[1] IMPROVISASI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Title : Choose or Chosen
Cast :
● Park Sunghoon
● Yoo Yuri (OC)
● Jake

● Jay

● other, TXT and BTS as Guest Cast

Rate : PG-15

Genre : Fanfiction, Vampir, Songfict, Suprnatural, Thriller, Mystery, Action, Physcology.

Lenght : Chaptered
Songfict : Walk The Line (intro) Border : Day One ( first mini album of Enhypen)

Disclaimer :

Selamat datang di dunia penuh rahasia. Cerita ini menarikmu dalam kepingan bayangan. Di antara dua hal, kematian dan kehidupan terus berjalan. Keabadian yang tidak pernah tidur.

Aku memperingatkan kau sebelum melompat ke cerita ini. Jangan pernah sampai tidak meninggalkan jejak, karena aku akan melacakmu sampai ke ujung dunia, dengan pedang emas mencium lehermu.

Daripada menghisap darah, justru kupilih kau yang ingin kuhisap dengan rakus. Cintai aku seperti aku mencintaimu. Karena aku mencintai tanpa syarat. Sebagaimana kau yang memilih cerita ini untuk masuk ke perpustakaanmu. Akankah kau bertahan menjadi makhluk bayangan sebagai siders, atau memasuki 'garis' yang bersinar menembus bintang-bintang di sudut kiri, aku menunggumu di akhir alur cerita ini.

Start : 25 Oktober 2020

-RAVENURA-

●●●●●●●●


Aku melihat lengkung sabit mengerikan tercetak di wajahnya. Senyumannya terpancar dalam legam mataku. Dua belati kecil menyembul di sela mulutnya yang kemerahan. Senyuman itu semakin lebar, benar,-benar menggetarkan jiwa. Ada jeritan bisu mengundang seluruh bulu kuduk tegak sempurna. Aku gemetar. Jiwaku memaksaku berlari, tetapi seluruh sel dan jaringan tubuhku menolak kerja sama.

Sialan, aku lumpuh total!

Sekarang aku harus bagaimana? Bernapas dengan benar pun aku tak mampu. Degup jantung yang kencang ini terdengar. Aku ingin menutupi perasaan tidak nyaman ini dengan tersenyum, tetapi yang kulakukan hanyalah menatapnya penuh pesona.

Dia tampan sekali, sehingga aku kesulitan mengontrol wajahku tetap berekspresi datar. Dia datang mendekat dengan langkah pelan. Tangannya yang kurus panjang itu terjulur ingin menggapai tubuhku, tetapi suara kakinya terseret menghampiriku. Suara kakinya yang membuatku ingin menutup mata ngeri.

Tolong, Bocah Tampan. Jangan mendekat! Aku sulit bernapas. Enyah sana. Aku tidak tahan!

Kelopak mataku hendak terkatup rapat. Bodohnya lagi, seperti ada dua batang kayu tegak menahan bola mataku bisa menangkap bayangan dirinya. Aku tidak bisa berkedip!

"Aku haus," ucapnya semanis madu. Suara lirihnya penuh permohonan, tetapi aku tetap membatu. Tak mampu memenuhi permintaannya untuk mengambilkan air.

Embusan angin menerpa keras dari AC. Aku menggigil kedinginan akibatnya. Harum menyesakkan dari tubuh pemuda itu terlalu enak sekaligus sesak. Seperti perpaduan bunga kopi dan laut. Aku mengendus banyak-banyak, tidak rela kehilangan aroma itu, tetapi eksistensiku di ambang maut jika berhadapan dengan sosok berbahaya di depanku.

Ayolah, selamatkan jantungku! Masa aku mati konyol dengan alasan mabuk wajah tampannya? Mungkin keindahan yang kusaksikan saat ini adalah yang terakhir kulihat, benar kan?

Sejengkal lagi, tubuh kurusnya mencapai hidungku. Aku semakin mabuk oleh aroma tubuhnya. Leherku semakin dingin selagi embusan kencang AC menyergap. Ini salahku memakai baju yang mengekspos leher dan bahu.

"Kau harum, Kang Hoojoo." Dia memuji setulus mungkin.

Susah payah, aku bisa mendengar suara berdebam yang keras di dalam telingku, menyelusup masuk secara menyakitkan. Kenapa kelenjar saliva memproduksi terlalu banyak setiap kali berada di situasi genting? Aku bisa mendengar longsoran ludah yang ketakutan. Setidaknya lidah bisa bersembunyi dalam organ perut. Namun, bagaimana dengan semua indra tubuhku yang menyaksikan sosok berbahaya itu? Mata dan hidungku tidak baik-baik saja menyongsong kehadirannya yang terlalu sempurna.

"Apa maksudmu?" Akhirnya aku menemukan suaraku sendiri. Bukan suaraku yang terbangun semestinya. Lebih baik tidak bersuara, tetapi tubuhku gesit menghindari sumber horor satu ini. Yah, aku harus bicara di depannya, karena memang seharusnya begitu daripada diam dan semakin terlihat dungu.

"Aku suka," ucapnya sambil menghirup aromaku, "karena itu mengingatkan betapa hausnya aku untuk minum darah." Dia menyentuh helai rambutku yang lepas dari kunciran, lalu meletakkan secara lembut di balik daun telinga.

Tatapan kelam itu membiusku tanpa ampun. Aku hanyut dalam legam matanya yang putus asa.

"Jangan sentuh aku lagi." Aku bicara tanpa suara, kembali membeku karena aroma tubuhnya semakin menguat. Jika terlalu lama menghirupnya, aku tidak butuh alkohol untuk hilang kesadaran. Aromanya terlalu memabukkan.

Bulan sabit di bawah hidung itu merekah semakin lebar. Lolongan tawanya penuh kemenangan. Kuku-kuku panjangnya akhirnya mencapai dahiku. Suhu tubuhnya yang dingin menyengat lapisan epidermis yang membungkus semua jaringan tubuh seseorang kikuk macam aku. Aku kepanasan karena ngeri sekaligus nyeri.

Dia menyentil dahiku terlalu keras. Suara retakan di tulang dahi membuatku terbangun sepenuhnya akibat kekuatan jemari yang luar biasa. Tidak mungkin kan suara itu dari tulang tengkorak? Aku yakin itu suara kuku runcing palsu yang menempel di kuku-kukunya.

Apakah jatuh cinta bisa memiliki aliran listrik? Kenapa seluruh tubuhku jadi kesemutan semua?

"Putri pemilik kedai sundae (sosis berbahan jeroan, biasanya dari babi khas Korea), tentu saja aromamu yang terlalu kuat."

Aku terkesiap mendengar perkataannya. Kukira akulah yang mabuk, tetapi aku sadar bahwa peranku masih jauh menuju sebuah akhir. Situasinya terbalik, ya kan?

"Aku kehausan ingin minum kuah sundae buatan ibumu," pungkasnya.

"Sialan!" Aku mengutuk. "Kau ini vampir apa sebenarnya?" tambahku, sengaja meninju lengannya. Bodohnya, tinju yang kulayangkan terlalu lemah. Buku ibu jari berada di tempat yang salah. Seharusnya ibu jari berada di luar empat buku jari lainnya. Sakitnya, ya ampun, lebih sakit dibandingkan kena sentil. Tangan kananku lemas mendadak akibat terlalu ngilu.

Malam halloween berakhir secara memalukan. Di lorong sekolah yang disulap menjadi pesta serba kostum hantu, Park Sunghoon menyaru sebagai vampir seganteng Edward Cullen. Sementara aku berlagak sebagai manusia biasa, si Isabella Swan, tapi keseluruhan plotnya sebatas saduran. Aku menjadi tokoh yang mudah mengamuk, sementara Bella adalah gadis manis yang pendiam dan tidak percaya diri.

Aku dan Sunghoon bergabung dalam ekstrakurikuler sekolah. Kami ikut klub drama. Sialnya aku yang menjadi pemeran utamanya. Dipilih bukan karena bakat, tetapi terlambat datang saat rapat. Menurutku, itu adalah kutukan. Memangnya siapa yang senang menghafalkan dialog setebal 174 halaman? Drama saduran ini memakan waktu hampir satu jam yang membeku karena aku sangat grogi.

Klub drama sekolah mengadakan pesta teater yang disaksikan seluruh siswa dan guru. Ad-lib yang Sunghoon lakukan telah memancing reaksi tidak terduga. Aku menjadi bahan lelucon paling sedap.

Inilah masalahnya. Aku menutup wajah putus asa. Ayolah, aku Yoo Yuri, siswi kelas 10 SMA Choong Ah. Aku putri dari pasangan suami istri yang kerap bertengkar. Oke, tidak penting soal bertengkar, tetapi keluargaku bisa dibilang harmonis, meskipun nada suara kami kerap disalahpahami sedang bertengkar. Seperti yang diucapkan Sunghoon baru saja, memang benar bahwa orang tuaku mengelola restoran dan punya beberapa cabang di distrik lain. Restoran orang tuaku berkembang pesat karena kuah kaldunya sangat khas, makanya selalu ramai.

Dan aku tinggal di lingkungan Jongno, pusat kota. Lingkunganku sangat bagus. Karena itu aku bahagia—selain jadi korban kejahilan Sunghoon.

Demi semesta yang kena tuduh berbentuk donat, astaga tidak! Bau tubuhku terlalu lekat dengan aroma sundae. Mungkin itu karena Eomma selalu menyatukan semua cucian di rumah. Akibatnya, pakaianku menyerap aroma khas jeroan babi dan sapi yang tersimpan seharian penuh di tubuh orang tuaku. Hampir setiap hari mereka membuat sundae, sedangkan aku dan Jiho—adikku satu-satunya ada di sekolah dan rumah. Padahal kami jarang di restoran terlalu lama.

Aku terpancing. Seluruh jemariku mengepal ingin menghajar Sunghoon. Namun, kami berdua masih punya satu bagian akhir drama. Sejenak aku lupa bahwa kami sedang berperan sebagai vampir dan mangsanya. Aku mual membayangkannya. Hanya beberapa menit lagi dramanya bakal berakhir. Aku tak mau dicap sebagai artis payah, meski naskahnya sebenarnya bagus.

Seharusnya ini menjadi anugerah luar biasa karena Sunghoon jadi lawan mainku. Aku adalah salah satu gadis yang menyukai Sunghoon. Posisiku jauh lebih beruntung dibandingkan para kompetitor sinting yang hobinya menjegal kakiku setiap aku lewat. Aku banyak menghabiskan waktu dengan Sunghoon untuk latihan drama. Namun, aku sedih usai drama ini, hubunganku dengan Sunghoon bakal renggang. Tidak ada alasan bertemu lagi, karena semuanya sudah berakhir. Akan tetapi, pesona pemuda itu melonjak jatuh di mataku, selagi membawa-bawa pekerjaan orang tuaku. Memang aku sebau itu ya, sampai adlib-nya menarik atensi banyak orang?

Wajah Sunghoon semakin dekat. Jemarinya kembali mengusap bekas jentikan di dahiku. Aku jadi ingat bagaimana jentikannya membuat jiwaku hampir terbang dari raga kaku ini. Tatapannya yang lembut membuatku kembali hanyut lagi dalam lakon drama sebagai Kang Hoojoo.

"Seandainya waktu bisa mundur, aku ingin tetap menjadi manusia." Suara Sunghoon semakin lirih. Namun, suaranya menggema lewat microphone clip on yang terpasang di dekat mulutnya.

Aku melipat kedua tangan ke dada. Dengan sengaja, kutarik kepalaku ke atas, memamerkan leherku di depan Sunghoon.

"Gigit leherku. Dengan begitu kau bisa menjadi manusia jika sudah minum sejuta liter darah," perintahku mengikuti dialog.

"Kau manusia super jika bisa menghasilkan sejuta liter. Akan ada banyak orang bahagia karena menerima donor darahmu." Sunghoon jelas meledek, tetapi nada suaranya terlalu lembut—nyaris sendu akibat tipuan tatapan mata sayu.

Sunghoon mengangguk. Kesedihannya semakin mendalam. Dia benar-benar pandai berakting. Aku nyaris menangis di panggung saat melihat ekspresi wajahnya sebagai vampir yang tidak mau kehilangan korban. Sebab, aku satu-satunya manusia terakhir yang hidup di bumi. Kalau aku mati, si vampir bakal kehilangan teman manusianya. Ha, klise sekali dramanya. Punya tragedi paling payah, padahal dialognya bagus.

Anehnya detak jantungku semakin menggila. Tatapan Sunghoon terlalu menghipnotis. Aku bisa berempati dengan perasaan Bella Swan sewaktu melihat Edward tidak mau pacarnya tergigit. Siapa yang mau kehilangan belahan jiwa demi tujuan abadinya?

"Aku tidak mau, Hoojoo-ya," tepis Sunghoon.

"Aku ingin kau lepas dari kutukan sebagai Pangeran Kegelapan, Kim Jaebum," balasku. Tanganku menangkup wajahnya yang terpoles riasan vampir. Anehnya, Sunghoon tampak mirip jadi idola.

"Itu tidak masalah, selama kau adalah sumber cahayaku, Kang Hoojoo. Jika kau meredup, aku akan meredup bersamamu."

Aku tercengang. Apa yang Sunghoon lakukan selanjutnya terlalu jauh dari naskah. Aku merasa tidak punya tubuh. Kepalaku melayang jauh bersama seruan histeris anak-anak perempuan di bangku penonton. Aku membeku lagi gara-gara gigi Sunghoon sungguh menggigit leherku. Padahal di adegan yang sering kami latih adalah Sunghoon menusuk jantungnya dengan belati.

Dramanya sangat payah. Tentu saja aku mendorong bahu Sunghoon. Aku menutup bekas gigitan Sunghoon. Senyum pemuda itu benar-benar tidak terbaca. Kusaksikan kilat merah yang hadir di dalam manik merah pemuda itu dan aku bersumpah itu bukan efek pencahayaan atau soft lens yang dia kenakan.

Sudah terlanjur kacau karena melenceng dari naskah awal, mustahil aku menemukan belati palsu di balik rokku. Peranku ganda. Mencintai vampir, tetapi ditakdirkan balas dendam ke vampir yang telah membantai satu desa. Aku mengikuti improvisasi yang dibuat Sunghoon. Sejujurnya aku benar-benar ingin menyodok perut Sunghoon untuk balik ke naskah.

"Kalau begitu, aku yang memilihmu untuk mati," pungkasku akhirnya.

Sunghoon menyeringai. Kali ini seringainya jauh lebih nyata. Aku memicingkan mata curiga. Ekspresi Sunghoon sangat aneh. Dia mengernyit penuh siksa. Apalagi gigitannya di leherku masih membekas. Aku yakin cekungan leherku terluka. Perih.

"Dengan senang hati, kita akan mati bersama." Sunghoon menjatuhkan lututnya ke lantai panggung. Aku ikut berlutut mengimbangi gerakan Sunghoon.

Panas itu makin menjalar. Suhu auditorium semakin memanas karena aku berhasil menggiring Sunghoon kembali ke dalam naskah. Aku benar-benar terbakar oleh malu selagi Sunghoon sukses mencium bibirku akibat tuntutan drama.

Panasnya bibir menggelora. Semesta sedang beradu seiring percik darah yang melaju cepat. Aku terbakar akibat reaksi penonton. Nun jauh di lubuk terdalam, aku beruntung mencicipi bibir Sunghoon. Besok, aku menjadi bintang baru yang akan dikejar banyak orang soal bagaimana rasanya mencium Sunghoon—atau barangkali aku kena serangan gila dari penggemar pemuda itu.

Akan tetapi, biarlah soal esok. Anehnya, panas itu kenapa semakin menyengat sewaktu Sunghoon menggenggam tanganku untuk terakhir kalinya di panggung?

******

Notes:

-ah/-ya : Akhiran dari panggilan nama orang. Jika -ah digunakan untuk nama yang berakhir huruf mati seperti Jaebum-ah. Begitu pula -ya digunakan untuk nama yang berakhir seperti huruf a, i, u, e, o. Contohnya Yuri-ya. Partikel imbuhan nama ini digunakan untuk teman sebaya atau orang yang lebih muda. Jika -ssi digunakan untuk orang asing/formal.

Eomma: Ibu

********
Revisi 16 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro