Tigalima. [END]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Author's POV

Minggu-minggu yang telah terlewatkan sangat memukul keadaan. Bunga-bunga lily pun bertebaran di atas lautan Ave. Mengenang kepergian Sang Xave yang pergi tanpa kata perpisahan.

Banyak yang berubah dari dunia itu. Dimulai dari para ras yang mencoba untuk berbaur, bergabungnya ras vampir di antara yang lainnya hingga menjernihnya Laut Hitam. Tak ada lagi kejahatan di sana.

Musim di Maegovanen telah berubah berkali-kali sejak kepergian alpha terkuat mereka. Dedaunan telah berguguran dan kembali tumbuh berkali-kali pula. Namun ia tetap di sana; di dalam kamarnya yang terasa hampa.

Hingga minggu-minggu itu berganti menjadi bulan. Pergantian raja dan ratu diselenggarakan dengan atmosfir yang aneh. Tak ada yang merasa bahagia di sana, bahkan terasa terlalu dipaksakan.

Mereka semua begitu kaku saat Seth dan Sherina mengambil alih. Seolah pasangan itu dengan ajaibnya datang dan berperan sebagai pemain pengganti raja dan ratu sebenarnya. Mereka tidak benar-benar dianggap ada. Karena hanya satu nama yang terus terngiang.

Sampai pada akhirnya Sherina memutuskan untuk membuat hari peringatan akan kepergian kembaran gadis itu—sekali lagi. Membawa para pendahulu merasakan de javu menuju zaman Anna Jevier.

Arthur memutuskan untuk melepas tugasnya sebagai alpha tepat setelah penobatan Seth dan Sherina sebagai pemimpin yang baru. Untungnya, Raja Gregory memaklumi hal itu.

Arthur telah menggila. Ia sudah tidak cukup waras untuk menjalani tugasnya sebagai seorang pemimpin. Ia depresi. Atau mungkin, ia sudah kehilangan jiwanya.

Alhasil pack itu diambil alih oleh Karl dan Ardeen sebagai beta sekaligus sang Luna. Mereka menjalaninya dengan baik. Walaupun sesekali suasana rumah pack sering berubah mendung saat melihat sebuah foto berpigura besar di ruang mereka dulu sering mengobrol.

Awalnya Ardeen ingin melepaskan foto itu dan meletakannya di rumah kayu. Gadis itu terlalu larut akan kepergian mantan lunanya mengingat dulu mereka begitu dekat. Namun Karl selalu menahannya, mengatakan bahwa dengan adanya foto itu, semuanya akan terasa lebih baik.

Mereka masih belum rela dengan kepergian luna mereka yang dulu walaupun kejadian itu telah terjadi 150 tahun yang lalu. Termasuk mantan alpha mereka, Arthur.

Pria itu masih setia berdiam diri di atas ranjangnya. Menatap kosong ke arah ranjang di sebelahnya yang tak ditempati oleh siapapun. Dulu ia ada di sana. Berbaring dengan damai di sampingnya.

Dulu setiap pagi, Arthur akan melihat gadis itu keluar dari kamar mandi seraya tersenyum ke arahnya. Kemudian mereka akan berpangkuan dan melakukan hal manis lainnya.

Dulu setiap pagi Arthur akan disuguhkan seulas senyuman indah, aroma madu yang begitu khas dan wajah pucat gadisnya. Hingga pada akhirnya Arthur tak tahan lagi menahan seringai yang akan selalu disahuti dengan ucapan 'hentikan seringaian mesum itu'.

Dunia Arthur telah runtuh. Separuh jiwanya telah menghilang hingga ia sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi pada dirinya. Apakah Arthur sadar bahwa ia telah berdiam diri selama 150 tahun? Jelas jawabannya tidak.

Semuanya memang telah berubah. Hanya itu.

Dengan kepergian setengah jiwanya, Arthur sama sekali tak ada niatan untuk hidup. Ia ingin mengakhiri segalanya saja dan pergi dari dunia ini.

Namun ketika ia benar-benar hendak melakukan hal itu, Sherina datang. Gadis itu membicarakan banyak hal dengan Arthur walaupun pria itu hanya membalas dengan tatapan kosong maupun anggukan lesu.

"Dia akan bereinkarnasi secepatnya."

Hanya kalimat itu yang berhasil membuat Arthur menetap. Menunggu kedatangan gadis itu hingga waktunya tiba. Terserah apa yang akan dikatakan anggota packnya tentang kebodohan diri Arthur yang begitu jatuh ke dalam kesedihan. Toh, mereka tak benar-benar merasakannya.

Dan kenangan saat mereka pertama kali bertemu di Bumi mengundang setetes air mata yang telah ia tahan selama 150 tahun terakhir. Mengalir di pipi hangatnya yang sudah lama tak bergerak.

Ketika gadis itu menertawainya karena Arthur adalah seorang penyihir. Ketika gadis itu meminta tiga permintaan yang berakhir dengan jeritan antusias lunanya saat tahu Arthur berasal dari Ave, dunia yang diam-diam menyimpan banyak masalah pada gadisnya.

Dilanjutkan dengan perseteruan dingin mereka saat Arthur sering menghilang begitu saja akibat acara-kejar-mengejar dengan Raja Gregory yang melarangnya untuk ke Bumi setelah membuat keributan di Azurea.

Ketika Arthur datang dan mengatakan bahwa gadis itu adalah pasangannya. Lunanya. Bagaimana respon yang gadis itu tunjukkan ketika tahu bahwa pria yang selama ini memendam rasa kepadanya mencintainya juga.

Kemudian ketika Arthur kembali diharuskan pulang ke Ave, meninggalkannya selama dua tahun hingga akhirnya ia meminta gadis itu untuk ikut bersamanya. Untuk tinggal di dunia yang selama ini sang gadis idam-idamkan.

Dunia yang sebenarnya begitu kejam untuk gadis itu.

Hingga sebuah suara ketukan pintu terdengar. Tanpa persetujuan sang empu kamar, pintu itu terbuka. Menampilkan dua sosok gadis beserta kedua orang tuanya.

Dua gadis itu berjalan dengan pelan ke arah Arthur yang tengah berkelana jauh. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengejutkan pamannya ini.

Dan ketika tangan salah satu gadis itu menyentuh lengan Arthur, pria itu menoleh. Jelas itu membuat pasangan itu terkejut. Arthur tak pernah menatap seseorang selama berpuluh-puluh tahun terakhir.

"Paman? Paman Arthur?" tanya gadis itu.

Arthur mengerjap, memperhatikan gadis itu lekat-lekat dan mendapati wajahnya seperti separuh dari jiwanya yang hilang. Sangat mirip.

"Paman akan datang, 'kan, nanti malam?" tanya gadis itu lagi.

Arthur masih terdiam seraya bertanya-tanya pada dirinya sendiri siapa gadis ini.

Gadis itu menepuk jidatnya, menundukkan kepalanya sejenak sebelum mengenalkan diri. "Aku Sena Sebastian. Dan ini," ia menunjuk saudaranya. "Sera Sebastian, adikku. Anak Papa Seth dan Mama Sherina."

Lagi, setetes air mata terjatuh tanpa merasa malu dari mata Arthur. Ia ingat betul bahwa dulu gadisnya sempat mengandung keturunannya. Walaupun ia sempat kecewa karena harus kehilangan calon buah hatinya, itu tidak sesakit apa yang harus dirasakannya saat tahu kekasih jiwanya yang pergi.

"Paman? Kenapa menangis?" kali ini Sera berucap. "Apa Sena mengatakan hal yang menyakitimu?"

Arthur mendengus benci. Ia benci akan dirinya sendiri yang bagaimana bisa terlihat sangat lemah di hadapan kedua sosok keponakannya. Kemudian pria itu menggeleng.

"Jadi Paman akan datang nanti malam?"

Arthur menatap kedua mata biru Sena lekat-lekat. Mencari ketangguhan di kedua matanya yang ia yakini Sena dapatkan dari kakak ibunya.

"Tidak." Jawabnya dengan suara yang begitu serak. Ingat? Ia belum berbicara sejak 150 tahun terakhir.

Setelah membujuk Arthur dengan sangat lembut, mereka memutuskan untuk berhenti. Membiarkan  keputusan pria itu untuk menetap di ranjangnya.

Seth dan Sherina tak berani melawan kali ini. Karena dulu sekali, saat keduanya membujuk Arthur untuk datang ke Istana agar dapat memperingati kepergian pasangannya dengan paksa, mereka berakhir dengan perang otot.

Arthur lepas kendali. Ia begitu marah dengan dirinya sendiri karena tidak dapat melidungi gadisnya saat itu. Kamar dan rumahnya hancur berantakan akibat baku hantam yang terjadi di antara Arthur dan Seth.

Walaupun Seth awalnya tidak berniat untuk melawannya, namun dengan makian yang dilontarkan Arthur membuatnya naik pitam. Keduanya jatuh ke dalam emosi hingga tanpa sengaja Sherina menjadi korbannya.

Sejak itu, Seth dan Sherina tak pernah lagi memaksa pria itu. Membiarkannya berdiam diri di atas ranjang mungkin adalah pilihan terbaik.

Hingga saat malam tiba, penduduk Ave telah berkumpul di Istana Cygnus. Masing-masing menggenggam setangkai bunga lily yang akan dihanyutkan di lautan lepas.

Suasana peringatan kali ini pun entah mengapa terasa lebih ringan dibandingkan hari-hari sebelumnya. Seolah satu persatu manusia yang ada, mulai merelakan kepergian sang Putri.

Raja dan Ratu Nathaniel tak lagi mengikuti acara peringatan ini sejak 50 tahun yang lalu. Kehidupan mereka telah berakhir dan akan bereinkarnasi lagi entah kapan. Sehingga pack yang mereka pimpin telah digantikan oleh Savanna, anak Ratu Xerafina, beserta Ash, pasangannya.

Keberadaan Xave Pertama dan Kedua pun sudah tak dapat Sherina temukan. Kedua sosok itu sudah pergi entah kemana dan tak kembali sejak beberapa hari sebelum peperangan itu terjadi.

Kehadiran Raja Romeo sebagai Raja Xilvonia—ras penyihir—pun telah tergantikan oleh Aidyn. Gadis itu telah mendapat gelarnya sebagai Ratu Penyihir beberapa tahun lalu. Raja Romeo bilang ia akan lebih fokus terhadap anak lelakinya dan akan membawanya kembali menuju dunia luar secepatnya—walaupun tak pernah terealisasikan sampai detik ini.

Menghilangnya kembaran Sherina pun juga membuat warga Azurea resah. Hingga akhirnya, atas persetujuan Sherina selaku Ratu Ave, ia memberikan takhta itu kepada Nick.

Seperti dahulu kala, peringatan ini layaknya pesta pernikahan yang diadakan 150 tahun lalu. Bertepatan dengan sehari sebelum bulan menghilang. Namun bedanya, selama bertahun-tahun terakhir, kedua pasangan itu tidak ada.

Kemudian satu persatu penduduk Ave keluar dari aula Istana, berjalan menuju laut dan menjatuhkan bunga lily yang mereka genggam. Bunga-bunga itu berjalan mengikuti arus air. Terombang-ambing dengan indah di bawah sinar rembulan yang redup.

Namun, tak seperti biasanya, langit terasa lebih gelap dari biasanya. Angin berhembus lebih kencang hingga semilir angin berhasil membuat tubuh Sherina menggigil. Ia tahu ini.

Dengan segera Sherina mengirim sebuah telepati, mengatakan segala hal yang ia ketahui tentang tanda-tanda alam ini kepada seseorang di dalam pikirannya. Ia harus cepat.

Setelah itu hujan kembali turun. Membuat siapapun terdiam mematung dengan resah seraya mendongak, menatap langit Ave yang begitu gelap.

Seperti de javu, angin semakin menerpa kencang. Sherina dan Seth pun berseru kepada para penduduk untuk segera masuk ke dalam aula dan berteduh.

Untuk kali pertama setelah sekian tahun, tubuh pucat dan berantakan pria itu terlihat jauh dari ranjangnya. Ia memakai tuxedo putih serta sepatu hitam. Kantung matanya terlihat sangat jelas di bawah kedua mata biru lautnya, rambut silver Arthur bahkan terlihat sangat tak teratur.

Seluruh pandang mata tertuju kepadanya yang kini tengah mencari-cari keberadaan Sherina. Menghampiri gadis itu yang ternyata berdiri di atas selasar aula bersama Seth dan kedua putrinya.

Hujan di luar sana semakin deras, membuat para ahli alam melirik cemas ke arah pintu masuk dengan sebuah harapan kecil yang telah mereka harapkan sejak dulu.

Kemudian pintu itu terbuka, Arthur beserta para tamu menahan napas mereka gugup. Dan saat sesosok pria dengan rambut hitam beserta kedua matanya yang berwarna biru laut, disusul dengan seorang gadis berambut hitam dan mata berwarna ungu, memupuskan seluruh harapan yang telah terbang tinggi.

Hingga saat harapan itu telah sirna, sesosok wanita yang tengah mengapit pria berambut kelabu dan kedua matanya yang berwarna biru muda, berhasil membuat seluruh pasang mata menatapnya tak percaya.

Bahkan siapapun yang kini tengah memiliki jantung, jantung mereka berdetak tak berirama dan berpacu dengan tak stabil. Pikiran mereka melayang jauh seraya bertanya-tanya siapakah sosok-sosok ini.

Dan saat suara serak itu menggema, wanita itu merekahkan senyuman lebarnya yang diiringi setetes air mata yang terjatuh.

"Athenna?"

Pria yang lengannya tengah diapit itu melirik ke arah sosok di sampingnya. Menatap lekat-lekat senyuman di wajah wanita itu hingga membuat keduanya bertatapan sembari berjalan menghampiri Arthur yang berada di selasar.

Dengan otomatis para tamu memberikan jalan kepada mereka. Membuka jalan pintas kepada tamu tak terduga mereka agar dapat lebih cepat sampai di tujuannya.

Ketika keempat tamu itu telah berdiri tak jauh darinya, Arthur baru menyadari kehadiran dua pria dan satu gadis yang berada di samping wanita yang ia panggil dengan Athenna tadi.

Detik berikutnya ketiga tamu yang tak dikenali itu membungkukkan tubuh mereka, menatap hamparan manusia di hadapan mereka dan tidak mengindahkan tatapan Arthur untuk sementara.

"Selamat malam, Ave," ujar pria yang sedari tadi berdiri di samping wanita itu. "Namaku Arthan Rush Xavewood."

"Aku Xlavira Xavewood." Sahut sang gadis.

"Aku Azra Rush Xavewood," ujar pria satu lagi. "Dan ini, Athenna Xeraphin Nathaniel, ibu kami."

Lantas para tamu pun bertepuk tangan riuh. Kembali mengundang tetesan air mata di pipi Athenna haru.

Hingga ketika suara serak itu kembali terdengar, Athenna memiringkan tubuhnya. Menatap kedua mata biru laut yang sangat ia rindukan selama ini.

"Kau kembali," lirih Arthur seraya berjalan pelan ke arah Athenna dengan kedua mata yang berbinar sekaligus tak percaya. "Apakah ini benar-benar kau?"

Athenna semakin merekahkan senyumannya. Bibirnya terlalu kelu untuk sekedar menjawab pertanyaan pria yang selalu ia dambakan.

Dan saat dekapan hangat itu menyelimuti tubuhnya, isakan pun pecah dari bibir Athenna. Membuat Arthur mendekapnya erat-erat dan Athenna yang menenggelamkan wajahnya di dada hangat itu.

Berkali-kali Arthur mencium puncak kepala gadisnya, mencoba menyalurkan rindu tertahan yang telah ia rasakan bertahun-tahun kepada Athenna. Satu-satunya wanita yang ia cintai.

"Aku tidak akan meninggalkanmu lagi," bisik Athenna. "Aku memang bodoh. Maaf. Tolong, maafkan aku."

Arthur mengangguk mantap seraya mengusap kepala gadis itu lembut. "Tentu, sayang."

"Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu," balas Arthur kemudian mendekap Athenna semakin erat dan mengalihkan pandangannya kepada tiga manusia yang sangat mirip dengannya serta Athenna. "Kalian tidak ingin pelukan, anak-anakku?"

Dan sebuah kehangatan menyelimuti hati Arthur beserta Athenna. Ditambah dengan adanya keturunan mereka yang ikut menyelimuti jiwa dan raga keduanya, berhasil membuat sebuah tetes air mata kembali terjatuh di pipi Arthur.

"Ayah bangga dengan kalian."

END

BAGAIMANA? HARHAR:3

Aku gak rela ini cerita udah selesai :" siapa yang setuju? Gak ada? Yaudah :"

Sesungguhnya aku berniat bikin epilognya yang berisi pendekatan Arthur sama ketiga anaknya + penjelasan hilangnya Athenna. Tapi sekali lagi, masih niat.wkwk

Ga ding, aku seriuss

Oh iya, makasi banyak buat yang udah bersedia baca cerita gajelas dan aneh ini. Khayalan aku emang ketinggian jadi tolong dimaafkan :"

Makasi juga yang udah bersedia vomment dan nungguin cerita ini update. Makasi buat dukungan dan segala macamnya. Aku gak mungkin nyelesaiin ini tanpa vomment kalian.

Makasi sebanyak-banyak ya.

Dan sebelum ditutup/?, aku mau promosi dikit ya hehe

Jangan lupa baca cerita baru aku yang judulnya "Black & Gold", bisa dicek di works aku. Itu cerita tentang perjuangan Savanna--anaknya Xerafina--sebagai Alpha di pulau para vampir walaupun dalam POV Ash. Jangan lupa vomment jugaa

Itu aja, oke?

Sekali lagi, makasi sebanyak-banyaknya.

Sekian.

Much love,

Xfn.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro