ʻ unwittingly | k. akira

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Name] melototi mesin minuman sambil memasang tampang bingung, mau beli soda atau susu. Setelah sekian detik lamanya dia mikir, telunjuknya memilih tombol dengan tulisan 'ocha' yang tertera.

Bingungnya apa, milihnya apa. Karena tadi ada bisikan di alam bawah sadarnya yang mengatakan bahwa, soda itu gak sehat, dan susu sehat tapi mengandung lemak. Ocha akhirnya jadi alternatif entah terbesit karena apa.

'Lah kok gue malah beli ini sih?' batinnya bingung akan kebingungannya yang berujung pilihan yang dipilihnya membuatnya jadi tambah bingung. Ya udah lah ya.

[Name] berbalik, tangannya menggenggam kaleng ocha yang baru ia beli.

bug

Tubuhnya menabrak sesosok, dengan perawakan yang agaknya lebih tinggi dari [Name]. Kaleng yang ada di tangannya refleks terlepas dan menggelinding di lantai koridor sekolah.

"Maaf."

"Maaf!"

Mereka berucap bebarengan. Sosok pemuda berambut hazel di hadapan [Name] kini merendahkan tubuh, mengambil kaleng yang menggelinding di bawah kakinya.

Pemuda itu lantas menyerahkan ke [Name] yang masih bergeming tak mengedipkan mata.

"Mm-makasih."

Si pemuda mengulas senyum ramah. Sebuah senyum indah yang baru [Name] temui selama 6 bulan bersekolah di Aoba Johsai.

Pemuda itu melenggang pergi, meninggalkan [Name] yang mematung. Dari kejauhan, ia lalu mendengar sorakan-sorakan gadis. Sorakan itu meneriakkan sebuah nama.

"Oikawa-senpai!"

'Anjir, kok gue baru tau ada makhluk ganteng kayak dia di sekolah ini?'

"Kun!"

[Name] nyengir sambil meletakkan nampan makan siangnya di meja yang ditempati kawan lelakinya seorang diri.

Kunimi Akira yang sedang menyantap makanannya, melirik tak bersemangat akan kehadiran [Name].

"Sendirian aja lo, tumben. Si lobak kemana?" tanya gadis itu. Ia beringsut duduk menghadap si pemuda berambut gelap.

"Ya mana gue tau."

"Kan lo berdua biasanya nempel."

Kunimi tak menanggapi, ia sibuk menyantap makanannya.

"Kun."

Kunimi mendongak, menatap cengiran yang masih terpatri di wajah [Name]. Ia menghela napas.

"Lo bisa gak sih, gak manggil gue 'Kun'. Kek apaan aja anjir," gerutu Kunimi.

"Kan itu panggilan sayang gue ke lo."

"Sayang gundulmu. Mau lo apa dah sekarang? Biasanya lo nyamperin gue kalo ada maunya."

[Name] mengeluarkan kekehan pelan. "Hehe, tau aja sih, Kun. Jadi gini ...," Gadis itu membenarkan posisi duduk. Tubuhnya ia condongkan mendekati Kunimi, "... lo anak voli kan?"

Kunimi mengangguk sekenanya. Dahinya berkerut kala [Name], salah satu teman cewek kelas yang akrab dengannya itu menanyakan perihal ekskul yang dia ikuti. Heran, iya. Biasanya cewek itu gak pedulian, tapi tiba-tiba di jam istirahat yang tenang itu nyamperin dia cuma mau nanyain hal tersebut?

Kunimi yakin pasti ada sesuatu. Pasalnya, dia cukup mengenal [Name]. Ralat, dia sangat mengenal baik [Name], meskipun mereka baru dipertemukan dari semester pertama di kelas satu.

"Lo akrab sama Oikawa-san, gak?"

"Iya, mungkin. Dia kakel gue waktu SMP juga."

Mendengar itu, mata [Name] langsung berbinar. "Serius? Jadi lo se-SMP sama Oikawa-san? Wah!"

Pemuda berambut gelap itu menaikkan alis. "Kenapa lo tiba-tiba nanyain Oikawa-san?" tanyanya, lantas mencoba kembali fokus pada makanan di piring yang belum habis.

"Dia emang sepopuler itu ya? Kok gue baru tau sekarang sih? Iya, Kun, gue baru tau ada cowok seganteng dia di SMA kita. Gue kemana aja selama ini anjir? Dari goa? Argh!" Kunimi hanya menyimak celotehan gak jelas [Name].

Pemuda itu sudah terbiasa menghabiskan momen mendengarkan celotehan [Name] seorang diri, mulai dari sambatan sepele hingga masalah hidup berat si gadis. Kunimi selalu setia mendengarkan. Tapi, sekarang kupingnya entah kenapa jadi panas.

"Jadi intinya?"

[Name] menatap Kunimi dengan penuh harap, "Kun, lo mau gak ngenalin gue sama Oikawa-san?"

"Gak."

"Met sore, Kun!"

Kunimi terperanjat ketika mendapati eksistensi [Name] saat ia menutup pintu lokernya. Gadis itu bersandar pada deretan loker sambil menatap teman berambut gelapnya tersebut dengan cengiran khas.

"Mau latihan voli, ya?" [Name] bertanya, dibalas anggukan kecil dari sang lawan bicara.

"Ngapain lo di sini? Gak pulang?"

"Gue pengin tahu, seorang Kunimi Akira yang tampangnya kek orang kekurangan motivasi hidup, gimana kalo dia lagi main voli? Kun, gue boleh numpang nonton latihan voli di gymnasium?"

Kunimi tidak menjawab, ia membenahi tas yang ia bawa, lantas berlalu meninggalkan tempat loker penyimpanan.

[Name] mengernyit heran, gadis itu kemudian berseru, "Kun, tungguin gue dong?" Ia berlari kecil mengekori Kunimi yang sudah beberapa langkah di depan.

"Akira-kun sudah datang? E-eh dia siapa?"

Pertanyaan itu berasal dari Oikawa Tooru, kapten voli pria di SMA Aoba Johsai, ketika melihat salah satu juniornya baru datang dengan membawa eksistensi sosok yang tampak asing.

"Maaf Oikawa-san, saya agak nelat tadi. Diaー"

"[Surname] [Name], salam kenal senpai! Saya teman Akira, saya ke sini mau lihat dia latihan. Boleh kah?"

Kunimi sontak mendelik. Ia menoleh ke arah [Name] yang ada di sampingnya. Bukan karena nama kecil Kunimi yang tiba-tiba gadis itu panggil setelah sekian lama, namun juga karena ketertegunan [Name] ketika berbicara seperti itu di depan Oikawa-san, dengan mata berbinar dan pipi yang bersemu merah.

Oikawa Tooru melempar senyum ramahnya. "Eh tentu saja boleh, kok! Salam kenal, [Name]-chan, teman Akira-kun."

Kunimi tahu, bahwa kehadiran [Name] saat ini bukan untuk melihatnya latihan. Itu hanya dijadikannya alasan, sebab sebenarnya yang gadis itu inginkan adalah melihat sosok Oikawa-san latihan secara langsung dan dari dekat.

Ia tahu, bahwa teman gadisnya itu sedang memiliki ketertarikan dengan kapten volinya. Dan ia tahu, ada sesuatu yang saat ini bak menyeruak dadanyaーsebuah perasaan ganjil yang belum pernah Kunimi rasakan sebelumnya.

Kalau diibaratkan, [Name] itu seperti langit pagi yang cerah dengan terik mentari yang penuh kehangatan, sedangkan Kunimi adalah langit kelabu yang mendung dan meneduhkan.

Kunimi bukan sosok yang mudah akrab dengan orang lain seperti [Name]. Dia cenderung cuek, tipe orang yang menyebalkan kalau didekati. Awalnya, Kunimi merasa risih dengan keberisikan [Name]ーgadis itu selalu berbincang apapun dengan bersemangat. Tapi toh, dia akhirnya menjadi terbiasa.

Ia terbiasa menjadi pendengar [Name]. Pun juga Kunimi mulai terbiasa ketika topik yang selalu dibincangkan gadis itu akhir-akhir ini adalah senior volinya yang sedang [Name] gemari.

Tapi, yang tidak biasa adalah ketika [Name] menghampirinya tidak dengan celotehan penuh semangatnya, namun dengan wajah yang tertunduk lesu.

"Lo kenapa? Gak ketemu Oikawa-san hari ini?" tanya Kunimi setelah melirik sekilas kehadiran [Name]. Ia meletakkan sepatu yang baru ia ganti ke dalam loker, kemudian menutupnya, lantas berfokus pada [Name] yang bersandar.

"Gue gak ada latihan hari ini, jadi sorry kalo gak bisa ngajak lo ke gymnasium buat ketemu Oikawa-san."

"Bisa gak sih, lo gak nyebut nama dia, Kun? Gue lagi bete."

"Hah kenapa? Biasanya juga lo menggebu-gebu kalo cerita dia."

[Name] menggigit bibir bawahnya. Napas dihela dengan berat. Pandangan gadis itu menatap nanar lantai sekolah.

"Udah kandas perjuangan gue, Kun. Oikawa-san ..., dia udah jadian sama cewek lain. Huhu, gue sedih, pengen nangis, pengen marah juga. Tapi gue sadar diri gue siapa."

Kunimi tertawa pelan usai mendengar penjelasan [Name] dan melihat wajah cemberutnya yang lagi galau. [Name] menoleh kesal.

"Setan lo, Kun. Teman sedih malah diketawain. Puas lo hah?"

"Sorry, habisnya lo lucu, [Name]."

Gadis itu makin merengut. Tidak habis pikir di saat-saat seperti ini Kunimi malah mengatainya lucu. "Terus gue harus gimana? Huwaa harusnya gue dari awal sadar diri ya, Kun. Cewek buluk macem gue mana ada yang mau?"

"Ada kok."

"Heh, gak mungkin. Siapa coba hahaha."

Kunimi menatap iris [Name] dalam. Ditatap lamat seperti itu, membuat [Name] mendadak merasakan sengatan aliran listrik.

"Kun, canda ya lo? Gak mungkin lo suka sama guー"

[Name] tidak sempat menyelesaikan kalimat tersebut, sebab Kunimi sudah mendorongnya dan mengunci pergerakannya. Menjadikan jarak mereka begitu dekat hingga mampu mendengar deru napas masing-masing.

[Name] tercekat. Tangan gadis itu yang dicengkeram Kunimi diarahkan ke dada bidang pemuda tersebut. [Name] dapat merasakan jantung Kunimi berdegup kencang melalui tangannya.

"Gue gak canda, [Name]. Lo itu bodoh atau emang gak peka?" ujar Kunimi dengan raut serius. Ia lalu beringsut menarik diri, tidak mau berlama-lama dalam posisi yang sangat canggung itu.

Seperti biasa, Kunimi lantas melenggang terlebih dahulu, meninggalkan [Name] yang masih mematung tidak percaya.

Iya, gadis itu masih tidak percaya atas apa yang baru saja terjadi. Kunimi Akira, teman cowok satu kelas yang selalu menjadi tempat berkeluhkesahnya selama ini, ternyata menyimpan perasaan padanya. Mungkin gadis itu memang bodoh hingga sampai saat ini tidak menyadarinya.

Padahal semuanya jelas, kala [Name] mengingat bagaimana selama ini Kunimi menatapnya dengan pandangan yang meneduhkan, bagaimana perhatian yang lelaki itu berikan meski seringkali Kunimi menutupinya dengan lagak menyebalkan.

[Name] mengepalkan tangan. Dilihatnya punggung Kunimi yang makin menjauh. Ia lalu berteriak.

"Kun, bgst ya lo! Apa-apaan itu tadi? Tanggung jawab udah bikin gue jantungan!"

Dari kejauhan, si pemuda berambut gelap itu memiringkan bibir sambil menggumam, "Kalau gitu, teruslah berdebar karena gue, [Name]. Seperti gue yang selalu berdebar karena lo, mesti tanpa pernah lo sadari."[]

[14/04/2020]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro