Leave

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Merritt Patterson as Lyra James

Yang kemaren diganti yaa:v

Enjoy~

Author's POV

Lyra terus menerus menggenggam kedua tangan Xavier yang mengepal didepan perutnya. Mencoba menahan amarah Xavier ketika Sky dan Xander secara mengejutkan ikut menghadiri pertemuan dengan Ethan serta Gregory.

Perlu diketahui satu hal, Xavier dan Xander adalah saudara kembar yang memiliki kepribadian bertolak belakang. Walaupun keduanya memiliki sifat temperamental, bukan berarti keduanya dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang sama. Dan Xander tentunya akan lebih gila dalam memutuskan sesuatu.

Satu hal lagi, Xander adalah seorang pemaksa. Jika seseorang bertanya tentang hubungan Xander dengan Xavier, maka ia akan memaksa bahwa ia adalah kakaknya.

"Aku ingin bertanya," ujar Lyra pada akhirnya. "Bagaimana kalian tau bahwa aku adalah kakak kalian dan namaku Xerafina?"

"Xe—Xerafina?" tanya Sky terkejut.

Lyra pun menoleh kearah Sky yang kini sedang menatap Ethan dan Gregory tak percaya. Lyra mengangkat kedua bahunya tidak peduli lalu kembali menatap Ethan yang berada tepat di seberang ujung meja.

"Aromamu—"

"Grrr."

Xavier menggeram ketika ia harus berbagi aroma Lyra dengan werewolf lain. Membuat Lyra menghela napas lalu mengusap-usap tangan Xavier lembut. Lyra pun kembali menatap Ethan seakan-akan menyuruhnya untuk melanjutkan kalimatnya.

"Dan cahaya disekitarmu— aku bahkan tak bisa melupakannya— bersinar lebih terang dari biasanya, berwarna merah marun bercampur biru navy. Mengingatkanku pada ibu."

Xander berdecak lalu bersedekap setelah mendengar penuturan Ethan. Entah ia harus merasa senang atau tidak karena Lyra telah bertemu dengan adiknya.

Sementara Lyra memikirkan pertanyaan selanjutnya, Xavier membuka mulutnya dengan kedua mata yang sudah menghitam.

"Bagaimana bisa kau menemukan Lyra?"

Kali ini Ethan terdiam, membuat Gregory terpaksa menjawab. "Kami memiliki indera penciuman yang werewolf lainnya tidak miliki. Lebih sensitive dan lebih tajam, namun hanya untuk aroma keluarga kami."

"Jadi itu alasan kenapa kau dan kakakmu bisa bertemu kami di hutan dan datang kemari?" tanya Xavier dingin yang dibalas anggukan kepala dari Gregory.

"Jika kalian adalah werewolf, apakah aku juga seorang werewolf?"

Seluruh pasang mata pun tertuju pada Lyra yang sedang menatap Gregory serius. Lagi-lagi jarak pandang Lyra melebar dan menjernih, tatapan tajam itu kembali menghiasi mata gadis itu.

"Jika salah satu dari orang tuamu adalah Hybrid atau half, kemungkinan besar kau bukan salah satu dari kami." Sahut Xander dengan nada sedikit mengejek.

Dengan gerakan cepat Lyra menarik kepala Xavier untuk menghirup aromanya agar sang mate tidak kehilangan kendali. Karena Xavier dan Lyra sadar dengan kehadiran Xander hanya akan memperburuk keadaan.

"Gregory?" panggil Lyra.

"Shit! Kau dengar itu, Gory? Ia memanggilmu! Astaga aku merindukan suaranya saat memanggil namamu!" ujar Chris didalam kepala Gregory.

"Ah, itu," Gregory pun berdehem lalu menatap Lyra sama seriusnya. "Aku belum tau apapun tentang itu. Namun perkataan Alpha Xander ada benarnya."

"Orangtua kita adalah Hybrid?"

Gregory mengangkat kedua bahunya ragu. "Entahlah, aku tidak bertemu dengan mereka lagi sejak kejadian itu. Oh, aku bahkan tidak tau bagaimana wajah mereka."

"Ethan?"

Pria yang disebut namanya pun mengangkat wajahnya lalu menatap Lyra. Kedua mata goldnya sedikit berbinar, namun sorot dinginnya tak surut lepas dari tatapannya.

"Sesungguhnya aku ingin membawamu ke pack ku untuk sementara."

"Untuk apa?"

"Hanya saja— aku," Ethan pun menarik napas. "Aku merindukanmu, Xerafina."

Xavier menendang meja dihadapannya. Membuat meja itu bergeser dan nyaris mendorong tubuh Ethan dan Gregory.

"Kau harus memanggilnya dengan Luna, sialan!" geram Xavier yang langsung dibalas dengan geraman tertahan Ethan.

"Kau belum menandainya, bodoh!"

"Persetan dengan menandai, dia milikku!"

"Hentikan."

Xavier dan Ethan langsung terdiam ketika Lyra mengeluarkan suaranya dengan sangat tenang. Membuat Xavier menghela napas dan mengusap wajahnya kasar, sementara Ethan hanya bisa menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi yang ia gunakan.

Lyra memutar tubuhnya dan menatap Xavier yang kini sedang menatap dirinya malas. Membuat Lyra menunduk menyesal lalu mengusap rambut hitam Xavier lembut.

"Maaf, aku butuh berbicara dengan mereka," ujarnya lalu menatap Xavier yang sedang menahan marah. "Hanya dengan mereka."

Xavier memutar bola matanya jengah, diraihnya pinggang Lyra seakan-akan memintanya untuk berdiri. "Aku akan menyuruh Larry untuk mengawasi kalian, tak ada penolakan." Ujarnya lalu berjalan menuju pintu keluar sembari meraih kerah baju Xander dan menariknya keluar.

Setelah Xander dan Xavier keluar dari ruangan tersebut, Larry pun menampakkan dirinya dan berdiri disamping kursi Lyra. Sementara Lyra hanya memandang Sky bingung, kenapa gadis berambut biru itu tidak ikut keluar bersama Xander?

"Sky? Kau—"

"Ada yang ingin kubicarakan juga padamu. Tidak apa, kan?" tanya Sky.

"Ya, nanti," jawabnya lalu kembali menatap Ethan. "Ngomong-ngomong, kau adalah seorang Alpha, kan?"

Ethan pun mengangguk. "Ya, Xavewoods pack. Ketiga terbesar setelah pack Gregory."

"Oh, Gregory seorang Alpha juga? Bagaimana bisa?" tanya Lyra sembari melirik Gregory.

Gregory menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu membalas tatapan Lyra. "Ethan tidak mau menjadi Alpha saat itu, jadi ayah memintaku untuk menggantikannya. Beberapa hari setelah penobatan, ia menyesalinya dan membuat pack sendiri."

Lyra pun mengangguk mengerti. "Maaf jika ini terasa tidak sopan, tapi bolehkah aku tau nama packmu?"

"Tentu saja, Fin," jawab Gregory dengan senyum yang merekah. "Red Fire, pack ku."

Lyra mengerjapkan matanya sejenak. Red Fire? Seperti yang Xavier katakan padanya beberapa jam lalu, sebuah pack yang sudah menyadari keberadaan Lyra sejak pertama kali Xavier dan Lyra bertemu beberapa hari lalu.

"Ada apa, Fin? Apakah Alpha Xavier mengatakan sesuatu tentang pack ku?"

"Ah, tidak," jawab Lyra saat ia sudah tersadar dari lamunannya. "Soal tawaran Ethan untuk datang ke packnya itu, aku tentu tidak bisa ikut dengan kalian."
"Kenapa? Apakah karena Alpha itu?" tanya Ethan sinis.

Lyra pun menggeleng lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dibelakangnya sembari bersedekap. "Karena aku tidak mau."

"Tidakkah kau merindukanku, Fin?" sahut Gregory.

Lyra terdiam lalu menghela napas. "Aku percaya bahwa kalian adalah adikku, tapi kenapa sesuatu didalam benakku membuatku ragu?"

"Seperti sesuatu yang hilang?" timpal Sky yang lebih seperti pertanyaan.

"Ya, sesuatu yang kurang sempurna dan membuatku tidak merasakan adanya darah dan daging yang sama diantara kita," Jawab Lyra masih menatap Ethan. "Apa yang terjadi padamu saat Rogues menyerang saat itu?"

"Mereka  tidak menyerang, mereka mencoba menyelamatkan kami."

Lyra mengangkat kedua alisnya bingung. "Dan saat mereka hendak menyelamatkanmu, kau sudah berlari terlalu jauh dan memasuki wilayah pack lain."

"Kebetulan Grace menjadi seekor Rogue yang berada didekat wilayah yang kau datangi, sehingga ayah memintanya untuk menjagamu sampai saat ini." Tambah Gregory.

"Sebenarnya, siapa Grace?" tanya Lyra lagi.

"Adik ayah,"

Lyra pun memijat keningnya yang mulai berkedut. Memori-memori akan masa kecilnya mulai berdesakan untuk masuk kedalam benaknya. Dan satu-satunya yang berhasil membuatnya tersadar adalah namanya. Ia bukan Lyra James.

"Dan sesungguhnya kau melarikan diri bersama kakak tertua. Kau tidak sendiri saat itu, namun ketika kau bertemu dengan Grace, kau berbicara seolah-olah kau amnesia dan kakak tertua memutuskan untuk diasuh oleh Klinx—matenya Grace."

Lyra mendongakkan kepalanya dan kembali menatap kedua adiknya itu. Namun arah pandang kedua adiknya teralih pada gadis berambut biru yang sedang berbalas tatap dengan Ethan serta Gregory.

"Tunggu— jangan bilang,"

Lyra ikut mengalihkan pandangannya dan menatap Sky terkejut.

"Tidak mungkin, ia adalah pengendali,"

Lyra menggelengkan kepalanya tak percaya. Dan sebuah perkiraan terburuk pun terngiang dibenaknya.

"Tidak mungkin aku adalah seorang pengendali."

Sky menoleh dan menatap Lyra dengan senyuman diwajahnya. Membuat Lyra menelan ludahnya dan menarik napas panjang. "Kau— kau bukan— kakakku, kan?"

Sky pun semakin melebarkan senyumannya. "Ngomong-ngomong, aku bukanlah seorang pengendali. Aku adalah elf yang memiliki kekuatan udara dan healing," ujarnya yang semakin membuat jantung Lyra berdetak kencang.

"Dan aku memang kakakmu."

.
.
.

Lyra's POV

Aroma blueberry itu pun menyeruak masuk ke dalam hidungku bersamaan dengan munculnya sebuah cahaya disekeliling tubuh Sky. Aku melirik kearah Ethan dan Gregory, warna cahaya mereka semua sama.

Merah marun.

Aku pun menggeleng tak percaya ketika Sky terus meyakinkanku bahwa ia adalah kakakku. Membuatku menoleh kearah Gregory yang kini sedang menatapku serius.

"Sky adalah kakak kita, Fin, kau harus percaya itu." Ujar Gregory tenang.

"Ya, aku bisa mempercayainya jika ia bukan elf."

"Kenapa?"

Aku terdiam dan menarik napas panjang, mencoba menenangkan diriku yang seketika terguncang akibat kedatangan Sky ke dalam hidupku. Ku telan ludahku gugup lalu kembali menatap Sky dengan sedikit santai.

"Apakah kau juga werewolf?" tanyaku yang langsung dibalas oleh gelengan kepalanya.

"Aku menuruni kekuatan murni ibu," jawabnya lembut. Oh astaga, seharusnya aku bersyukur memiliki kakak sebaik dia. "Kau sama seperti Ethan, mendapat kekuatan ibu dan ayah. Namun kau jauh berbeda darinya."

Aku pun menoleh kearah Ethan, pria itu sedang menatapku sendu, tak ada lagi sorot dingin diwajahnya. "Apa yang membuatku berbeda dengannya?"

Ethan mengalihkan pandangannya dariku lalu menenggelamkan wajahnya diantara kedua tangannya diatas meja. Sementara aku kembali menoleh kearah Sky, memintanya untuk menjelaskan lebih banyak.

"Kekuatan ibu mengalir lebih dominan didirimu, namun itu tak mengartikan bahwa kau tidak memiliki werewolf," jelasnya yang membuatku senang seketika. "Namun ibu pernah mengatakan, jika matemu tidak menyukai keberadaan elf didalam tubuhmu, kau akan berubah menjadi seperti seorang psikopat."

Psikopat?

Aku mematung ditempatku duduk. Seketika obsesi anehku itu menghampiri benakku dan detak jantungku memompa dengan cepat, pandangan mataku memburam serta bumi ini seakan-akan berputar mengelilingiku.

Detik berikutnya kudapati Sky, Gregory dan Ethan sudah berada dihadapanku, sebuah kerlap-kerlip berwarna biru keluar dari kedua tangan Sky yang kini berada didepan wajahku. Sementara Ethan mengusap-usapkan tangannya didahiku dan membuat pandanganku kembali fokus.

Setelah itu aku mengerjap untuk beberapa kali lalu mencoba menatap pintu yang Xavier lewati beberapa menit lalu. Jarak pandangku masih sangat luas, membuatku melirik kearah Larry yang sepertinya sedang berkirim telepati dengan Xavier.

"Xavier." Panggilku, tapi tak ada suara sama sekali yang keluar dari mulutku.

Aku meraih kedua tangan Sky lalu menatapnya panik, namun Sky malah tersenyum dan menyuruh Ethan serta Gregory untuk berjalan mundur. Aku menoleh kearah kedua adikku dan mendapati keduanya menunduk—menjaga pandangannya dariku.

Namun rasa sakit itu mulai menjalar dipunggungku, membuat pandanganku semakin menjernih dan sorot mataku menajam. Kudengar Larry berbicara pada Gregory tentang Xavier yang lantas membuat punggung semakin sakit.

Aku terjatuh dari kursiku dan mendongak menatap langit-langit ruangan Xavier. Kali ini sensasi dipunggungku berubah menjadi gatal, namun ketika aku hendak menyentuh punggungku, sesuatu yang sangat berat menggantung dikedua punggungku dan sebuah bulu berwarna merah marun melayang didekatku.

Sayap?

Aku menolehkan kepalaku dan mendapati sebuah sayap yang cukup besar terbentang dipunggungku. Aku menahan napasku tak percaya ketika sayap ini terlihat begitu indah, ditambah lagi dengan kerlap-kerlip berwarna putih yang menghiasi setiap ujung sayapku.

Aku meraih ujung meja dihadapanku sebagai tumpuanku untuk berdiri. Kakiku bergetar lemas namun terasa begitu bersemangat saat berhasil berdiri dengan sempurna.

Aku baru saja ingin mengagumi sayapku lebih lanjut jika Xavier tidak memasuki ruangan ini dengan emosi yang memuncak serta kedua mata hitamnya yang berkilat  marah. Ia berjalan kearahku dengan tangan yang terkepal, membuat Ethan dan Gregory dengan siaga menjaga diriku.

Ketika Xavier sudah sampai dihadapanku, tanpa kusadari tangan kananku merambat naik dan hendak menyentuh dadanya yang tidak menggunakan sehelai benang. Namun sebuah suara yang sangat dingin membuat tanganku berhenti bergerak dan sayapku bergetar semangat.

"Jadi kau adalah elf?"

Aku terdiam tak berani menjawab pertanyaan Xavier. Namun sebuah suara mengisi gendang telingaku dan menjawab pertanyaan Xavier. "Ya, dia elf."

"Diam, brengsek!" bentaknya sembari menoleh kearah kananku.

Aku memejamkan mataku sejenak lalu menurunkan tangan kananku. Ku tatap Xavier dalam-dalam, seakan-akan memintanya untuk lebih tenang.

"Katakan padaku, apakah kau seorang elf?" tanyanya lagi dengan Alpha tonenya.

Aku menggigit bibirku gugup lalu mengangguk kecil. "Ya."

"Shit!" Ia mengumpat sembari membalikkan badannya dan mengusap rambutnya ke belakang dengan kedua tangannya. Setelah itu ia kembali berbalik dengan tatapannya yang semakin menusukku dan bersedekap. "Kau tau, aku membenci elf."

Aku menahan napasku ketika mendapat pengakuan blak-blakan dari Xavier. Membuat sayapku semakin bergetar semangat namun tidak dengan hatiku yang patah berkeping-keping.

"A—apa?"

"Aku membenci elf. Ibuku meninggal karena sekelompok elf, dan kini, aku harus kembali dihadapkan dengan mateku yang seorang elf juga?"

Aku mengerutkan alisku tak percaya lalu ikut bersedekap. "Jadi kau menyalahkanku? Kenapa tak kau selesaikan saja masalah itu sendiri tanpa menyalahkanku?"

"Karena kau adalah elf." Desisnya padaku. Oh God! Kenapa disaat seperti ini ia malah marah padaku?

"Dan apakah itu berarti kau akan merejectku? Begitu?" tanyaku yang lantas membuatnya bungkam. "Aku bukan sepenuhnya elf, Xav, aku seorang half. Berhentilah mendahului dendammu."

"Tetap saja, kau adalah—"

"AKU HALF, XAV, AKU HALF!" jeritku padanya. "Aku tidak peduli jika aku harus kehilangan sayapku jika itu berarti kau akan menerimaku!"

Xavier pun memutar kedua bola matanya jengah. "Dan jika kau kehilangan sayapmu itu tidak berarti kau bukanlah seorang elf lagi."

"Astaga, Xavier!"

"Berhenti membentakku, Lyra!"

Aku terhenyak ketika ia tidak memanggilku dengan sebutan yang biasa ia gunakan. Membuatku berspekulasi bahwa ia marah besar padaku.

Aku pun menurunkan kedua tanganku lalu menyimpan sayapku—yang entah bagaimana caranya bisa menghilang dalam sekejap. Jarak pandangku kembali menyempit dan sebuah cairan pun menumpuk dikedua mataku.

"Dengar, aku tak tau harus berkata apa lagi jika sudah seperti ini," ujar Xavier masih dengan Alpha tonenya. "Aku mencintaimu tapi rasmu telah membunuh ibuku."

Aku mengangguk lalu meraih kedua bahu hangat Xavier, rasanya aku sangat ingin memeluknya dan menangis didekapannya. Namun gengsiku terlalu tinggi, dan ia membenciku—secara tidak langsung.

Aku menarik napas sejenak lalu menatapnya berbinar. "Kalau begitu, aku akan pergi bersama Ethan dan Gregory."

Kulihat kedua alis Xavier berkerut, matanya mengatakan padaku untuk tidak pergi namun sebuah hantaman besar berhasil membuat kakiku semakin bergetar lemas. "Baiklah."

Aku menurunkan kedua tanganku dari kedua bahunya, sedikit berjinjit lalu berbisik tepat didepan bibirnya.

"Saat kau terbangun dari tidurmu dan hatimu mencariku, katakan padanya bahwa yang mengetahui keberadaanku hanya dirimu." Ujarku lalu mengecup bibirnya kilat. Dan setelah itu, aku melenggang pergi bersama seluruh saudaraku dan menangis dalam diam.

To be continue



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro