My House

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lyra menelan ludahnya, ia mencoba untuk menahan getaran dikakinya ketika pria bermata hitam legam itu menghampirinya. Bagaikan sebuah patung, Lyra benar-benar tak dapat menggerakan tubuhnya, seakan-akan keberadaan pria ini membuatnya sedikit ketakutan—walaupun jelas-jelas ia menatap kagum pria dihadapannya.

Pria itu pun memeluk Lyra erat sesaat setelah ia berada dihadapan gadis itu, membuat Lyra kembali menelan ludahnya lalu membuka mulut. "Siapa namamu?"

Pria dihadapannya pun melepas pelukannya lalu mengikis jarak diantara wajah mereka. "Xavier Huighstone, panggil aku Xavier."

"Xavier.."

Xavier pun tersenyum lalu mengecup pelan bibir Lyra yang lantas membuat kaki gadis itu semakin bergetar lemas. "Aku akan membawamu kerumahku."

"Ti—tidak. Aku harus menemani ibuku."

"Grace, ya?" tanyanya.

"Siapa dia?"

Xavier pun menghela napasnya lalu kembali memeluk Lyra. "Ibumu, seekor serigala berbulu kemerahan, berasal dari ras omega namun lebih memilih untuk menjadi rogue. Aku kenal dia."

Lyra mengernyitkan dahinya. Ia tidak benar-benar mendengarkan perkataan Xavier, ia hanya sibuk mendengarkan detak jantung Xavier yang begitu cepat serta kenyamanan dari dekapan pria yang baru saja ia kenal ini. Lyra bahkan baru sadar bahwa Xavier memiliki tubuh yang sangat atletis dan sedikit keras—walaupun begitu nyaman.

"Lyra?"

Tanpa ia sadari, Lyra meraih punggung Xavier dan membalas pelukan pria itu hangat. "Apa?"

"Apakah kau mendengarkanku?"

"Aku mendengarkanmu." Jawab Lyra sembari menggerak-gerakan kepalanya di dada bidang Xavier, membuat pria itu menggeram tertahan dan menahan sesuatu yang ingin keluar dari tubuhnya.

"Berhenti, sayang." ujar Xavier.

Lyra pun mengangkat kepalanya dan menatap kedua mata Xavier yang kini berwarna hijau tua. Dan lagi-lagi tatapan itu membuatnya teralih dari dirinya sendiri, membuat Xavier tertawa kecil lalu mencium bibir Lyra dengan lembut.

Memang ini adalah kali pertama Lyra bertemu dengan Xavier, walaupun begitu, rasanya seperti ia telah mengenal Xavier sejak lama. Sesaat setelah Xavier melepaskan ciuman mereka, Lyra pun merengkuh wajah Xavier tanpa ragu.

"Ini adalah kali pertamanya aku bertemu denganmu, tapi, kenapa rasanya aku telah mengenalmu sejak lama?"

Xavier pun menurunkan tangannya menuju pinggang Lyra, lalu ia tersenyum. "Aku sudah mengamatimu sejak kau lahir, Lyra, aku telah menunggumu dan aku sering mengunjungimu disaat kau tertidur. Apakah kau ingat?"

Lyra menggigit bibir bawahnya ragu lalu menggeleng. "Aku tidak ingat."

Sorot kecewa pun tercetak jelas dimata hijau milik Xavier, membuat pria itu menenggelamkan kepalanya di antara leher dan bahu Lyra lalu menghirup aroma vanilla yang dapat membuatnya tenang. "Pada intinya, aku datang untuk menjemputmu. Datanglah ke rumahku malam ini."

"Tidak," jawab Lyra sembari menutup matanya. "Aku tidak akan meninggalkan Ibu."

"Kau dalam kondisi bahaya, sayang, banyak yang akan menghampirimu." Ujar Xavier disela-sela aktifitasnya.

"Aku bisa menjaga diriku."

"Tidak, kau tidak bisa," Xavier pun menghentikan aktifitasnya lalu kembali menatap Lyra yang kini sedang membuka matanya. "Hanya aku yang bisa menjagamu."

Kini gadis itu menurunkan kedua tangannya dari wajah Xavier lalu menatap pria itu tenang. "Ibuku juga bisa."

"Lyra!"

Gadis itu pun tersentak ketika Xavier meninggikan suaranya, membuat sorot matanya berubah menjadi tajam dan penuh siaga.

"Hanya aku yang bisa melindungimu! Tak ada yang lain!"

Lyra menggeleng. "Grace bisa melindungiku. Kita baru saja berkenalan dan bagaimana bisa kau mengatakan hanya kau yang bisa melindungiku?"

"Aku sudah mengenalmu sejak lama, Lyra! Aku—"

"Jika kau sudah mengenalku sejak lama kenapa kau tak ada disisiku disaat para rogue membunuh orang tuaku?" Tanya Lyra yang sontak membuat Xavier terdiam. Namun rahang pria itu terkatup dan mata hijaunya kembali menjadi hitam legam.

"Lyra—"

"Kenapa kau tak ada disaat itu?" lirih gadis itu.

Xavier pun memejamkan matanya sejenak lalu kembali menatap Lyra bersalah. "Maaf, aku hanya—"

"Aku mengerti," potong Lyra. "Aku tau jelas apa yang membuatmu datang kemari dan selalu mengunjungiku sejak dulu, walaupun aku sendiri tidak tau siapa aku."

Setelah mendengar ucapan gadis itu, Xavier pun mengembangkan senyumannya dan kembali mengecup bibir manis Lyra. "Jadi, apakah kau mau ke rumahku?"

"Kau harus meminta izin pada Grace."

Pria itu semakin mengembangkan senyumannya lalu menciumi wajah Lyra di tempat yang berbeda-beda. "Ayo."

Tubuh Xavier ditumbuhi bulu-bulu berwarna gold ketika mereka hendak meninggalkan tebing itu. Sebuah taring runcing pun ikut tumbuh digiginya dan kedua mata itu kembali menjadi warna hitam legam.

Di raihnya leher dan lutut Lyra lalu diangkatnya gadis itu bak kapas. "Berpegangan, sayang, ini akan menjadi sangat kasar."

Lyra tersenyum lalu memeluk leher Xavier erat. "Aku siap."

.

.

.

"Xavier?"

Lyra melihat mata ibunya sedikit terbelalak. Entah apa yang sedang Xavier dan Grace bicarakan dalam mindlink sesama serigala.

"Lama tak berjumpa, Grace Laxvord."

Gadis itu pun beranjak dari duduknya ketika Xavier tersenyum kearah Grace, membuat Xavier menoleh kearah Lyra lalu bertanya kepadanya. "Aku akan membuatkan minuman. Apakah kau suka teh?" jawab Lyra lalu berbalik bertanya.

"Apapun yang kau buat, aku suka."

Lyra tersenyum lalu beranjak pergi menuju dapur, meninggalkan dua serigala—salah satunya adalah werewolf—di ruang tamu. Diraihnya satu cangkir gelas dan sebuah teko yang berisikan  teh lalu dituangkannya pada cangkir yang barusan ia ambil.

Lagi-lagi gadis itu menatap kearah luar jendela, memandangi bulan yang kini kurang sempurna. Beberapa hari lagi, pikir Lyra. Kesadaran Lyra pun kini mulai melayang-layang ketika ia mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Ia tidak seperti dirinya. Lyra sadar akan itu.

Sebuah geraman pun memasuki alam sadar Lyra dan menyadarkan gadis itu bahwa Xavier dan Grace sudah menunggu. Dibawanya secangkir teh itu ke ruang tamu lalu diletakkannya dimeja yang berada tepat dihadapan Xavier.

"Grace sudah setuju," ujar Xavier ketika Lyra sudah duduk disampingnya. "Kau sudah siap untuk pergi?"

Lyra pun menyandarkan tubuhnya disofa kesayangannya lalu bersedekap. "Sesungguhnya belum, aku tidak siap untuk meninggalkan ibu sendirian."

Grrrrr

Lyra menoleh kearah Grace ketika sang ibu menggeram. Namun ia cepat-cepat kembali menatap Xavier ketika dirasanya Grace ingin mengucapkan sesuatu.

"Ia bilang bahwa ia akan baik-baik saja tanpamu," Ujar Xavier setelah mendengar ucapan Grace. "Dan ia mempercayakanmu padaku."

Lagi-lagi Lyra menoleh kearah Grace seperti meminta konfirmasi atas apa yang Xavier katakan. Grace pun menganggukan kepalanya seakan-akan ia mengerti apa yang ada dibenak Lyra, membuat Lyra menghela napas lalu memeluk kepala sang ibu. "Aku akan mengunjungimu lagi besok, kita akan berburu untuk persediaan makanmu."

"Sesungguhnya aku ingin mengajak Grace untuk tinggal dilingkungan tempat tinggalku," ujar Xavier lalu mengusap kepala Lyra yang sedang memeluk sang ibu. "Namun aku harus bertanya pada ayahku dulu."

Lyra pun menoleh tanpa melepaskan pelukannya pada Grace. "Aku harap ayahmu akan setuju."

"Ayo, sayang," Xavier berdiri dari duduknya lalu meraih tangan Lyra dengan lembut. "Semakin malam akan semakin berbahaya untukmu."

Lyra menghela napasnya parau lalu berdiri dan mengikuti Xavier menuju pintu apartment mereka. Lagi-lagi Grace menggeram dan membuat Lyra menatap Xavier, namun pria itu menghiraukan tatapan bingung Lyra dan mengembangkan senyumannya dengan bangga.

"Kami pergi dulu, Grace." ujar Xavier.

"Sampai jumpa, ibu!" tambah Lyra.

To be continue.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro