𝐉anji 𝐌asa 𝐊ecil

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

❛ ━━・❪ ❁ ❫ ・━━ ❜

❛❛ 𝐈'𝐦 𝐣𝐮𝐬𝐭 𝐚 𝐫𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫
𝐚𝐧𝐝 𝐰𝐡𝐚𝐭 𝐜𝐚𝐧 𝐚 𝐫𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫 𝐥𝐢𝐤𝐞 𝐦𝐞 𝐝𝐨?
𝐎𝐟 𝐜𝐨𝐮𝐫𝐬𝐞 𝐞𝐧𝐣𝐨𝐲 𝐭𝐡𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲,
𝐭𝐡𝐚𝐭'𝐬 𝐭𝐡𝐞 𝐫𝐨𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐭𝐡𝐞 𝐫𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫 ❜❜

0:00 ───|────── 0:11

▰▰▰▰▰▰▰▰▰▰▰▰

Suara langkah kaki terdengar dengan samar-samar. Tak lama setelah itu, pintu terbuka dengan cukup keras karena seseorang. Visual dua gadis yang baru saja kembali terlihat, sepertinya mereka pulang dengan tergesa-gesa terbukti dari kecepatan langkah kaki beserta cara membuka pintu yang sedikit kasar.

"(Name)-nee ada apa? Kenapa panik?" Gadis dengan surai pirangnya itu mengajukan pertanyaan. Manik bagai permata ruby itu memandangnya dengan bingung. Sedari tadi dirinya diseret untuk segera pulang. "Bahkan kita tidak sempat membeli yang manis-manis saat pulang."

"Kita bisa membelinya lain hari," balas (Name). Ia menolehkan kepalanya agar dapat mengetahui kondisi seseorang yang memang diseretnya. Poninya yang cukup panjang menghalangi rupa raut wajahnya. Tetapi senyuman itu terlihat. "Hari ini aku sedang sial. Jadi aku tidak ingin Ruby juga terkena sial," begitu jelasnya.

"(Name)-nee aku sudah tau loh makna senyumanmu yang itu," ungkap Ruby. Manik cantik itu menatap (Name) dengan intens. Binar star eyenya seakan menariknya. "Bukan cuman Aqua yang menyadarinya."

Membatu di tempatnya berdiri, (Name) tersenyum kaku. Ia tidak bisa mengendalikan senyumannya dengan benar. Jika semua orang tau tentang senyumannya ini, apakah ia akan dijauhi? "Ruby, apa yang kau katakan?" tanyanya. Senyuman itu masih terukir dengan indah, bersamaan dengan star eye yang seakan berusaha mencekam lawannya. "Sepertinya Ruby salah paham."

"Jangan berbohong padaku (Name)-nee! Jangan menyembunyikannya dariku seakan aku ini tidak bisa dipercaya!" balas Ruby mengepalkan telapak tangannya.

"Hei, kalian berdua jangan bertengkar!" Demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Arima Kana pun menjadi penengah. Ia menarik Ruby menjauh.

Karena (Name) terlihat menyeramkan saat ini.

"Loli-senpai lepaskan!" Ruby memberontak. Ia masih berusaha untuk menggapai sosok (Name) yang baginya sangat jauh. Bukan berarti ia menganggap (Name) jahat. Tapi (Name) benar-benar tertutup. Ia hanya khawatir. "Apa yang harus kulakukan agar (Name) percaya padaku?"

'Ah, sial! Aku lagi-lagi memperlakukan seseorang dengan jahat,' batinnya menundukkan kepala. Sejujurnya dia hanya berharap supaya Ruby tidak terluka karenanya. "Aku percaya padamu Ruby," ujarnya. Nada bicaranya terdengar lebih pelan. Saat kepalanya kembali terangkat, binar bintangnya sedikit redup. "Karena itu aku ingin kamu tetap polos seperti ini."

"Kau tidak perlu ikut terjatuh bersamaku."

"..." Mendengar penuturan itu membuat Ruby tak mampu berkutik kembali. Kalimat yang dikatakannya terdengar nyata. (Name) melindunginya, itulah yang dirasakan Ruby. "Siapa yang menemui (Name)-nee tadi?" tanyanya.

"Kenalanku." -- (Name). Yah, itu bukanlah kebohongan sih. (Name) memang mengenali orang itu dan mengetahui bagaimana karakter aslinya.

Satu-satunya lelaki di sana pun angkat bicara, "Ruby, jangan terlalu mendesak (Name) dan (Name), jangan keras kepala." Wajah datar itu memang telah menjadi ciri khasnya. Ia menatap Ruby kemudian menatap pada (Name). "Arima, titip Ruby ya."

"Aku tau kok!" -- Kana.

"Nii-chan jangan memperlakukanku seperti anak kecil!" -- Ruby.

Tatapan manik hitamnya telah kembali normal. Gadis pemilik surai hitam itu menghampiri Ruby dan mengusap pucuk kepalanya. "Ruby gomene... Nanti kubeliin camilan deh!"

"Sepakat! Lalu makan bersamaku sambil menonton film ya!" pintanya. Sepertinya suasana hati Ruby sudah membaik. Dia sudah seceria seperti biasanya.

"Oke! Arima-san mau ikut?" tawarnya mengajak. Karena tidak sopan jika ia mengabaikan kehadirannya kan, setidaknya (Name) ingin menambah relasi.

"Baiklah. Karena anak-anak ini perlu pengawasan dalam memilih film," ujarnya menyetujui. Arima Kana yang tertua di antara mereka, oleh karena itu ia terlihat ingin menunjukkan kedewasaannya.

"Ada apa dengan wajahmu itu?" tanya (Name). Memandang dengan aneh sosok lelaki bersurai pirang itu. Dia cemberut, tapi biasanya juga selalu seperti itu kok. Hanya saja, kali ini dia seperti anak kecil yang ngambek. "Jangan bilang kau kesurupan?!"

"Omonganmu memang menyebalkan," tuturnya menghela nafas lelah. Dia juga tidak tau mengapa dirinya berlagak seperti itu. Ini pertama kalinya. "Memamulukan sekali...," gerutunya. Citra cowo kulkasnya pun menghilang jika begini.

"Dokter memberikan respon yang menarik. Ini berkat aku!" Entah kenapa ia menyombongkan hal itu. Seperti ia berhasil membuat seseorang yang cool menunjukkan aibnya. Anggap saja ini hiburan bagi (Name). "Masa sih cemburu sama orang yang belum kau temui sendiri?" sindirnya.

"Siapa yang cemburu hah?!"

( pinterest )

*cekrek

Gerakan tangan yang secepat kilat itu telah berhasil menangkap gambar yang mungkin baginya bernilai jual tinggi. Habisnya sangat langkah mendapatkan foto Hoshino Aqua yang cemburu kan.

"Yatta! Aku dapat foto bagus!" serunya senang. Senyum kecil terlukiskan di wajahnya kala memandang hasil foto yang begitu bagus.

"Kenapa kau memotretku?" -- Aqua.

"Momen langkah soalnya. Tidak akan kusebarin kok!" -- (Name).

Menolehkan kepalanya memandang pada visual jalanan dari layar tembus pandang itu, permata biru aquamarine itu menjadi gelap. Aura yang dikeluarkan pun berkesan lebih dingin. Bintang gelapnya lebih sering terlihat akhir-akhir ini. "Orang yang kau temui tadi, apa dia ayah biologisku?" tanyanya menebak.

'Wah, dugaannya tajam sekali. Jika Aqua berkata demikian, maka...' Senyumnya memudar. Ia turut memandang arah yang sama. Lantas melirikkan manik hitamnya pada sosok di dekatnya. "Kau sudah mengira siapa pelakunya kan?"

Senyum menyeramkan tercipta di wajahnya. "Sepertinya alur kisah yang kau ketahui benar-benar berubah?" tebaknya. Binar bintang hitam itu bertatapan dengan binar dengan kilauan putih kebiruan milik (Name). 'Tetapi ini juga berbahaya,' benaknya.

"Yah, walau begitu Aqua tetap ingin membalas dendam kan," balasnya. Surai hitamnya diselipkan di belakang telinga dan ia memutus kontak matanya dengan Aqua. "Lalu setelah balas dendam selesai, apa rencanamu kedepan?" tanya (Name).

Jika semua itu terjadi, pasti manik cantik sejernih lautan itu akan bersinar dengan indah. Meninggalkan segala emosi negatif dan binar yang menyeramkan itu.

Hoshino Aquamarine akan menjadi orang yang berbeda.

"Entahlah, Aku belum memikirkannya." Kelopak matanya menyipit. Dia termenung dalam benaknya sendiri. Pertanyaan itu sulit untuk dijawabnya.

"Kalau aku jelas akan menyelidiki masa laluku sendiri dan kebenaran tentang keberadaanku yang bukanlah sebuah kebetulan," ujar (Name). Bayangan di mana dirinya bertemu dengan gadis gagak kembali terputar dalam memorinya.

Menanggapi penuturan gadis bersurai hitam itu, Aqua bertanya, "Ada apa dengan masa lalumu itu?"

"Aku tidak punya kenangan masa lalu," begitu jawabnya. Sesaat atmosfir ruangan berubah. Lelaki yang dipenuhi dendam untuk mencari pembunuh ibunya sempat terkejut. Manik hitam itu kehilangan binar dan cahayanya. Benar-benar kosong.

"Kenapa kau bisa mengalami amnesia?" tanyanya. Aqua sudah menduga bahwa (Full Name) pun merupakan sosok yang misterius. Selain keberadaannya yang menarik perhatiannya serta sebuah perasaan familiar saat bersamanya, itu patut diselidiki.

"Aku tidak tau..." Manik hitamnya telah kembali normal bersamaan dengan atmosfir ruangan. Ekspresinya menjadi serius. 'Jiwa yang menghilang lalu muncul kembali. Apa maksutnya?'

Mungkinkah jika penafsirannya itu tepat...

"Aku sebenarnya berasal dari dunia ini?" -- (Name).

"Jika begitu, maka semua pengetahuan tentang dunia ini terbantahkan." Memikirkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi, Aqua teringat ketika (Name) menceritakan tentang gadis kecil yang ditemuinya. "Bagaimana awal mulanya? Ini kasus yang rumit."

"Gatau tuh. Aku benci hal-hal rumit..."

P A S T

"Hei! Kau cocok jadi dokter lho!" ucap gadis kecil berusia 10 tahun itu. Surai hitamnya yang panjang diikat ekor kuda dan kini ia tengah melangkah bersama dengan sosok lelaki yang sepantaran dengannya.

"Kenapa kau berpikir begitu?" tanya lelaki itu penasaran. Manik bewarna coklat keemasan itu menatapnya.

"Habisnya kamu pintar," begitu jawabnya. Lalu gadis kecil ini mempoutkan bibirnya. "Andai aku sepintar kamu, pasti nilaiku bagus," keluhnya.

"(Name) juga pintar kok," sanggahnya. Ia menahan tawa ketika melihat gadis kecil itu yang kini cemberut.

"Jangan meledekku!" -- (Name)

"Aku tidak meledek." -- unknown

"Kita sampai!" seru (Name). Wajah cemberutnya telah berubah. Senyum manis itu terlukis di wajahnya. Ia menarik tangan lelaki itu. "Lihat, bunga mataharinya cantik sekali kan!" ucapnya bersemangat.

Dua anak kecil ini berada di kawasan penuh dengan hamparan bunga kuning yang indah. Bunga matahari, itulah namanya. Bunga yang mengikuti dari mana sang mentari menyinari terlihat begitu indah.

Kala ia ditarik oleh gadis kecil bersurai hitam itu berlari melalui bunga-bunga, sosoknya terlihat berkilau dari sudut pandangnya. Senyum pun tercipta di wajahnya. "Iya, cantik!" ujarnya.

Gadis kecil ini menoleh ke belakang dan ia mendapati sosok lelaki itu yang sedang tersenyum. Lelaki yang jarang bahkan tidak pernah tersenyum kini menunjukkan senyumnya. "Sudah kubilang kan!"

"(Name) saat besar nanti ketika aku sungguh menjadi seorang dokter..." Perkataannya terjeda untuk sesaat. Sementara dua pasang kaki itu terus melangkah, serta menikmati hembusan angin yang hangat.

"Jadilah pasienku yang pertama!"

"Kupastikan biayanya gratis untukmu."

"Sungguh? Dengan senang hati aku akan jadi pasienmu!" balasnya melukiskan senyum lebar. Manik hitamnya terlihat berkilau kala sang surya menyinarinya.

"Terima kasih!"

N O W

"Kau yakin mau ikut?" tanya (Name) memastikan. Saat ini ia berdiri tepat di depan pagar dari sebuah rumah bersama dengan sosok lelaki yang merupakan kekasihnya.

Untuk ketiga kalinya pertanyaan yang sama terlontar dan ketiga kalinya pula ia menjawab, "Ya" Singkat, padat, dan jelas. Kata Ya telah diulangnya sebanyak 3 kali hari ini. Bila dijelaskan akan sangat merepotkan, tentang alasan mengapa dua insan ini berada di rumah itu.

"Rumah ini suasananya suram lho," tuturnya. Raut wajahnya terlihat berbeda semenjak kakinya menapak di sini. Entah kenapa aura suram menguar dari gadis itu.

"Karena itu aku ikut," balasnya bersikukuh. Permata aquamarine itu terlihat serius, sepertinya Hoshino Aqua tidak bisa diajak negosiasi kali ini.

Wajahnya terlihat gelap. "Baiklah... Kita masuk..."

Sebuah rumah yang cukup sederhana, tetapi cukup besar untuk ditempati. Rumah ini adalah rumah keluarga (Name) berada. Orang tua dan adiknya tinggal di sana. Hubungan mereka harmonis.

Tentu saja harmonis tanpa kehadirannnya.

"Selamat datang nee-chan," sapa seorang gadis remaja yang pertama kali menyambut kehadiran tamunya. Sudah beberapa bulan berlalu semenjak kakaknya itu berkunjung. "Kau tidak akan mampir jika ibu tidak menghubungi kan," sindirnya tersenyum.

"Ratu caper diam saja," celetuknya. Ia berjalan melalui adiknya itu tanpa mempedulikannya sedikit pun. Dipedulikan pun, pada akhirnya mereka akan berakhir adu mulut.

"Kau! Jarang pulang tapi sekali pulang bawa lelaki, buruk sekali!"

"NPC yang sungguh menyebalkan." -- (Name)

"Apa?! Nee-chan kau gila!"

Mengedikkan bahunya tak acuh, (Name) menutup telinganya rapat-rapat. "Aku ingin segera pergi dari sini," gerutunya. Ekspresinya buruk dan ia merasa hawa di sini tidak menyenangkan.

Pada salah satu maniknya, star eye itu menjadi hitam pekat dan ia tersenyum dengan menyeramkan. "Kalau menganggu, singkirkan saja."

"Aquamarine..." Ia menghela nafas kecil. Kekasihnya mudah sekali untuk mengatakan hal-hal gila seperti itu. Benar-benar tidak habis pikir.

"Kau sekarang tidak menghargai kami ya?" Baru saja menginjak ruang tengah seorang wanita paruh baya itu telah menyindirnya terang-terangan. Manik coklat miliknya melirik pada pria tampan di belakang anak sulungnya. "Jarang sekali aku melihatmu membawa teman."

"Kon'nichiwa," salam Aqua. Tentu dengan wajah datar yang sudah menjadi ciri khasnya. Ia membungkukkan badannya singkat sebagai bentuk penghormatan.

"Kau aktor yang sedang naik daun itu." Wajah wanita yang telah memiliki sedikit keriput ini terlihat sangat dingin ketika berbicara dengan putrinya sendiri.

Dengan ini saja, Aqua dapat menyimpulkan bahwa hubungan (Name) dengan keluarganya tidak harmonis. Gadisnya yang enggan untuk pulang lalu perlakuan dingin dari ibunya sungguh menusuk mata.

"Guru yang mengajari putri bungsuku berakting mirip sepertimu," tutur ibu (Name). Akhirnya ia berdiri dari duduk santainya untuk menghampiri lelaki bersurai pirang yang memiliki tampang rupawan. "Maukah kau mengobrol bersama putri bungsuku? Dia menyukai aktingmu."

"Apa--?!" -- (Name).

Permintaan itu dengan cepat ditolaknya secara halus, "Maaf. Sebelumnya, saya adalah kekasih (Name)." Gerak-geriknya jelas sekali, bahwa wanita tua ini ingin menjodohkannya dengan adik (Name).

Manik hitam dengan permata aquamarine itu saling bertatapan hingga gadis bersurai hitam ini kembali berkata, "Jadi apa tujuanmu memanggilku?" Sangat jarang ibunya menghubunginya untuk pulang. Jika iya sekali pun, pasti itu untuk sesuatu.

Lagi-lagi wanita tua ini memandangnya dengan dingin, sama sekali tidak tersirat kehangatan dalam binar matanya. "Apa kau sedurhaka itu sehingga tidak mengunjungi ibumu sendiri?"

"Sayang sekali status ibu-anak hanya berlaku di kartu keluarga," balas (Name). Senyum khasnya terlukis bersamaan dengan star eye yang meredup.

Perasaan (Full Name) yang sesungguhnya perlahan dapat ditebak. 'Keluarganya berisi orang-orang yang gila,' batinnya. Matanya menatap dengan malas adik (Name) yang rupanya sedang asik menguping dan curi-curi pandang darinya. "Apa masih lama? Karena setelah ini (Name) ada jadwal pemotretan," sela Aqua.

'Nice! Aku ingin segera injak kaki keluar dari sini,' batinnya memandang Aqua dengan berbinar-binar. "Aku harus apa kali ini?" tanya (Name) pada ibunya.

"Temanmu ingin bertemu. Dia sekarang menunggu di kamar tamu," jelas sang ibu. Ia melipat tangannya di depan dada. Ekspresi yang ditunjukkannya seakan mengintruksi (Name) untuk segera bertindak.

"Orang asing mana yang kau bawa?" Mengerutkan alisnya, mau tidak mau (Name) pun tetap melaksanakan perintah ibunya. Dengan malas ia melangkahkan kakinya. "Ayo, Aqua."

"Tinggalkan pacarmu sebentar. Apa kau harus bertemu seseorang dengan membawa-bawa pacar?"

"Terserah." Merasa kesal karena ia disuruh meninggalkan Aqua, (Name) ingin sekali berkata kebun binatang. "Mohon bersabar Aqua," tutur (Name) pasrah.

"Jangan lama-lama." -- Aqua.

"Aku juga tidak ingin berlama-lama." -- (Name).

Gadis bersurai hitam dengan warna manik yang senada itu ingin sekali untuk segera pergi. Tetapi ia direpotkan dengan bertemu seorang teman yang dimaksut ibunya. Padahal dirinya sama sekali tidak pernah bergaul dengan orang lain, selain teman mainnya di LoveNow.

Sampai di depan kamar tamu yang dimaksut, (Name) ingin segera berkata, 'Maaf anda salah kenal' Namun niatnya putus ketika seorang pria yang duduk di tepi kasur itu terlihat familiar di matanya.

Merapatkan bibirnya, (Name) melangkah mundur ke belakang. Jantungnya berpacu dengan cepat kala manik hitamnya mengenali sosok dengan surai pirang serupa dengan milik Aqua.

Kala pria itu menyadari kehadirannya, ia pun tersenyum dengan ramah. "Kita bertemu lagi, (Full Name)."

"Ka-Kau..." Reaksinya sedikit lambat. Keterkejutan itu membuatnya bingung harus berkata seperti apa. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi otaknya. 'Bukankah ini gawat? Apalagi...'

"Aquamarine ada di sini." Tiba-tiba pria ini menyahuti. Seperti sedang membaca otaknya. Manik biru gelapnya menatap dengan intens. "Kenapa kau bereaksi seperti itu?"

"... Seperti apa? Memang wajahku seperti ini," balas (Name). Ia membalas senyuman ramah itu dengan senyum. Raut wajahnya diatur senetral mungkin sehingga tidak menimbulkan ekspresi berlebih. "Lalu kenapa kau menemuiku lagi? Seperti fans saja," tuturnya melangkah masuk.

"Fans ya? Aku sepertinya fansmu," balasnya kembali.

"Wah, terima kasih." -- (Name)

"Akhir-akhir ini aku membaca artikel lama," ujarnya. Topi hitam itu setia menemani kepalanya. Surainya yang cukup panjang menutupi tengkuknya. "Artikel ini disembunyikan secara publik dan dianggap sebagai kasus kematian saja," jelasnya.

"Kau ingin aku jadi teman curhatmu?" sela (Name) sebelum pria itu kembali berbicara. Tidak habis pikir kenapa orang yang paling ingin ia hindari kini malah berada satu ruangan dengannya.

"Artikel itu menarik. Karena membahas berita tentang seorang gadis kecil yang tiba-tiba menghilang setelah jatuh dari jurang."

"Kecelakaan ya? Mungkin tubuhnya saja yang belum ditemukan," sangkal (Name).

"Tidak. Tubuhnya menghilang sebelum menyentuh daratan," koreksinya. Senyum yang berkesan seram itu masih terpaut di wajahnya. "Yang lebih mengenaskan, anak kecil itu tidak kecelakaan."

"Tidak mungkin jika anak itu menghilang. Memangnya itu film fiksi?" Merasa cerita darinya sungguh aneh dan tidak dapat diterima otak. 'Yah, tapi... Kasus Aqua dan Ruby itu nyata,' batinnya. Haruskah ia percaya atau menganggapnya berita hoax?

"Lalu anak itu tidak kecelakaan. Jadi maksutmu itu perbuatan yang disengaja?" -- (Name).

"Kenapa kau tidak menanyakannya pada ibumu saja?"

Terdiam selama beberapa saat, pertanyaan itu membuatnya termenung. Ia kembali memikirkan cerita yang dikarang oleh pria itu. Apakah itu sungguh karangan atau mungkin perumpamaan?

Atau jangan-jangan ceritanya itu nyata?

Raut wajah (Name) berubah. Senyumannya memudar, bersamaan dengan rasa tegang yang muncul dalam dirinya. "Kenapa harus bertanya pada ibuku?"

"Gadis kecil yang menghilang 36 tahun yang lalu bernama (Full Name)."

*Deg

Nafasnya tercekat kala penuturan itu berhasil membawa tekanan kuat dalam dirinya. Pikirannya menjadi kacau ketika mendengar namanya disebut.

'Jadi ini maksut gadis gagak itu? Jiwa yang kembali setelah menghilang dan kasus gadis kecil yang menghilang setelah jatuh dari jurang, dua hal ini berkaitan?' Ia membungkam mulutnya sendiri. Kesimpulan yang diambilnya akan sangat mengerikan jika itu benar-benar terjadi padanya.

Pemikiran dan analisisnya sungguh buruk. Jika dua hal itu dikaitkan dan menurut penjelasan dari pria itu, maka teka-teki ini terlengkapi.

Ia menyatukan jari-jemarinya. Tatapan manik hitam itu tidak lagi menunjukkan keramahan. Namun kesan yang diberikan menjadi suram dengan dua maniknya yang memiliki dua binar yang berbeda.

Yang satu gelap dan yang satunya lagi terang bak pagi dan malam yang berkumpul menjadi satu.

"Jangan bilang yang membunuh gadis kecil itu adalah ibuku?"

( picrew & ibis paint )

Bagaimana jila apa yang disimpulkannya benar-benar nyata dan terjadi?

Senyum kembali terukir di wajahnya. Star eyes dengan warna pancaran gelap-terang itu mendominasi kedua manik hitamnya. Binar hitam pekat dan kilauan putih cerah itu tercipta.

Gadis kecil itu dibenci oleh ibunya. Lalu suatu hari ibunya membunuh gadis itu dengan menjatuhkannya dari tebing. Tapi sayangnya muncul suatu keajaiban. Jiwa gadis itu menghilang atau dengan artian lain jiwanya berpindah ke dunia lain. Lalu 36 tahun kemudian jiwa itu kembali ke dunia ini, dunia asalnya.

"Kenapa kau tertarik dengan cerita gadis kecil yang miris itu?" tanya (Name).

"Mungkin karena itu adalah sesuatu yang mustahil untuk terjadi," jawabnya.

Memejamkan matanya untuk menenangkan kegaduhan benaknya, (Name) kembali mengulas senyum. "Jika tidak ada keperluan lagi aku akan pergi," ujarnya.

"Bagaimana kabar Aquamarine dan Ruby?"

Pertanyaan yang dilontarkan olehnya pun hanya ditanggapi dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya. Kelopak matanya kembali terbuka memperlihatkan star eyes yang memiliki kilaun putih kebiruan yang indah. Dark star eye yang melambangkan emosi negatif telah memudar.

"Kurasa itu bukan urusan anda. Baiklah, saya undur diri," pamitnya berbicara formal. Terlalu lama berada dalam atmosfir yang sama dengan orang itu membuat (Name) merasa sesak.

Gadis itu buru-buru pergi di tengah pembicaraan. Sepertinya dia sangat tidak menyukai dirinya. Apa ini karena ia mengancamnya atau karena gadis itu mengetahui sesuatu tentangnya?

"Mata seperti itu memang indah."

"...."

Seseorang melangkah dengan cepat. Sepertinya obrolan antara (Full Name) dengan temannya sudah selesai. Itu cukup memakan waktu lebih lama dari perkiraannya. Merasa sudah waktunya untuk beranjak dari tempat menyesakkan ini, lelaki bersurai pirang itu berdiri dari duduknya. "Terima kasih atas perhatian anda," tuturnya sopan.

*brak

Pintu ruangan ditinjunya cukup keras untuk melampiaskan amarahnya yang meluap. Berkat itu, seluruh insan di sana dikejutkan. Sang adik pun yang pertama kali menanggapi, "Kakak mana sopan santunmu!"

Keterkejutan pun tak luput dari wajah lelaki itu. Tidak sampai sejam ia berpisah karena gadis itu karena harus menyelesaikan urusannya, tetapi kini ia merasa sesuatu telah terjadi. Ekspresi dan raut wajahnya yang terlihat netral itu sungguh mencurigakan baginya. "(Name).."

"Aqua, rupaya keluarga ini sangat menyayangiku. Jadi aku harus pergi supaya beban mereka menghilang," ujar (Name). Manik hitamnya menatap lelaki itu tidak seperti biasanya. Itu tatapan dingin yang menusuk.

'Sebenarnya siapa yang ditemui olehnya?' Menolehkan kepalanya untuk melihat arah (Name) pergi tadi, ia berniat membawa langkah kakinya untuk mencari tau. Namun niatnya terhenti ketika gadis itu meraih tangannya. "Kenapa kau menghalangiku?"

"Bukan waktunya. Tidak sekarang Aqua," ujar (Name). Ia menggelengkan kepala sembari menahan pergerakan lelaki itu.

Menghela nafas panjang, Aqua memegang tangan kecil yang berada di lengannya. "Hah... Baiklah apa obrolanmu susah selesai?" Permata aquamarinenya menyadari adanya perubahan dari matanya. Aqua memperkirakan bahwa ketertarikan mata itu sama halnya dengan yang dimaksut oleh (Name), mata bintang.

"Iya!"

"Miyazaki ya?" (Name) memeluk lututnya sendiri sembari bergumam ketika mengetahui lokasi di mana mereka akan berlibur. Meskipun seluruh alur telah dirombak, tetap saja lokasi yang menjadi inti dari kisah ini tidak dapat diubah.

"Akhirnya bisa refreshing juga!" seru MemCho terlihat bersemangat. Setelah kerja keras yang dilakukannya untuk meningkatkan channel B-Komachi new generation, akhirnya tiba juga saat-saat rehat.

"Apa yang menarik dari jalan-jalan? Toh ujung-ujungnya kita di sana juga bekerja," sahut Arima Kana. Ia duduk dengan nyamannya dengan ekspresi malas yang terpampang dengan jelas.

'Kalau tidak salah di sana....' Manik hitamnya menatap Ruby, sosok gadis bersurai pirang dengan manik bak permata ruby beserta kilauan star eyenya yang masih belum ternoda. Lantas ia juga melirikkan matanya pada Aqua, sosok lelaki yang mempunyai masa lalu di sana. "Semoga cuacanya tidak buruk..."

"Perkiraan cuacanya cerah," ujar lelaki dengan manik aquamarinenya itu. Ia menanggapi gumaman sang gadis yang hanya menyimak pembicaraan dalam diam. "Melihatmu yang seperti ini, sepertinya cuacanya bisa saja menjadi mendung ya?" tebaknya.

"Aku tidak tau lagi harus berbuat apa," keluh (Name). Ia menatap sosok Ruby yang begitu ceria dan polos. Bahkan kepolosan itu ingin sekali dilindunginya. 'Arc balas dendam Ruby sebentar lagi dimulai.'

"Lagian kau ke sana tidak untuk main-main kan," sindirnya. Gadis bersurai hitam ini mengubah jalur pandangnya, dari Ruby ke Aqua. Lutut yang dipeluknya telah diturunkan.

"Aku tidak akan berhenti sebelum memenangkan gamenya," balas Aqua. Binar bintang pekat itu terlihat.

"Hei, kalian ngomongin apa? Mem tidak mengerti arah pembicaraan kalian," ujar gadis yang umurnya telah menginjak kepala 20. Namun penampilannya masih seperti anak SMA.

"Game yang sedang dimainkan Aqua," jawabnya mengulas senyum khas miliknya.

"Hei! Kalian kondisikan tempat di mana sedang pacaran!" sahut gadis bersurai merah itu menuding ke arah dua insan yang sedari tadi hanya duduk dan menyimak.

Memiringkan kepalanya, (Name) membalas, "Kalau begitu di dalam kamar?"

Arima Kana menjerit, "Kamar... Kamar katamu?!!!!" Ekspresinya menjadi gelap. "Mau ngapain?!" tanyanya.

"Diskusi ^^" -- (Name)

"Seperti diskusi tempat kencan," sambung Aqua. Ia berkata seperti itu dengan wajah datarnya. Sepertinya ia sengaja menjahili Arima.

Raut wajah syok pun terlihat. Arima Kana membatu di posisinya. "Ken--"

Namun (Name) menyela, "Eh, tapi bercanda!" Senyum jahil itu terdeteksi. Lucu juga melihat ekspresi Arima yang beragam, begitu motivasinya.

"(Name)-nee!!" Ruby yang selalu terlihat ceria itu merangkul gadis bersurai hitam itu. "Nanti ayo jalan-jalan setelah pekerjaanku selesai!" ajaknya.

Gravitasinya menjadi kacau kala terjangan yang merangkulnya tanpa aba-aba. Untung saja lelaki di sebelahnya punya tubuh kokoh yang dapat menjadi sandaran baginya. "Sesuai keinginan Ruby ku yang imut!" balas (Name).

"Yatta!" Melepaskan rangkulannya itu, Ruby terlihat senang. Ia pun masih sempat menjulurkan lidahnya pada kakak kembarnya sendiri.

Sang kakak kembar pun memandangnya dengan kesal. "Nani?" Ruby sering meledeknya dan ia selalu mengalah ujung-ujungnya. Karena Hoshino Aquamarine sudah dewasa, bukan anak-anak yang mudah terpancing.

"Aqua," panggil (Name) meliriknya melalui pucuk mata. Tubuhnya dengan sengaja masih bersandar pada lelaki itu. "Penampilan Ruby itu menawan," tuturnya tiba-tiba. Wajah polos itu lagi-lagi diperlihatkannya. "Mungkin jika Ruby itu cowo, aku akan terpesona dengannya!"

"...."

Tidak bisa berkata-kata, dari dalam rasanya seperti ada sesuatu yang menusuk dengan tepat. Tatapan matanya menjadi kosong dan raut wajahnya terlihat suram. 'Dia menjahiliku....'

Menyadari bahwa kakak perempuannya sedang menjahili Aqua, Ruby tertawa dengan jahil. "Kalau aku laki-laki pasti (Name)-nee bakal jadi punyaku," ujarnya.

"...."

"Jangan khawatir Aqua! Masih ada aku!" -- Arima.

"Eh ;-;) ?" -- MemCho.

"Eh... ehhhhh?!! Loli senpai?!" -- Ruby.

"....O..ke..." Dengan muka datar itu, Aqua mengacungkan jempolnya.

"Ga! Ga! Ga!" Memutar tubuhnya menghadap pada lelaki bersurai blonde yang mengacungkan jempolnya, (Name), memukulnya cukup bertenaga. "Teruskan saja dan kita putus!" tegasnya. Wajah jahil itu benar-benar hilang.

"Kau benar-benar memukulku...." Melindungi lengannya yang dipukuli oleh tangan kecil itu, Aqua pun akhirnya menahan pergerakan (Name). "Arima hanya menghiburku karena kau terpesona dengan adikku."

Ruby yang disebut-sebut pun menyahuti, "Nii-chan tidak tau yang namanya bercanda?"

"Sudah berumur pun masih tidak bisa membedakan mana yang bercanda dan mana yang tidak," sindirnya. Manik hitamnya melirik dengan kesan dingin yang menusuk.

Sepertinya gadis bertampang imut yang di dalamnya berjiwa tante-tante itu terlihat lelah menghadapi para anak muda yang sedang bertengkar karena masalah sepele. "Kalian.... Jangan bertengkar..."

Berbagai warna yang muncul, warna-warna pelangi yang menghangatkan hati yang dingin. Menciptakan kenangan indah yang membuatmu bermimpi. Namun di sisi lain, juga membangkitkan kenangan kelam bagaikan mimpi buruk.

Cinta itu apa? Bagaimana bentuk cinta yang sebenarnya? Cintai itu manis atau pahit?

Putihnya kapas menjadi bewarna dan memiliki warna cantik yang bersinar dengan cemerlangnya.

Yang perlahan pun dinodai oleh pekatnya hitam malam yang dingin.

Titik percabangan semakin berkembang dan arc baru pun tercipta.

Pilihlah Endingmu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro