⸙ it's nine.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Full Name] menyunggingkan senyumnya. Iwaizumi Hajime memandang malas kedua orang tuanya yang sedang tersenyum ke arah mereka.

Kini kedua lawan jenis yang sudah dinikahkan dengan terpaksa itu ada di sebuah rumah megah milik Kepala Iwaizumi. Mereka datang ke sini dengan terpaksa karena adanya sebuah undangan untuk kumpul dan membicarakan bisnis antara keluarga besar Iwaizumi selama 4 hari 3 malam.

Hal itu tentu saja membuat Hajime merasa khawatir karena seluruh paman, bibi, dan sanak saudaranya akan berkumpul di rumah ini.

"Nak [Name] ... Apa kabar? Mama merindukanmu loh," Nyonya Iwaizumi langsung memeluk menantunya tersebut. Disambut dengan hangat juga oleh sang gadis.

"Akhirnya Ayah ketemu kamu lagi," Kini Ayah Iwaizumi itu yang menghampiri, "waktu lalu aku berkunjung ternyata kamu ketiduran sampai harus dipindahkan Hajime."

"A-ah iya, Yah. Aku ketiduran di ruang bioskop," Balas [Name] setelah sebelumnya melempar pandang kecil ke Hajime.

"Hajime pasti selalu sibuk, ya, sampai kamu menonton film sendirian seperti itu ..."

[Name] hanya bisa tertawa saja meresponnya. Setelah beberapa saat pun akhirnya mereka memasuki rumah megah tersebut.

"Hajime pasti sering merepotkanmu, ya," Celetuk Mama Iwaizumi.

Setelah melewati beberapa waktu untuk mengobrol di ruang tamu, mereka kini sudah ada di dapur. [Name] membantu Mama Iwaizumi memasak untuk makan malam mereka. Keluarga yang lain katanya baru akan datang besok, dan pertemuannya akan dilakukan sambil makan malam lusa nanti. Jadilah di rumah ini baru ada menantu satu-satunya keluarga Iwaizumi saja.

"Ah, engga, kok, Ma," Jawab [Name] sambil tersenyum. Tentu saja ia berbohong.

"Benarkah? Soalnya Hajime di rumah pun sering merepotkan pembantunya," Kata Mama Iwaizumi, "baju kotornya kadang tergeletak begitu saja, bekas makan-makannya bersama teman-temannya itu, Hanamaki dan Matsukawa, memberantaki ruang tamu."

[Name] hanya bisa tersenyum kaku.

"Kalau makan dia juga agak pilih-pilih," Lanjut Mama Iwaizumi, "apalagi dia gak suka pedas."

[Name] sejujurnya ingin menyetujui itu semua. Tetapi apa yang bisa dia bilang adalah, "Tapi selain itu Iwa---Hajime gak pilih-pilih, kok. Dia hanya tidak mau makan pedas."

"Benarkah?" Tanya Mama Iwaizumi, "Di sini dia lebih pemilih, loh."

Sambil memasukan potongan wortel ke dalam air rebusan, Mama Iwaizumi melukis senyum lalu terkekeh, "Mungkin karna yang masak adalah kamu. Jadi dia mau makan apa aja yang di masak."

Lagi-lagi, [Full Name] hanya bisa tersenyum kaku.

***

Iwaizumi Hajime, sepanjang kedatangannya di rumah sendiri, ia menghabiskan waktunya sendirian. Sekarang, ketika waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam pun, ia sedang ada di kamarnya dan berlatih fitness sendiri setelah sebelumnya melakukan makan malam. Di kamarnya, peralatan olahraganya memang tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa dan sisanya sudah ada di tempat yang seharusnya, yaitu ruang gym di bawah.

Saat ini, dengan baju dalam yang tak berlengan, Hajime sedang berkutat dengan alat bench press miliknya untuk melatih otot dada, bahu, dan lengan. Dia baru menyadari adanya kehadiran lain begitu berhenti untuk menjeda sejenak kegiatannya.

Ternyata [Full Name], sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Atensi mereka saling bertabrakan, tetapi keduanya tidak ada yang berbicara, bahkan [Name] yang lebih dulu memutuskan kontak mata mereka. Hajime sendiri malah melanjutkan aktivitasnya dengan barbel yang lebih kecil di sisi kasurnya.

Akhirnya karena hal itu, [Name] dengan terlihat ragu melangkah memasuki kamar Hajime.

Mungkin bagi pasangan suami istri biasa, yang seperti ini tidaklah lagi asing. Tetapi karena ini adalah mereka, maka bagi [Name] ruangan yang ia masuki sekarang masihlah ruangan asing milik seorang lelaki yang di dalamnya sedang berolahraga hanya dengan kaos dalam.

Dengan sangat canggung [Name] memasuki kamar Hajime. Tapi di dalam pun ia tidak melakukan apapun. Iya. Hanya berdiri saja sambil membelakangi Hajime. Tangannya bergerak gelisah.

"Kau kenapa, sih?" Celetuk Hajime kemudian sambil mengambil handuk dan mengelap peluhnya. Membuat bahu [Name] terlihat terjingkat kecil karena kaget.

"U-um ..." [Name] melirik Hajime kecil-kecil.

Melihat gelagat aneh tersebut, Hajime menaikkan alisnya.

Sungguh, [Name] terlihat sangat canggung bahkan dari belakang pun. Tapi Hajime tidak tau kenapa sampai seperti itu.

"Jadi kenapa kau ke kamarku dan membelakangiku, huh?" Ujar Iwaizumi, "lawan bicaramu ada di sana?"

"I-itu ..." [Name] masih melirik kecil. Akhirnya ia memberanikan diri untuk bicara perlahan-lahan, "aku tidur ... Di mana ...?"

"Hah?"

"Di mana aku ... Tidur?"

"Ck, kau itu sedang bicara dengan siapa sih?" Omel Hajime yang masih dapat punggung [Name] ketika di ajak bicara, "berbalik."

[Name] ragu-ragu berbalik. Tapi meskipun sudah begitu, wajah [Name] masih tertunduk. Hajime yang melihatnya pun membuang napas. Dia lalu mendekati [Name]. Dan gadis itu malah balik menghindarinya.

Sadar dengan apa yang mungkin mengganggu gadis itu, Hajime lantas kembali membuang napas, "Kau ini benar-benar."

Kemudian Hajime berbalik lagi, lalu mengambil bajunya yang tersisihkan di atas kasur dan memakainya. Setelah itu, Hajime berjalan ke arah pintu kamarnya melewati [Name], ia kemudian menutup pintu tersebut dan berbalik. Membuat [Name] yang menyadarinya lantas mengangkat kepala.

Dugaan Hajime benar, gadis itu ternyata terganggu karena ia hanya mengenakan kaos dalam.

"Kau tidur di sofa," Ujar Hajime. Menunjuk sofa di ujung kamar.

"Di kamar ini?"

"Memang kau mau tidur di sofa luar?"

"Um ..."

Tak mau bercakap apapun lagi, Hajime lalu memilih untuk merebahkan diri di atas kasurnya. Ia membuka ponselnya dengan cuek, tak peduli lagi pada [Name] yang kini masih terlihat canggung.

Berjalan perlahan mendekati sofa di pojok ruangan, [Name] pun mendudukinya. Ia melirik Hajime di kasurnya, tepat pada saat itu pula Hajime juga meliriknya.

Dengan suasana yang sangat tidak nyaman menurut [Name] karena sekamar dengan laki-laki, gadis itu mau tidak mau akhirnya merebahkan tubuhnya pada sofa. Untung saja sofa orang kaya itu empuk-empuk, jadi ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.

Tetapi tetap saja, yang jadi masalah adalah Hajime yang ia pergoki juga kadang-kadang mencuri pandang. Bagaimana ia bisa tidur jika terus-terusan diliriki seperti itu oleh seorang laki-laki?

Srakk! Bruk!

[Name] kaget. Sangat kaget ketika usahanya untuk terpejam dan mengabaikan tatapan Hajime itu diganggu oleh benda yang menindihi wajahnya. Begitu ia dapati ternyata sebuah bantal dan selimut dari kasur. [Full Name] menoleh, Hajime Iwaizumi itu sedang mematikan lampu kamarnya.

.

.

.

continue.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro