Danger

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kemungkinan untuk minggu ini cuma update sekali eue tapi kali ini dipanjangin kok ceritanyaaa, semoga suka ya ouo

Xerafina's POV

Kedua kakiku melemas dan tubuhku pun merosot menuju lantai, ku usap kedua pipiku yang basah akibat air mata yang terus menerus terjatuh dari kedua mataku. Aku mendongak menatap bulan yang bersinar terang, membuat air mataku semakin mengalir cepat mengingat kejadian beberapa jam lalu.

Angin menerpa wajahku kasar ketika kurasakan aroma mint kekayuan itu mulai menjauh dari jangkauanku, seakan-akan menamparku untuk mencegah kepergian Xavier. Ku peluk kedua kakiku erat lalu kutenggelamkan wajahku diantaranya, mencoba menghentikan tangis yang tak kunjung berakhir.

Pada saat itu, tepat setelah Xavier, Ayah dan Gregory memutuskan kapan akan melaksanakan duel keduanya, aku langsung bangkit dari dudukku dan meninggalkan ketiga pria itu dibelakangku. Namun ketika aku hendak meninggalkan ruangan itu, Ethan datang dan langsung merengkuh tubuhku kedalam dekapannya.

Kejadian selanjutnya yang ku ketahui ialah Xavier meninju wajah Ethan dan keduanya berkelahi didepan ruangan Ayah. Sementara aku hanya menonton mereka dalam diam dan memutuskan untuk meninggalkan keduanya.

Saat aku sudah sampai dikamarku, Xavier datang dan mengatakan bahwa ia melakukan ini semua untukku, untuk kedatangan werewolf yang berada didalam tubuhku. Namun aku melakukan pembelaan diri yang disambut tidak baik dengan pria itu, Xavier malah semakin meninggikan suaranya dan membanting pintu kamarku.

"Xerafina?"

Aku tertarik oleh kesadaranku dan tidak bergeming ketika suara Gregory memasuki indera pendengaranku. Setelah itu kurasakan Gregory berjalan masuk kedalam kamarku dan menuju tempatku berada. Aku tak tau apa yang ia lakukan saat ini, namun dapat kupastikan kini ia sedang mencoba duduk disampingku.

"Kenapa kau—"

"Jangan bicara padaku." Selaku tanpa menoleh padanya.

Kudengar ia menghela napas lalu terdiam sejenak. "Full moon, ya?"

Aku terdiam, tak berniat sedikit pun untuk membalas ucapannya ataupun menatapnya. Detik berikutnya aku menghela napas lalu bangkit dari dudukku dan hendak memasuki kamarku ketika secara tiba-tiba Gregory menahan lenganku dan menatapku dengan mata goldnya.

"Ada apa—"

"Kenapa kau menjadi seseorang yang berbeda, Gregory?" tanyaku sembari menunduk menatapnya dan membuat fase eyetransku datang.

"Aku pikir kau berbeda dari Ethan, Xander dan Xavier," lanjutku dengan suara sedikit bergetar. "Aku pikir kau tidak temperamental dan akan memikirkan perasaanku, aku pikir kau lebih baik dari mereka dan aku pikir kau akan mengerti kenapa aku datang kemari,"

Ku sentakkan tangan Gregory dari tanganku lalu ku dongakkan wajahku sejenak. "Tapi ternyata kau sama saja seperti mereka." Desisku lalu mengembangkan sayap merah marunku dan pergi meninggalkan balkon kamar dimana Gregory masih menatapku terkejut.

Ku kepakkan sayapku menuju langit yang semakin menggelap. Ini adalah kali pertama bagiku untuk menggunakan sayap, namun rasanya seperti aku telah hidup berabad-abad lamanya bersama dengan sayap ini. Sama persis seperti saat aku pertama kali bertemu Xavier.

Aku terbang begitu saja hingga tanpa kusadari bahwa kini aku telah melewati batas teritori, pulau dan melewati pemukiman warga. Ketika aku hendak menyentakkan tubuhku dan mempercepat lajuku, sebuah cahaya kecil menampakkan dirinya dihadapanku dan memintaku untuk mengikutinya.
Aku langsung menyadari keinginan cahaya ini ketika ia membawaku ke dalam hutan yang menurut para warga sekitar terdapat banyak binatang liar—Sky pernah menceritakannya padaku. Cahaya itu terus menuntunku hingga kami berada di pusat hutan dan dalam sekejap cahaya itu menghilang dari hadapanku. Namun perkataan Ethan tadi siang terngiang dibenakku, membuat sayapku semakin bersemangat dan membiarkanku menginjakkan tanah.

"Saat ini kau berada di Cygnus, dan rumahmu berada di Maegovanen, lebih tepatnya di Selatan dunia ini. Kau harus menyeberangi lautan dengan jembatan Selatan serta harus melewati Hutan Selatan dimana siapapun yang akan keluar dari hutan itu akan batuk berdarah dan para binatang liar serta pack Darkmoon akan memburumu dengan dingin."

Aku menyeringai senang ketika mengingat kata "memburu" ikut serta didalam hutan ini. Seketika perutku bergemuruh saat sebuah aroma memasuki indera penciumanku.

Oh, shit.

Aku menyimpan sayapku lalu berlari menuju asal dari aroma ini, aroma yang sangat menyegarkan hidungku dan membuat jarak pandang kedua mataku semakin melebar.

Aku berhenti berlari ketika aroma itu berada tepat dihadapanku, kulihat seekor serigala sedang terkapar di tanah dengan darah yang mengalir dari moncongnya. Seulas senyuman terlukis diwajahku ketika salah satu dari serigala yang mengelilingi bangkai itu menoleh kearahku dengan bekas darah dimoncong.

Aku menjilat bibirku ketika kurasakan salivaku hendak mengalir keluar, membuat serigala yang sedang melihatku menggeram dan membuat teman-temannya ikut menoleh.

"Wow, pendatang baru."

Aku menggigit bibirku agar dapat menahan nafsu yang akan segera membakar diriku, membuat seluruh serigala dihadapanku menggeram dan berubah menjadi manusia.

"Cantik sekali, siapa namamu?" tanya salah satu dari mereka.

"Kau ingin tau namaku?"

Wow! Suaraku berubah menjadi lebih serak dan basah ketika salah satu dari mereka menjilati darah yang ada ditangan mereka.

"Ya, sayang, siapa namamu?"

Aku pun menyeringai setelah mendengar ucapan pria dihadapanku, detik berikutnya aku berlari secepat mungkin dan menggapai leher werewolf dihadapanku itu lalu mematahkannya dalam sekejap. Kujilati darah yang mengalir di kepalanya yang telah terpisah dari tubuhnya, lalu membuang kepala itu asal.

"Ada tiga nama," jawabku pada mereka yang kini sedang menatapku lapar. "Xerafina,"

Aku kembali berlari ketika salah satu dari mereka berlari kearahku, namun dengan cepat aku menjatuhkan badanku dan mematahkan salah satu kakinya. Detik berikutnya aku bangkit dari posisiku lalu meraih dua kepala bersamaan yang berada dihadapanku dan memutuskannya dari tubuh mereka.

"Blake,"

Kali ini salivaku tak dapat kutahan lagi, dengan segera kuhampiri seorang werewolf yang kini sedang mencoba bangkit dari posisinya lalu menarik rambut pria itu sehingga badannya melengkung ke belakang.

"Katakan padaku, siapa namamu dan bagaimana caramu hidup?" tanyaku yang langsung membuatnya menelan ludah.

"Maafkan aku, Putri," Ucapnya dengan napas yang tersengal-sengal. "A—Aku, Tim—Tim Zavee,"

Aku pun semakin menarik rambutnya ke belakang dan membuatnya mengerang kesakitan, namun itu terdengar sangat merdu ditelingaku.

"Aku memakan werewolf lainnya agar dapat melawan Xave selanjutnya. Dulu aku nyaris terbunuh oleh Xave Juniel Xeria Rosemary."

Aku mendorong kepalanya kasar dan membuat wajahnya tenggelam diantara tanah. Lalu ku injak kepala pria itu sembari bersedekap.

"Omong-omong namaku Xerafina Blake Xands, jika kau mau tau," ujarku acuh. "Dan aku membutuhkan nyawamu."

Ku angkat kakiku dari kepalanya lalu ia pun bangkit dari posisinya, bersimpuh dihadapanku dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Apapun untukmu, Putri."

Aku tersenyum senang lalu menepuk kepala Tim. Setelah itu aku berjalan mendekati hasil tangkapanku dan kembali membuka mulut.

"Aku ingin seluruh bangkai ini berada dihadapanku secepat mungkin. Sebagai imbalannya aku akan memberikanmu satu tubuh temanmu," titahku lalu menoleh menatap Tim yang masih menundukkan kepalanya. "Kau masih ingin diam disitu?"

Dengan cepat Tim berdiri dan berjalan terseok-seok sembari mengumpulkan teman-temannya yang sudah tak bernyawa dihadapanku. Setelah ia melaksanakan tugasnya, Tim kembali bersimpuh dihadapanku dengan kepala yang tetap menunduk.

"Sebelum kau bisa makan, ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan," ujarku yang langsung dijawab dengan anggukan kepalanya. "Bagaimana cara membangkitkan werewolf yang ada didalam tubuhmu?"

"Aku tidak tau jika yang kau maksud dengan cara biasa, namun jika menggunakan sihir aku tau caranya." Jawab Tim masih dengan suara yang bergetar.

"Bagaimana kau tau bahwa aku adalah Putri?"

"Aku melihatmu dibola ramalan para cenayang yang berkumpul di Xilvonia kemarin. Disana dikatakan bahwa seorang Putri Raja akan kembali dan menjadi pemimpin di Istana," Tim pun menarik napas. "Cenayang itu bilang Putri Raja akan menemuiku dan meminta bantuan. Maka dari itu aku mengenalmu, Putri."

Aku tertawa masam sembari meraih kepala seekor serigala yang sudah terpisah dari tubuhnya, menggigiti daging yang berada dilehernya lalu menelan daging itu penuh nikmat.

"Aku bisa mendeteksi keberadaanmu mulai sekarang," ujarku sembari mengunyah daging serigala itu. "Jangan coba-coba untuk kabur dan melaporkan ini pada siapapun."

"Tentu, Putri. Dengan senang hati aku akan melayanimu." Jawab Tim semakin menundukkan kepalanya.

Aku pun membuang kepala serigala itu lalu kembali menarik rambut Tim dan membuatnya tersungkur kebelakang. Ia memegangi rambutnya yang aku tarik sembari memohon ampun padaku.

Aku memutar kedua bola mataku jengah lalu menginjak perutnya dengan wedges hitamku—oh astaga, aku baru ingat bahwa aku masih menggunakan pakaian pesta! Aku menggeram kesal ketika pandangan mata Tim mulai melirik kearah pahaku, membuatku semakin memperdalam injakanku pada perutnya.

"Katakan padaku, siapa yang lebih jahat diantara Gregory Blake Xands dan Xavier Huighstone?"

"X—Xavier Hu—Huigh—Huighstone."

Aku mengangkat kedua alisku bingung lalu mengangguk. "Kenapa?"

"A—Aku tak bisa me—mengatakannya, namun k—kurasa pack Da—Darkmoon bisa menjawabnya."

"Dimana pack Darkmoon berada?"

"S—Selatan pulau ini, kau b—bisa menemukannya dengan b—bantuan Ma—Max Milton."

"Max?" tanyaku sembari menatapnya tajam.

"Y—Ya, Putri."

Aku pun mengembangkan senyumku dan tersenyum pada Tim. "Terima kasih, Tim."

"Bukan ma—masalah, Putri Xerafina."

Detik berikutnya pria itu tersungkur kesamping ketika kupisahkan kepala malangnya dari tubuhnya. Wajahnya terlihat sangat damai, namun terlintas sebuah tetesan air mata dipipi kanannya. Aku pun berdecak lalu membuang kepala itu dari genggamanku, mengembangkan sayap merah marunku lalu kembali terbang menuju Barat pulau ini.

Menuju obsesi indahku.

.
.
.

Aku mengerjapkan mataku ketika sinar matahari mulai menembus kelopak mataku. Membuatku menguap dan mengusap wajahku kasar. Sekali lagi aku mengerjap lalu bangkit dari dudukku.

Semalam aku merubah pikiranku ketika hendak mencari keberadaan pack Darkmoon, aku memikirkan apa tujuanku kesana dan apa yang akan kulakukan nanti. Lagipula aku bukan werewolf.

Ketika aku hendak melompat turun menuju tanah—omong-omong aku tertidur diatas pohon—seseorang mengusap kepalaku dan lantas membuatku menoleh kearahnya.

"Kerja bagus, Putri Xerafina," ujar Gregory sembari tersenyum. Aku pun mendengus lalu melompat menuju tanah.

"Aku akan menemanimu mencari Max!"

Dengan segera aku mendongak setelah menginjakkan kakiku di tanah, menatap Gregory acuh lalu mengibaskan tanganku sembari kembali berjalan menjauhinya.

"Aku akan menceritakan apapun yang ingin kau ketahui, Putri!" Serunya lagi saat aku sudah mulai berjalan menjauh. Namun lagi-lagi aku tak peduli dengan apa yang ia katakan.

"Aku akan menjawab apapun yang kau tanyakan, Putri! Termasuk siapa sebenarnya Xavier!"

Aku berhenti berjalan lalu membalikkan badanku dan menatap Gregory sembari bersedekap. Ku putar kedua mataku jengah dan menghela napas.

"Apa yang kau inginkan?" tanyaku malas.

"Aku ingin kau kembali dan menonton duelku dengan Xavier, selepas itu—jika aku menang—aku akan membiarkanmu bebas, aku tak akan memaksamu untuk hidup di packku." Jawabnya lalu melompat dari pohon dan berjalan menghampiriku.

Aku tertawa masam lalu eyetransku pun bekerja. "Ada yang ingin kau katakan lagi?"

Kulihat Gregory menggaruk tengkuknya lalu menatapku dengan mata goldnya. Kedua matanya berkilat namun tidak ada kemarahan diantaranya.

"Aku minta maaf karena telah mengikutimu diam-diam dan menguping segala pembicaraan yang kau lakukan," ujarnya. "Soal semalam, aku juga minta maaf jika ada sesuatu yang membuatmu kesal."

Aku mengangkat kedua alisku lalu menepuk kepala Gregory lembut. Kulihat kedua matanya sedikit terbelalak dan ia menelan ludahnya. Aku pun tersenyum lalu mencubit pipi Gregory.

"Ya, aku memaafkanmu," jawabku sembari mengangguk lalu berbalik badan dan kembali berjalan. "Tapi kau harus mengantarku pada Max terlebih dahulu menuju rumahku."

"Itu adalah  perkara mudah, Pu—" aku pun menyela ucapan Gregory.

"Xerafina, tanpa Putri." Titahku. Dan dalam sekejap kini Gregory menyamakan jalanku lalu menoleh dan menatap dahiku.

"Aku akan melanggar peraturan jika memanggilmu tanpa Putri."

Aku berdecak lalu memutar kedua bola mataku jengah. Ku balas tatapan Gregory tajam lalu bersedekap.

"Xerafina atau tinggalkan aku?" tanyaku yang sontak membuatnya mengerutkan dahi. Aku mengangguk lalu kembali menurunkan tanganku dan menatap jalanan dihadapanku—oh, tidak ada jalan, kurasa.

Namun detik berikutnya yang kuketahui ialah Gregory kembali berada disisiku dan menatapku tepat di mataku. Oh shit, kali ini mata goldnya menatapku intens dan terlihat sangat sexy. Dan aku pun mulai mencerna mengapa tidak ada satupun yang berani menatap aku maupun saudaraku.

"Ya, Xerafina, aku akan membantumu." Ujarnya lalu tersenyum.

Oh astaga! Bunuh aku!

"Bagaimana jika kita mencarinya dengan lebih cepat? Kau tidak keberatan 'kan?" tanya Gregory yang membuatku mengerutkan dahi bingung.

"Aku akan menggunakan kekuatanku untuk melacak keberadaan rumahmu, dan kau menggunakan kekuatanmu untuk melihat jalan yang cukup dekat dan aman. Bagaimana?"

Tepat setelah itu aku mengangguk dan langsung mengembangkan kedua sayapku. Dan seketika tubuh Gregory pun berubah menjadi werewolf yang memiliki bulu berwarna kelabu. Tubuhnya sangat besar dan kuat, bahkan tingginya nyaris setinggi tubuhku.

Aku mengusap wajah Gregory lembut, sudah lama tidak merasakan hangatnya bulu seekor serigala yang menyapu jemariku. Dan gemuruh diperutku kembali datang, membuatku menghirup udara disekitarku banyak-banyak demi meredam obsesi indahku.

"Kau butuh darah, Xerafina?"

Aku menggeleng, menjatuhkan tanganku dari wajahnya lalu mengepakkan sayapku. Sesuatu yang aneh menarik perhatianku sejak aku menyapukan jemariku pada bulu kelabu Gregory. Aku menghirup aroma disekitarku banyak-banyak, membuat eyetransku kembali bekerja keras dan menampakkan cahaya biru yang seolah-olah memintaku untuk mengikutinya.

"Apa warna cahaya Ibu?" tanyaku.

"Biru."

"Dimana Ibu?"

Ku lihat Gregory terdiam sejenak, namun setelah itu ia menggeleng dan mengalihkan pandangannya. "Ibu telah tiada."

Aku menahan napasku terkejut ketika Gregory mengatakan Ibu telah tiada. Membuatku menggelengkan kepala lalu mendongak menatap cahaya yang melayang di udara.

"Darimana kau tau Ibu sudah meninggal?" tanyaku lagi yang lantas membuat Gregory seketika berada dihadapanku.

Kedua mata Gregory berkilat marah tepat setelah ia menatapku, telinganya berdiri tegak dan terdengar geraman kecil dari dalam tubuhnya.

"Dia merelakan nyawanya untuk mencari keberadaanmu beberapa minggu lalu dengan cara mengikuti samar-samar cahaya yang tersisa di dekat kejadian 19 tahun lalu."

Aku mengangguk, menghela napas sejenak lalu menepuk kepala Gregory lembut. "Kau salah, Gregory, ia disini."

"Apa?" Kedua mata Gregory pun semakin berkilat marah, namun itu sama sekali tak membuatku ketakutan. "Ia sudah meninggal! Para cenayang tak bisa menemukan keberadaannya—"

"Ibu memasuki tubuhku beberapa hari lalu, ia berbicara pada Xavier entah kapan dan ia yang menciptakan sayap ini," jelasku lalu kembali menghirup aroma air laut yang seketika menyeruak masuk ke dalam hidungku. "Dia telah menungguku."

"Xerafina, aku tidak bisa—"

"Sialan! Pergi saja kau jika tidak ingin mengikutiku!" bentakku yang lantas mendapat geraman dari Gregory. Aku memutar kedua bola mataku jengah dan sebuah geraman terdengar dari diriku.

Gregory pun melolong lalu kembali menatapku dengan mata goldnya yang semakin menajam. Membuatku menghela napas malas lalu mengibaskan kedua tanganku dihadapannya.

"Aku tau kau seorang Alpha, tapi sayangnya itu tak berlaku bagiku, Gregory."

Gregory memundurkan tubuhnya dariku perlahan-lahan, namun ia masih menatap dan menggeram kearahku. Aku pun tertawa masam lalu kembali menatap cahaya biru yang masih melayang diatasku, selanjutnya aku mengikuti cahaya itu dan terbang secepat mungkin.

Namun sebuah suara yang sangat kukenali terdengar ketika aku nyaris mencapai cahaya biru itu.

"Putri Xerafina! Seseorang sedang mencoba membunuh Ratu Aqua!"

To be continue

Xave = Semacam pahlawan di Ave--latar belakang ff ini, orang sama waktu kemunculannya si Xave bisa kapan aja.

Anw ff ku yang ini ada sedikit hubungannya sana ffku yang Ave ya. Gak banyak kok :v Makasi yang udah vomment!


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro