Sepuluh.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Luna's POV

"Awalnya aku berharap kau ada di sampingku saat aku hendak menjalankan tugas sialan ini. Tapi nyatanya, kau masih begitu asik dengan mimpimu dan terus memperbaiki bagian dari dirimu yang melemah. Cepat sembuh, sayang."

.

.

.

Aku terbangun saat aku bermimpi hendak terjatuh dari tebing yang cukup tinggi. Membuatku membuka mata dengan cepat dan langsung membuat kepalaku pusing.

Aku terdiam sembari mengumpulkan nyawaku yang belum semuanya terkumpul. Menatap langit-langit ruangan yang masih sama seperti terakhir kali aku terbangun kemudian menoleh ke sampingku.

Kosong.

Aku menghela napas, kemungkinan pria tampan itu sudah pergi meninggalkanku menuju Kerajaan Cygnus. Dan hal lain yang langsung membuat jantungku berdetak kencang ialah aku akan mempelajari sihir dengan segera.

Aku menarik napas panjang, menghelanya secara teratur dan terus melakukannya hingga aku merasa lebih baik. Setelah itu aku mencoba menggerakan bibirku, menjilat bibirku yang sangat kering dan rasa pahit menghiasi mulutku.

Sudah berapa lama aku tertidur?

Pintu ruangan pun terbuka, menampilkan Ardeen beserta Karl dengan sebuah nampan yang berisikan makanan di kedua tangan Karl.

"Sudah membaik, Luna?" tanya Ardeen seraya berjalan ke dekatku dan meletakkan sebuah buku di meja nakas yang berada di samping kiri ranjangku.

"Ya, kurasa."

"Kau harus makan, Luna." Karl pun membuka suara. "Alpha terus memakiku karena kau belum makan selama lima hari."

"Lima?" Aku terkekeh. "Oke, aku akan makan sekarang. Katakan itu pada Alphamu."

Karl tersenyum sembari meletakkan nampan yang ia bawa di meja nakas, mengambil semangkuk bubur yang telah mereka buat lalu Ardeen menarik dua kursi yang baru aku sadari kehadirannya ke dekat ranjangku.

"Luna."

Oh, Arthur. "Apa, hm?"

"Astaga, aku sangat senang kau sudah tersadar." Aku tersenyum sendiri. "Kau akan makan sekarang, 'kan?"

"Ya, dibantu dengan Ardeen serta Karl."

"Karl?"

Kali ini aku terkekeh. "Ya, Karl. Tenang saja, sayang, ia tidak akan berbuat macam-macam. Kalau begitu aku makan dulu. Oke?"

"Oke.Makan yang banyak, Luna."

"Pasti."

Aku memutuskan mindlinkku dengan Arthur setelahnya. Kemudian kembali menatap Karl serta Ardeen yang sedang menundukkan kepala mereka.

"Ada apa?" tanyaku kebingungan.

Ardeen dan Karl kini mengangkat kepala mereka perlahan-lahan, keduanya menatapku kemudian menyengir lebar. "Kami berusaha tidak mengganggu pasangan baru yang sedang dimabuk cinta."

Aku tertawa mendengar penuturan Ardeen, hingga melupakan sakit di kepalaku yang kini mulai mereda. "Yah, kami sudah bersama sejak lama."

"Oh, sungguh? Sejak kapan?"

Aku pun tertawa kecil. "Aku tidak tau apakah hitungan di Bumi dengan disini berbeda. Namun jika di Bumi kami sudah duabelas tahun."

Dalam sekejap dapat kulihat Ardeen mematung. "Tunggu, apakah itu sejak kejadian ada cahaya merah yang memasuki rumahmu?"

Aku mengangguk. "Bagaimana kau tau?"

"Maksudku, sejak pertama kali kau melihat cahaya merah di depan kamar tidurmu."

Aku pun terbelalak. "Ya, sejak itu."

Ardeen menoleh kearah Karl, membuat Karl ikut menatapnya dan mereka berdua menjadi sangat terkejut. Aku mengerutkan kedua alisku, bertanya-tanya apa yang sedang mereka pikirkan.

"Kami ada disana saat membuka portal untuk kedua orangtuamu." Jelas Karl. "Namun aku sangat yakin bahwa kau akan bertanya dimana dan siapa kedua orang tuamu setelah aku mengatakan hal tadi."

Aku kembali mengangguk.

"Jawabannya kami tidak tau, kami disihir agar dapat melupakan wajah mereka dan—"

"Berarti kau sudah cukup lama, ya, bersama Alpha. Duabelas tahun, hm?" Sela Ardeen seraya menyengir dan memukul lengan Karl yang lantas membuat Karl tertawa kikuk.

Aku pun ikut tertawa melihat tingkah konyol mereka. Yah, walaupun tak bisa dipungkiri lagi bahwa aku masih merindukan kedua orang tuaku, aku tak bisa berbuat banyak untuk mendapatkan mereka kembali.

"Ya, kami sudah cukup lama." Jawabku seraya mencoba bangkit dari posisiku.

Ardeen dengan sigap bangun dari duduknya dan membantuku untuk bersandar pada punggung ranjang. Membuatku mengangguk kecil dan berterima kasih kepadanya.

"Kalau begitu, kau harus makan dulu, Luna."

"Ya, baiklah."

Setelah itu Karl pun mulai menyuapiku, sementara Ardeen terus mengoceh dan kembali menceritakan segala hal yang perlu kuketahui tentang dunia ini. Dimulai dari Raja dan Ratu, peraturan para Bangsawan, warna-warna kasta, kepercayaan, tunggangan perang dan masih banyak lagi.

Hingga pada akhirnya, bubur yang ku makan telah habis. Membuat Karl mengambil segelas air mineral untukku dan membantuku untuk meminumnya dengan memegangi gelas tersebut.

"Omong-omong, maaf soal aku memuntahkan makanan yang kalian buat waktu itu." Ujarnya yang seketika teringat akan Cheryl. "Apakah Cheryl yang membuatnya?"

Ardeen mengangguk. "Ya, dia yang selalu membuatkan kami makan malam."

"Ia juga seorang dokter, 'kan?"

Untuk kedua kalinya Ardeen mengangguk. "Kau ingin aku memanggilnya?"

"Jika tak merepotkan, mohon?"

"Tentu, Luna." Ardeen pun terdiam dan sepertinya langsung mencoba menghubungi Cheryl dengan telepati.

"Oh iya, Luna, bagaimana pendapatmu tentang berburu bersama saat itu?"

"Oh!" Aku mengangguk semangat. "Arthur mengizinkanku! Jadi kapan kita akan berburu?"

Karl pun tersenyum. "Mungkin dua atau tiga hari lagi. Bagaimana?"

Aku mengangguk untuk kesekian kalinya. Kemudian suara ketukan pintu terdengar dan Cheryl menampakkan dirinya. Aku tersenyum kearahnya, membuatnya membalas senyumanku lalu mengalihkan pandangannya menuju Karl dan Ardeen.

"Hai, lovebirds."

Aku dan Karl tertawa mendengar panggilan Cheryl untuk mereka berdua. "Lovewolf, Cheryl." Koreksi Ardeen.

"Ya, terserah." Ucap Cheryl seraya memutar kedua bola matanya lalu berdiri ujung ranjangku. "Jadi Luna memanggilku kemari?"

Aku mengangguk. "Karl, Ardeen, bisakah kau keluar?"

"Tentu, Luna." Jawab Ardeen seraya merapikan mangkuk dan gelas yang aku pakai tadi lalu kembali meraih nampan yang mereka bawa tadi. "Aku membawakanmu sebuah buku tentang Ave, Luna. Semoga kau suka."

"Terima kasih."

Kedua bawahan Arthur itu pun meninggalkan ruangan, menyisakan aku dengan Cheryl. Wanita itu menggunakan setelan santai berwarna putih hari ini, terlihat sangat kontras jika dibandingkan dengan mata serta rambutnya.

"Jadi kau siap untuk mendengarnya?" tanya Cheryl seraya duduk di kursi yang dipakai Ardeen tadi. Aku pun mengangguk.

.

.

.

"Rasakan tiap aliran yang kau rasakan dari dalam tubuhmu, Luna."

Aku menarik napas panjang, mencoba memfokuskan pikiranku kepada sesuatu yang mengalir di dalam diriku saat aku memegang tongkat pendek ini.

"Aliran itu mengalir senada dengan detak jantungmu. Rasakan alirannya."

Perlahan-lahan dapat kurasakan sesuatu mengalir dari ujung kakiku menuju bagian atas tubuhku. Mengalir secara deras hingga aku sendiri merasa bersemangat dengan sensasi baru ini.

"Keluarkan, Luna."

Sensasi itu pun perlahan-lahan mengalir ke ujung jemariku, menyatu dengan tongkat yang sedang kupegang dan perlahan-lahan dapat kurasakan sesuatu yang kuat akan segera keluar dari tongkat dan tubuhku.

"Keluarkan!"

"Aguamenti!"

Cahaya berwarna krem pun melesat cepat dari ujung tongkatku menuju sebuah danau kering yang berada dihadapanku. Kemudian sebuah aliran air keluar dari tongkatku secara perlahan-lahan dan mengisi danau tersebut.

Aku tersenyum puas dan menoleh kearah Aidyn. Ia mengatakan walaupun aku baru mempelajari sihir hari ini, namun aku cukup hebat melakukannya. Bahkan untuk pemula sepertiku, terdengar mustahil untuk mencapai level lima dalam satu hari.

Atau mungkin buku yang saat itu kubaca membawa banyak efek untukku.

"Bagus, Lalluna!" Ujar Aidyn sembari bertepuk tangan dan menghampiriku. "Aku sangat senang kau bisa menguasainya dalam waktu yang singkat."

Aku pun tersenyum tipis. "Ini hanya keberuntungan."

"Kau memang membawa keberuntungan, Luna."

"Ah, tidak." Kami pun tertawa. "Oh ya, kau memiliki keturunan serigala, 'kan?"

Aidyn mengangguk seraya memutar-mutarkan tongkat sihirnya hingga membuat sebuah jembatan agar kami dapat kembali ke Maegovanen.

"Tapi itu bukan berarti aku juga seorang werewolf. Aku hanya seorang penyihir." Jelasnya. "Ada apa? Kau butuh bantuan dengan werewolfmu?"

Kali ini aku yang mengangguk. Berjalan menyusuri jembatan kayu yang cukup besar dan lebar ini perlahan-lahan. "Ya, kurasa."

"Akan aku panggilkan Seth jika kau mau."

"Aku mau." Jawabku seraya menatap air-air yang memantulkan sinar indah rembulan. "Tapi aku akan beristirahat sebentar."

"Oke."

Kami berdua pun pada akhirnya berhasil menyebrangi jembatan tersebut hingga kembali bertemu dengan jembatan sebelumnya—yang menghubungi daratan Clivora dengan Maegovanen.

Untuk kedua kalinya, kami kembali menyusuri jembatan yang dialiri sungai perbatasan dibawahnya. Air yang mengalir dibawah kami tak kalah indahnya dengan air yang berkumpul di danau tadi. Warnanya biru transparan, memperlihatkan batu-batu kecil di dasar sungai serta ikan-ikan kecil yang sedang mencari makan.

"Luna, kebetulan sekali. Makan malam sudah siap."

Aku mendongak dan mendapati Cheryl tengah berdiri diujung jembatan dengan seulas senyuman diwajahnya. Membuatku membalas senyumannya lalu membuka suara.

"Bisakah kau membawakannya ke dalam rumah kayu? Aku sedang ingin diluar." Pintaku saat sudah kembali menginjak rerumputan di pekarangan belakang.

"Luna, kau tidak bisa—"

"Aku akan menjaganya."

Aku, Cheryl dan Aidyn pun mengalihkan pandangan kami menuju Seth yang sedang berdiri di dekat pintu belakang rumah pack. Kali ini ia memakai kaus berwarna kelabu dan celana pendek hitam selutut. Rambut pirangnya terlihat basah dan ia membiarkan air-air itu menetes dari ujung rambutnya.

"Oh, ada Putri Aidyn rupanya."

"Hai, Seth." Sapa Aidyn seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Oke, kalau begitu Seth yang akan menemanimu mulai sekarang. Cheryl, kau bawakan makanan Luna ke dalam rumah kayu."

"Mengerti, Putri."

Cheryl pun bergegas memasuki rumah pack dan mengambilkan makanan untukku. Sementara Aidyn memelukku untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia menghilang begitu saja.

Kemudian Seth berjalan mendekat kearahku, yang entah kenapa membuatku sangat gugup. Aku memasukkan kedua tanganku yang seketika mendingin ke dalam kantung sweaterku, mencoba meredakan rasa dingin itu dan terlihat biasa saja dihadapan Seth.

"Luna, bagaimana keadaanmu?" tanyanya saat ia sudah sampai di depanku.

"Lebih baik." Seth tersenyum tipis. "Maaf soal pembangkangan Arthur beberapa hari lalu, Seth."

"Itu bukan apa-apa, Luna, Alpha sudah sering seperti itu."

Aku mengernyit. "Sering?"

"Selalu, kumaksud." Seth dan aku pun berjalan menuju rumah kayu. "Contohnya seperti saat-saat terakhir ia membawamu ke rumah Yang Mulia Raja Ricky di Bumi, kau pasti melihat cahaya merah yang datang dari dalam rumahmu, 'kan?"

Aku mengangguk.

"Aku telah memperingatinya sebelum ia kembali datang kepadamu. Namun Alpha malah mengacuhkanku dan terus membuka portal menuju Bumi."

"Kenapa ia mengacuhkanmu?"

Seth pun membuka pintu, membiarkanmu masuk terlebih dahulu lalu disusul olehnya. "Ia sedang heat."

"Heat?" tanyaku tidak mengerti seraya duduk di sofa.

"Ya, jika sebelumnya Luna adalah seorang werewolf, seharusnya Luna yang merasakannya. Namun karena saat itu hanya Alpha yang seorang werewolf, maka ia yang mengalaminya. Dan heat itu adalah kondisi dimana nafsu dari seorang werewolf untuk melakukan hubungan intim sangat tinggi."

Aku terdiam, mencoba mencerna perkataan Seth sejenak hingga pada akhirnya aku terbelalak. "Jadi heat itu—astaga! Apakah selama ini Arthur telah menahannya?"

Seth tertawa kecil lalu mengambil posisi duduk disampingku. "Ya, selama delapan tahun—hitungan Bumi."

Aku tak habis pikir bagaimana bisa Arthur menahan nafsunya sendiri selama delapan tahun sementara aku sendiri bahkan belum mengenalnya saat itu. Seharusnya ia memperkenalkan dirinya lebih awal padaku. Walaupun aku belum tentu siap, setidaknya ia tidak harus menungguku selama delapan tahun.

"Tapi jika ia harus bergulat dengan nafsunya selama delapan tahun, apakah ia sempat menyerah? Atau yah, mungkin berpikir untuk melampiaskannya kepada orang lain?" tanyaku sedikit khawatir dengan jangka waktu tersebut.

"Alpha tidak mungkin melakukannya." Seth menggeleng kecil. "Aku berteman dekat dengannya sejak dulu. Ia adalah seorang yang sangat keras kepala dan kasar. Belum ada yang bisa melunakkan hatinya sampai akhirnya ia menemukanmu, lebih tepatnya 12 tahun lalu. Dan pada akhirnya ia bersi keras untuk menunggu waktu yang tepat untuk mengatakan padamu bahwa Luna adalah matenya."

"Aku ingat betul saat itu ia melarikan diri untuk pertama kalinya dari hukuman membuat sebuah api unggun di pelatihan para calon Alpha 13 tahun lalu. Dan sebelum ia melarikan diri, ia sempat memberiku telepati dengan mengucapkan 'Mate, Bumi, Lalluna Revolder', dan setelah itu ia tidak kembali lagi untuk beberapa tahun."

Aku terkekeh, merasa sangat beruntung saat Arthur sendiri sudah mengenalku sejak kami belum bertemu. Diam-diam aku tersipu malu, mencoba menahan panas diwajahku hingga pada akhirnya Cheryl menampakkan dirinya.

"Hai, Luna, Seth." Sapanya seraya berjalan masuk dan meletakkan makananku di meja yang berada dihadapanku. "Alpha berpesan padaku untuk membuatkanmu daging beruang yang sepertinya belum sempat kau nikmati beberapa hari lalu."

"Astaga, Cheryl, kau tidak perlu repot-repot."

Wanita itu pun tersenyum. "Tidak, aku senang melakukannya. Semoga kau suka, Luna."

Aku mengangguk dan membalas senyumannya. "Baiklah, terima kasih, Cheryl. Kau boleh pergi."

Cheryl pun membungkuk sejenak sebelum ia meninggalkanku dengan Seth berdua. Kemudian aku meraih piring yang berisikan daging beruang dengan saus barbekyu itu lalu memberikannya kepada Seth.

"Karena Karl tak ada disini, jadi kau yang menyuapiku sembari bercerita."

"Tapi Luna—"

"Ini perintah, Seth." Ujarku seraya mengangkat kedua alisku dan menatapnya lurus. "Aku yang tanggung jawab."

Seth pun terdiam sejenak, melirik piring yang berada dihadapannya sejenak lalu meraihnya. "Oke."

Pria berambut pirang ini meraih sendok serta garpu dari atas meja, kemudian meletakkan piringnya diatas paha dan mulai memotong-motong daging beruang yang akan aku makan dengan sangat fokus.

Aku pun tertawa. "Oke, aku memiliki beberapa pertanyaan tentang Arthur yang sepertinya hanya kau yang mampu menjawabnya."

"Apa itu?" tanya Seth tanpa melepaskan tatapannya dari piring yang ia letakkan di pahanya.

"Kenapa anggota pack sangat takut dengan Arthur? Aku tau ia seorang Alpha, namun kenapa semua orang sampai menggigil ketakutan?"

Pertanyaanku yang saat ini sepertinya cukup sensitif hingga Seth yang sedari tadi fokus dengan makananku saat ini sedang menatapku dengan rahangnya yang menegang.

"Dia memang sangat menakutkan." Mulainya seraya menancapkan garpu yang ia pegang pada dagingku lalu memberikan garpu itu kepadaku. Aku pun menerimanya. "Seperti yang kubilang tadi, ia sangat kasar. Awalnya pelatih kami ingin memanggil orang tuanya, namun tidak ada satupun warga Ave yang mengetahui silsilah keluarganya."

"Tidak ada yang tau? Satupun?" Aku melahap daging beruang itu lalu mengunyahnya.

Seth mengangguk.

"Penyebab pelatih kami ingin memanggil kedua orang tuanya karena ia telah berhasil memecahkan pesan pembunuhan berantai yang dikirim oleh salah satu pack kegelapan dari pulau Azurea. Dan tepat setelah itu, Alpha langsung melesat cepat menuju Azurea dan mencari pack yang bernama Jezac."

"Kebetulan ia memakai sihir saat itu, sehingga tanpa Alpha sadari, sihir-sihir itu langsung membawanya menuju pack Jezac yang berada tepat diatas pulau Azurea—mengambang diudara. Anggota pack Jezac tentunya terkejut saat Alpha mendobrak pintu masuk pack mereka tanpa ragu yang membuat sebuah perang kecil terjadi."

"Menurut informasi yang kudapat, ia berhasil menyisakan anggota pack Jezac sekitar sepuluh orang, menghancurkan rumah pack Jezac sendirian—tanpa sihir—yang membuat serpihan-serpihan bangunannya terjatuh menuju Azurea dan menyebabkan ketidaknyamanan warga setempat. Dan tepat setelah itu, Alpha terjatuh dari lubang yang menghubungkan pack Jezac dengan dataran di Azurea. Ratu Alina yang membuatnya."

"Ia terperangkap disana selama empat hari. Ia tidak bisa menggunakan sihir atau apapun selain bertransformasi menjadi serigala yang tak akan membantu juga. Hingga pada akhirnya, Zeon Franklin, seorang pengendali udara, diam-diam membantunya keluar. Namun tepat setelah Alpha keluar, ia menyerang Ratu Alina di dalam Istana dan nyaris membunuhnya jika Alpha Gregory tidak datang."

"Sesampainya di tempat pelatihan, Alpha Gregory langsung memaki Arthur dan mengurungnya di dalam ruangan anti sihir selama satu bulan. Ia menjadi sangat kesal dan depresi akibat tidak bisa menghibur dirinya sendiri yang terlarut dalam kekesalan mendalam."

"Setelah aku selidiki kembali, pesan berantai yang berhasil Alpha pecahkan itu berisi: Xeraphin Nathaniel akan mati bahkan sebelum kau sempat meminta maaf kepadanya. Apakah kau tau itu, Arthur? Jadi mulai sekarang carilah matemu diluar sana dan kuburlah cita-citamu menjadi seorang Alpha. Ps: aku menunggumu di pemakamanmu. Dan semenjak itu, Alpha membenci Azurea."

Aku tersedak ludahku sendiri tepat setelah aku menelan daging yang kukunyah. Aku begitu marah dengan pesan yang ditinggalkan pack Jezac kepada Arthur.

"Itu sangat kasar."

"Sangat." Seth menyetujui. "Sejak itu ia menjadi sangat tertutup dan diam. Ia bahkan menjadi jarang berbicara denganku dan tumbuh menjadi pembangkang. Dan saat tidak ada satupun yang dapat mengendalikannya, Ratu Clair Avrush datang dan mencoba memperbaiki diri Alpha. Dan beliau berhasil."

Aku mengangguk mengerti. Jadi ini adalah alasan dibalik ketegangan dan ketakutan anggota pack terhadap Arthur. Ia tidak seram, hanya saja ia begitu mengerikan dan brutal.

Dan lagi, peraturan untuk tidak mengatakan nama belakang dan penghapusan memori akan pengenalan seorang bangsawan tidak buruk juga. Setidaknya Raja Romeo dan Ratu Clair tidak perlu repot-repot membersihkan nama mereka akibat kelakuan Arthur.

"Dan setelah itu ia melarikan diri dari pelatihan akibat ia mengenaliku secara tiba-tiba?"

Seth pun tertawa. "Ya, ia melarikan diri tepat setelah ia dilepas dari kurungan dan diberi hukuman."

Aku menusukkan garpuku pada daging yang telah dipotong-potong oleh Seth tadi, kembali melahapnya dan mengirim telepati pada Seth.

"Astaga aku sampai lupa tujuanku memanggilmu kemari."

Kulihat Seth terkekeh. "Kita terlalu asik, Luna."

"Ya, kau benar."

"Jadi, apa yang Luna butuhkan?"

Aku terdiam sejenak. "Sebuah jawaban yang masuk akal."

Seth mengangkat kedua alisnya bingung.

"Aku bukanlah penduduk asli Ave dan aku juga tidak memiliki siapapun di dunia ini. Hanya Arthur. Tapi kenapa aku dapat berubah menjadi werewolf ketika bahkan Arthur sendiri belum menggigitku saat itu?"

Kulihat Seth tersenyum miring, ia menatapku lurus lalu mengangkat kedua bahunya santai.

"Itu menunjukkan bahwa kau adalah keturunan werewolf." Pria itu pun merentangkan kedua tangannya di udara. "Dan kau adalah penduduk asli Ave, Luna."

Aku pun menunduk, entah kenapa tidak merasa senang dengan pernyataan Seth barusan. Dalam sekejap hatiku terasa sesak, seakan-akan sedang dililit dengan tali yang sangat erat. Dan jantungku berdenyut kesakitan, berdetak dengan terpaksa dan berat.

"Siapa Xeraphin Nathaniel?"

To be continue

kemungkinan untuk next chapter gabakal selama sebelumnya ouo see youu 

20/02 2016

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro