⚘ 4. gadis dengan kaleng penyiram.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Samudra dengan selimut beras menyihir kakiku lagi. Bahkan saking lebarnya, aku tak perlu mengatakan apapun saat ini. Si angsa datang pukul empat sore tadi, ia berkata bahwa anaknya menghilang ditelan kayu bakar sisa gajah memasak tadi pagi. Tidak bisakah ia lebih lembut dalam menyelundupkan barang ke kebun binatang milik Nenek?

Anehnya lagi, aku diperintah untuk mengambil air di rumah sebelah. Rumah yang aku benci karena dulu pernah menceburkanku ke kolam kunang-kunang. Aku benci itu, tapi tetap kulakukan karena aku ingin melihat siapa saja yang sekarang sudah tumbuh di tumpukan sampah dipenuhi lalat yang senantiasa beradu tangan kotor.

Teriakannya nyaring, hampir membuat telingaku teriris seperti pelukis dari Belanda itu. Mereka menggelegar, dasar kelelawar siang! Padahal aku ingin mengantar air ke depan kebun mereka. Sialan!

Aku buang saja lautan itu ke tanah liat yang kupijak ketika pesan dari anjing memasuki ponselku. Amarahku memuncak, ingin kubuang dan kujadikan santapan singa, tapi mana mungkin singa suka dengan anjing?

Tanah ini terlihat tidak begitu subur, tapi tak masalah. Sudah biasa bagiku melihat pohon tak terawat. Alunan dari barat membuat rambatan hijau di setiap sisi pagar rumah itu melambai. Cantik, menurutku.

Pelan, tapi pasti, aku berjalan ke arahnya. Berusaha menelan berbagai alasan dan fakta bahwa rambatan hijau telah pergi. Kini aku sendiri lagi. Sekilas aku melihat jerapah sedang menjulurkan lehernya padaku. Ia pasti mengira aku adalah daun lezat yang disantap kapan pun.

Sayang sekali, aku karnivora. Aku lebih suka mengonsumsi roti mentah dan payung lebar berwarna putih dengan air hitam sebagai bumbu untuk mati besok.

Sudah dua hari ini aku tidak melihat macan dan domba. Mungkin mereka sedang bermain kejar-kejaran atau petak umpet. Atau jangan-jangan macan sudah memakan domba? Entahlah, aku kurang tahu.

Baru saja aku hendak berbalik, ternyata macan sudah berada di rumah Nenek. Apa ia ingin meminta daging mentah dan sebongkah berlian untuk domba tercintanya? Atau ia ingin menjahili anak ayam yang kemarin aku temukan? Oh, tidak. Aku sudah memanggangnya kemarin.

"Ada apa, Kita-san?"

"Hanya ingin menemui Nenekmu," jawabnya. Perihal Nenek, beliau memang senang memelihara jenis-jenis hewan. Bahkan semalam, ia berbincang dengan kucing nakal tak tahu diri yang sedang mengandung dengan suami yang melarikan diri. Lebih parah lagi, penyu yang kakinya tinggal satu memarahiku saat aku tidak sengaja menyenggol kepala botak dan licin itu.

Bunga dan garam serta pupuk kandang memang hidupku. Tapi tanpa cabai semuanya terasa hambar. Sepertinya aku harus mencari merak untuk mendapatkan kertas burung. Sudah lama tak melihat tanah hias di setiap kapal merah membuatku rindu dengan derap kuda dan meteor di atas sana.

Kepalaku hampir terpenggal saat macan membunyikan aumannya.

"Dan menemuimu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro