13. Stay with Me

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rara berjalan dengan kecepatan tinggi meskipun begitu Trius bisa tetap melangkah dengan santai. Perbandingan tinggi yang hampir 20 sentimeter membuat langkah mereka bisa tetap beriringan.

Sambil berjalan, Rara berusaha  menghapus ingatan memalukan tentang kejadian barusan di ruang pertemuan besar. Dia langsung berdiri tepat pada waktunya sebelum air liur menetes dari mulutnya yang ternganga.

"Buang pikiran kotor tentang Trius, Rara!" Kata-kata itu terus diulang seperti mantra. "Buang! Buang!"

"Ra, nanti malam temani aku ya." Mendengar ucapan itu, Rara langsung tersandung kakinya sendiri.

"Kenapa sih kamu, Ra? Aneh banget!" Trius memegangi lengan Rara yang langsung ditepis.

"Nggak apa-apa. Ayo kita masuk," ucap gadis itu sementara pikirannya terus mengucap mantra. "Buang! Buang pikiran kotor!"

Ruangan yang mereka masuki penuh dengan orang. Beberapa duduk di mengelilingi sebuah meja. Mereka menoleh menatap Trius dan Rara yang baru masuk.

"Rara, kemana saja kamu?" tanya Profesor Ezra.

"Sepertinya tadi aku salah mengingat tempat pertemuan. Maaf, Prof." Beberapa orang tersenyum sinis sementara Trius menatap dengan kaget.

Rara tahu seharusnya dia tidak melindungi Sayaka. Namun ada rencana yang harus disusunnya. Menjadikan penggemar Trius sebagai musuh adalah hal terakhir yang harus dilakukannya. Dia berjalan ke arah Profesor Ezra dan menyerahkan laporan yang telah disusun. Atasannya menganggukkan kepala dengan senang.

Seusai pertemuan, Rara kembali membantu chef untuk menghidangkan makan malam. Meskipun masakan malam itu lezat, Rara tetap merindukan sosok Mika yang menyebalkan dengan segala tingkah laku konyol. Rasanya dia sedikit kesepian di sini.

"Hei, kenapa kamu banyak diam?"

Rara tersenyum senang dan menyambut gelas cokelat panas yang diberikan oleh Trius. Dia sedang duduk di ruangan yang memiliki jendela dengan pemandangan langsung ke Mount Terror.

"Aku suka cokelat panas!"

"Kupikir kamu senang karena aku datang." Rara tertawa mendengar ucapan Trius. Dia senang sekali menggoda laki-laki itu hari ini.

"Bagaimana kamu bisa menemukanku?"

"Aku selalu bisa menemukanmu, Rara. Dimana pun, kapan pun. Aku akan selalu bisa menemukanmu."

"Meskipun itu ada di tempat terjauh sekalipun?" Rara meletakkan gelas yang masih mengepulkan uap dan berpaling menghadap Trius.

"Ya." Jawaban itu begitu mantap dan tenang.

Perlahan Rara menghela napas lalu berdiri. Dia menyentuh kaca dingin dan menatap salah gunung berapi besar kedua yang ada di tempat ini. Kalau melihat gunung berapi, dia jadi ingat kisah Frodo Baggins yang berjuang menghancurkan cincin.

"Kamu lagi ingat film Lord of the Rings, ya?"

Ucapan itu tentu saja dijawab dengan anggukan dan tawa gadis yang masih menatap Mount Terror. Sesaat mereka jadi membicarakan film yang menurut Rara adalah film terbaik sepanjang masa.

"Jadi kenapa kamu minta ditemani?" tanya Rara akhirnya karena penasaran.

"Oh, itu ... aku hanya ingin mengobrol denganmu. Mencoba menyelami bagaimana cara berpikirmu yang agak aneh."

Rara tertawa, rasanya dia jadi bahan percobaan Trius yang seharian ini sibuk menganalisa semua tingkah lakunya. Diliriknya laki-laki yang duduk dengan tenang. Trius menangkap lirikan itu lalu beringsut mendekat.

"Kita main di luar, yuk?"

"Hah?"

Ide absurd Rara bukan tanpa alasan. Jantungnya akan lemah jika terus menerus dibombardir dengan segala macam tingkah manis Trius. Lagipula di luar tidak terlalu buruk. Angin tidak bertiup kencang dan suhu terus stabil di angka minus 29 derajat celcius.

"Mau apa kita di luar?" tanya Trius sambil merapatkan jaketnya. Mereka sudah ada di bagian belakang station, berdiri sambil kedinginan dengan gigi gemeletuk.

Rara tidak sanggup berkata-kata. Ternyata di luar sangat buruk. Dinginnya terasa menusuk, menembus dua lapis sweater dan jaket luaran yang tebal.

"Kamu pikir ini di kota, yang kalau bosan bisa main ke luar?" Omel Trius dengan nada sebal. Dia menurunkan topi wol yang dipakainya lalu lanjut mengomeli Rara. Bukannya takut dengan omelan itu, kini Rara malah tertawa.

"Mari kita bikin snowman!" seru gadis yang berlari ke arah tumpukan salju.

Mereka membuat beberapa snowman. Pekerjaan yang sulit karena angin selalu menghancurkannya dalam sekejap. Setelah satu jam, Rara tidak tahan lagi. Dia harus masuk ke tempat hangat.

"Fujikawa-Kun? Untuk apa kalian keluar?" tanya Sayaka saat mereka masuk sambil tertawa-tawa dengan hidung dan pipi merah.

"Menghangatkan badan," jawab Trius sambil tertawa lalu menggandeng Rara yang masih sibuk membersihkan salju di jaketnya. Gadis itu terhenyak kaget saat mendadak ditarik pergi. Dia melambaikan tangan pada Sayaka sambil berkata sampai jumpa saat makan malam.

Mereka berpisah untuk mengganti pakaian yang basah di depan kamar Rara. "Langsung ganti pakaian. Jangan sakit. Besok kita akan ke kaki gunung Erebus. Aku mau mengambil sampel titipan Elaine." Belum sempat gadis itu berkata, Trius mengecup dahinya cepat lalu berlari pergi.

Setelah membersihkan diri, gadis yang memilih mengenakan sweater berwarna hitam dan menggerai rambutnya yang lembab. Dia mengirim pesan pada Rawi dengan fotonya bersama Sayaka. Sahabatnya langsung membalas dengan emoticon menangis. Dia masih tertawa-tawa membaca pesan dari Rawi saat mendengar ketukan.

"Trius, sudah kubilang aku .... Oh, Sayaka? Maaf."

Sayaka berdiri dengan wajah pucat. "Tolong, jangan seperti itu!"

"Seperti bagaimana?"

"Kamu sengaja, kan? Bersikap seperti itu dengan Fujikawa-kun di depanku? Asal kamu tahu, dia itu mencintaiku." Tiba-tiba saja Sayaka menjambak rambutnya, membuat Rara sedikit tertarik ke depan.

"Jangan dekati dia dan kamu akan selamat. Mengerti?"

Kali ini Rara mengernyitkan dahi lalu menarik lepas tangan yang masih menjambak rambutnya. Dia tidak menyangka Sayaka begitu terobsesi dengan Trius. Belum sempat dia menjawab, tiba-tiba gadis berambut hitam pekat seperti boneka Jepang itu mengulurkan tangan ke arah leher Rara. Reaksi pertamanya adalah mundur. Ini membuat Sayaka terhuyung ke depan. Sebelum gadis itu jatuh menimpa Rara, seseorang menangkap bahu Sayaka.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Sayaka? Kalau kulihat kamu mengganggu Rara, aku tidak akan segan bercerita pada Profesor Nikijima tentang semuanya." Wajah Trius sangat dingin dan sepertinya dia mencengkram bahu Sayaka dengan keras karena gadis itu terlihat kesakitan.

"Sa-sakit. Fu-Fujikawa-Kun ...." Mendengar ucapan itu, Trius melepaskan cengkramannya. Sayaka berlari pergi dengan raut wajah ketakutan.

"Kamu nggak apa-apa, Ra? Kamu gemetar."

Reaksi Sayaka ketika mencoba mencekik lehernya, membuat gadis itu teringat sesuatu. Ingatan yang membuat tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan. Dia bahkan tidak sadar ketika Trius membawanya masuk ke kamar dan memintanya duduk.

"Trius ... a-aku ... a-aku ...."

"Ssshh .... Ada aku, Ra." Pelukan Trius seperti pertama kali saat laki-laki itu memeluk Rara, begitu lembut seakan takut menghancurkan kaca yang rapuh.

"Aku akan meminta tolong agar makanan kita dikirim ke sini saja. Kamu nggak apa-apa, Ra?"

"Trius, kamu bilang mencintai semua yang ada pada diriku. Bagaimana ... bagaimana kalau aku tidak seperti yang kamu harapkan?" Tidak mengindahkan ucapan Trius tentang makan malam, Rara menatap laki-laki yang balas melihatnya dengan pandangan bingung.

"Kamu kenapa? Sayaka bikin kamu terluka? Aku mau bicara sama dia." Trius berdiri, seakan hendak pergi. Tangan Rara terulur dan menggenggam jemari dingin yang berukuran dua kali lipat dari miliknya.

"Jangan ... jangan pergi."

Laki-laki itu terdiam. Tingkah laku Rara tidak seperti biasanya, ini sungguh aneh. Dia berlutut dengan tangan diletakkan pada lutut gadis yang masih gemetar itu. Ada sesuatu yang membuat Rara ketakutan dan itu pasti bukan karena ancaman biasa. Rara sudah bilang kalau ucapan Sayaka tidak akan berarti apa pun padanya.

"Ceritakan padaku, Ra. Apa yang membuatmu ketakutan?" Suara itu lembut membujuk. Mata Rara yang berkaca-kaca menatap manik gelap indah milik Trius. Jika setelah mendengar ceritanya Trius pergi, lalu bagaimana?

"Aku nggak akan kemana-mana, Rara. Ceritakan padaku." Mata Rara mengerjap, Trius pastilah seorang peramal, bagaimana dia bisa begitu tepat membaca pikirannya?

*
Foto credit by google

*
Semangat pagiiiii.
Iya aku tahu, kalian ada yang sudah liburan kan? Jadi semoga cerita Rara dan Trius ini menemani kalian saat liburan. 😁😁

Jangan lupa vomentnya yaaaaa.

Salam sayang dari Rara

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro