⸙ it's seventeen.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah beberapa minggu [Full Name] melakukan full rest di apartemennya tanpa ke mana-mana dan melakukan hal-hal berat. Kini ia sudah mulai bisa kembali memasak sesuatu, mencuci dan menjemur. Intinya semua pekerjaan rumah ringan sudah bisa gadis itu lakukan.

Maka, hari ini [Name] memutuskan untuk melakukan kembali aktivitasnya seperti biasa. Yaitu ke pasar. Walaupun mungkin ia tidak bisa ikut membantu membawa barang-barang yang berat lagi, tapi setidaknya ia tidak terus-terusan hanya berdiam diri suntuk di apartemennya.

Tapi, harapannya nampak agak terganggu oleh respon seseorang.

"Hah? Ngapain ke pasar?" Ujar Iwaizumi Hajime yang sedang duduk di sofa, "bahu kamu kan masih belum bisa bawa yang berat-berat."

"Iya, aku gak bantu yang berat-berat, kok," Balas [Name] yang sedang menyiapkan buku catatan dan tasnya.

"Gak. Gak ada ke pasar."

Menatap Hajime dengan raut yang berubah kecewa, [Name] berucap, "T-tapi aku bosan kalau di rumah terus."

"Kalau bosan ya nonton televisi—"

"Aku hanya ingin bertemu kenalanku saja."

"—Atau gak main ke rumahmu sendiri."

"Hajime ..."

Pemilik nama kecil yang disebut itu mendesah. Dia tidak tau harus menyampaikan larangan seperti apalagi pada [Name] untuk menggambarkan kekhawatirannya dengan tak terlalu kontras.

Pasalnya, jika [Name] kepasar, Hajime akan dibebani oleh beberapa hal. Pertama, luka di bahu gadis itu yang belum menutup sempurna. Dan Hajime tau [Name] adalah orang yang sangat baik, jadi ia tidak mau sampai gadis itu tiba-tiba terenyuh hatinya dan menolong orang lain membawa sesuatu.

Kedua dan hal yang paling penting, terakhir kali [Name] pergi ke pasar, dan penculikan serta luka tembak itu terjadi. Sebelumnya bahkan gadis itu digoda oleh dua orang pria dan tidak bisa menghindar. Bagaimana Hajime tidak khawatir?

Akhirnya setelah larut dalam pikirannya, Hajime kembali menatap raut wajah sedih [Full Name]. Laki-laki itu lantas menggaruk kepalanya.

"Hahh, ya sudah ayo aku antar pakai mobil," Ajak Iwaizumi Hajime itu pada akhirnya sambil mengambil kunci mobilnya.

***

Katanya sih begitu, mengantar. Tapi nyatanya Iwaizumi Hajime itu malah mengekori [Full Name] di pasar. Mengikuti gadis itu mampir ke satu dan toko lainnya, mengingatkan gadis itu agar jangan membawa barang atau membuat bahunya banyak gerak, dan ikut [Name] bertemu dengan kenalannya yang baru lagi.

"Aku [Full Name], Pak. Gimana kabar usahamu?"

Dengan begitu [Name] larut dalam obrolannya. Dan Hajime hanya bisa mengamati mereka dari belakang. Tampak tak mau ikut mengobrol di depan sana.

"Hahh."

Setelah kurang lebih selama 4 jam mengikuti [Name] berkeliling dengan aktivitasnya, Hajime pun membuang napas berat. Dia lelah. Karena sudah beberapa kali mengingatkan dan mengajak gadis itu pulang agar beristirahat tapi tak juga didengarkan.

Akhirnya Hajime ikut mendudukan diri di depan toko, sementara [Name] sedang ada di dalamnya. Ia bahkan sampai meminta Hanamaki Takahiro dan Matsukawa Issei untuk menagih hutang tanpanya hari ini.

"Nak?"

Iwaizumi Hajime tersentak kaget saat dirinya dihampiri oleh seorang bapak yang menjaga toko tersebut.

"Kamu temannya Nak [Full Name]?" Tanya bapak itu tiba-tiba. Mensejajarkan diri pada Hajime yang sedang duduk.

Mendapati pertanyaan tersebut, Hajime tak langsung menjawab. Ia memberikan hening sebelum akhirnya memulai jawabannya dengan dengusan pelan, "Iya, Pak."

"Hee, aku baru lihat Nak [Name] membawa temannya seperti ini, loh," Balas bapak itu, lalu melanjutkan, "aku pikir kamu pacarnya."

Hajime melukis senyum simpul tersirat sarkas, "Bukan, kok."

"Haha, padahal aku ingin menggoda Nak [Name] kalau membawa pacarnya," Ujar pria baya tersebut, "dia dari dulu tidak pernah terlihat dekat dengan cowok mana pun."

"Padahal ada banyak bujang pasar yang mendekatinya," Bapak itu menerawang lurus. Berbeda dengan Hajime yang hanya bisa menatap agak rendah.

"Tapi, daripada sama bujang pasar, Nak [Name] memang berhak mendapat yang lebih baik," Menoleh dulu untuk melihat apakah objek yang dibicarakan masih ada di dalam atau tidak, bapak itu menyambung, "soalnya Nak [Name] juga adalah orang baik. Sangat baik dan ramah. Dia sering membantu usaha kami kalau mulai krisis dan mencarikan jalan keluar."

"Walaupun rasanya aku ingin menjodohkannya dengan anakku sendiri, sih, haha," Bapak itu tertawa renyah. Lalu menatap ke arah Hajime yang menatap jalanan tenang, "tapi mungkin jadinya sama kamu. Soalnya ini pertamakalinya ia datang kepasar dan ditemani cowok."

"Pak Sagawa, aku pikir sedang ke toilet," Suara yang jauh lebih lembut dibanding riak-riuh ramainya pasar menyeruak menyapa indra pendengar. Baik Hajime dan Bapak yang bernama Sagawa tersebut menoleh.

"Ah, aku di sini sejak tadi, mengobrol dengan temanmu."

[Name] bertemu dengan pandangan Hajime. Tapi laki-laki itu malah berpaling lalu bangkit untuk berlalu.

Melihat jam, [Name] merasa sudah cukup lama di sini dan membiarkan Hajime sejak tadi terus menemaninya. Makanya merasa tak enak, [Name] langsung berpamitan dulu pada pak Sagawa dan istrinya.

Sebelum akhirnya menyusul Iwaizumi Hajime di depan sana, sedang jalan tertunduk dan memikirkan macam-macam.

Salah satunya adalah tentang gadis di belakang. Yang tadi mengenalkan dirinya sebagai [Full Name] ke orang baru, yang membuatnya dianggap orang lain sebagai temannya, dan yang tampaknya tak memberitahukan ke orang-orang pasar, bahwa namanya seharusnya sudah berubah menjadi Iwaizumi [Name].

.

.

.

continue.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro