermudahnya. Leo sendiri tidak menolak itu dan mengikuti arahan (Name). Tepat setelah itu, kedua benda lembut itu saling menyatu. Kemudian memancarkan cahaya dari tubuh (Name).

Baik Leo maupun pria itu pun terkejut. Terutama pria tersebut yang langsung marah. Ia paham apa yang sedang dilakukan wanita itu pada Leo. Tentu saja menyerahkan segel itu pada Leo.

"TIDAK!"

"Percaya padaku...." bisik (Name) sesaat setelah melepas ciuman singkat itu sebelum akhirnya memejamkan matanya.

Itu bukan memejamkan mata yang terakhir. Semua kekuatan yang dimiliki (Name) diserahkan kepada Leo. Berharap Leo bisa menyelesaikan semuanya. Ini hanya harapan terakhir yang ia punya.

"Apapun yang terjadi ksatria ini akan tetap melindungi ohime-sama nya," gumam Leo. Mengecup pelan pelipis (Name) sebelum meletakkan (Name) dengan lembut.

Sekarang sudah waktunya membereskan apa yang harus dibereskan.

"Menjauh dariku!"

"...."

Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Leo. Ia menatap dingin ke arah pria yang nampak ketakutan itu. Menyedihkan, bukankah dia sangat sombong sebelumnya.

Setelah itu suara denting pertemuan dua pipihan besi yang beradu. Menjadi melodi yang mengisi ruangan mewah tersebut. Hanya menunggu siapa yang akan menang dan mengatakan―

"Checkmate!"

――――――――

2 bulan kemudian

"(NAME) SELAMAT PAGI!"

"Huuuu berisik!'

"Aku kan bicara dengan (Name),"

"Tapi aku juga dengar!"

Kerusuhan yang terdengar pagi ini memberikan suasana cerah pada kediaman sederhana yang hangat. (Name) yang tengah merajut di halaman belakang itu hanya mendengarkan bagaimana Rie dan Leo beradu mulut.

"(Name) itu istriku!" ucap Leo yang langsung seenak jidat merangkul leher (Name).

"Ini nee-chanku!" balas Rie yang tidak mau kalah dengan Leo.

Singkat cerita dari sebelumnya. Meski keluarga (Name) termasuk bangsawan tingkat rendah, mereka memiliki kekuatan tersembunyi yang membuat seseorang mudah menyembuhkan dirinya sendiri meski terluka parah dan meningkatkan kekuatan bertarung. Untuk beberapa anggota keluarga terkadang bisa mendapatkan kekuatan tambahan yang berbeda-beda.. Kekuatan milik keluarga (Name) dahulu dimanfaatkan pada medan perang. Dengan cara menyampurkan beberapa tetes darah mereka pada obat-obatan.

Rie sendiri adalah adik kandung (Name) yang lahir ketika (Name) berusia 15 tahun. Ketika Rie baru lahir, terjadi bentrokan antara inti keluarga (Name) dengan keluarga cabang. Kedua orang tua (Name) mati dalam bentrokan itu, sementara (Name) melarikan diri sembari membawa Rie ke dalam hutan. Setelah beberapa hari beristirahat, (Name) menitipkan Rie pada salah satu nenek tua yang ia kenal dekatnya sebelum kembali ke kota. Berharap Rie bisa aman dan jauh dari pertikaian keluarga.

Pria yang menangkap (Name) sebelumnya adalah paman kandung (Name). Ia tidak memiliki kekuatan seperti anggota keluarganya dan sering kali di kucilkan karena itu. Bukan keluarga yang mengucilkannya, tapi orang-orang sekitar. Alhasil menyimpan dendam dan bersumpah akan merebut segel kekuatan tersebut. Namun pada akhirnya tetap gagal karena Leo telah berhasil membunuhnya.

Setelah kejadian ini pun, pihak kerajaan akhirnya mengetahuinya dan menemui Leo. Sang raja masih berharap agar Leo kembali mengambil posisi putra mahkota. Namun sekali lagi, Leo menolak hal itu. Baginya kekuasaan itu hanya akan membuat (Name) mendekati pada pertikaian yang tidak akan pernah selesai.

Baiklah kembali ke keadaan sekarang dimana Leo dan Rie masih berdebat untuk merebutkan (Name). Kekanak-kanakan memang. Apalagi Leo yang tidak sadar diri bahwa umurnya bukan lagi anak kecil.

"Yang tua ngalah dong!"

"Aaa tapi (Name) itu tetap milikku!"

"Nee-chan marahin dia!"

"(Name) aku tidak salah kan?"

Benar-benar seperti anak kecil. (Name) sampai tidak bisa fokus dengan rajutannya. Padahal ia ingin merajut syal untuk musim dingin nanti. Tapi beberapa kali tertunda karena mereka berdua yang gelud terus.

"Rie kamu bisa ke kamar dulu, ada yang ingin ku bicarakan dengan Leo-kun," ucap (Name).

Leo langsung menjulur lidah mengejek pada Rie yang sontak mendapat tabokan "manja" dari (Name).

"Huuu (Name) jahat~"

"Ingat umur, kamu sudah dewasa,"

"Tapi (Name) mencintaiku kan ?"

PLAK

"Jangan jujur-jujur banget kenapa sih?" ucap (Name) yang heran dengan suaminya ini. Setidaknya ucapkan hal seperti itu dengan suara yang lebih pelan. Memalukan.

"Huu, kenapa aku dipukul lagi?"

"Lupakan saja," ucap (Name) yang sebenarnya sedang malu.

Cup

"LEO-KUN! Aaa―"

Leo menangkap tubuh (Name) yang hampir jatuh dari kursinya. Tentu saja (Name) hampir terjatuh karena kaget dengan serangan ciuman mendadak dari Leo. Kalau dilihat orang bagaimana.

"Aku mencintai (Name), ayo berikan lebih banyak cinta untuk kehidupan kita bertiga dan anak-anak kita nanti!"

―――――END―――――

Aku merasa ini OOC. Untuk sebagian besar adegan, aku mengambil sisi Leo yang serius. Jadi ya sepertinya jadinya. Sisanya mencoba mengambil sisi Leo yang kekanak-kanakan bercampur romantis seperti biasanya.

Lalu seperti biasa, rata-rata book-ku ini hasil ide dadakan yang terlintas. Jadi ya, semoga kalian suka dengan alur ini. Rasanya cringe kalau aku bacanya.






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro