14. Story of My Life

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika sebagian orang berkata, masa paling indah adalah masa SMU, maka tidak begitu bagi Rara. Gadis itu selalu merasa teman-teman yang selama ini ada di sekitarnya adalah teman-teman palsu. Mereka tertawa di depan lalu mengejek di belakang. Kecuali satu orang, Rawi. Perempuan satu ini selalu bicara terus terang di depan orang yang bersangkutan dan dia selalu membela Rara saat yang lain menyudutkan.

Bagi remaja, hidup tidak akan lengkap tanpa idol sekolah. Bintang lapangan basket, sepakbola, musisi sekolah, ketua OSIS, semua itu bisa dijadikan sebagai idol. Arkandra Samudera, pewaris kerajaan bisnis besar yang ada di Indonesia, kebetulan saja bersekolah di tempat yang sama. Laki-laki itu mencolok di bidang musik. Dia membuat sebuah band dan menjadi terkenal. Dulu, Rara sama seperti remaja seusianya yang mengidolakan Andra, sampai malam itu terjadi.

Usia impian para remaja Indonesia adalah 17 tahun. Saat dimana mereka diakui sebagai seorang dewasa di mata hukum. Hari itu adalah ulang tahunnya yang ke-17. Sang Ayah, yang merasa gengsi jika ulang tahun puterinya tidak dirayakan besar-besaran, mengadakan pesta di sebuah hotel berbintang tepat hari terakhir mereka bersekolah sebelum libur semester. Beberapa band ikut memeriahkan acara itu, tidak terkecuali band milik Arkandra.

"Andraaaa!" Jerit teman-teman Rara saat laki-laki itu masuk bersama band-nya dan mulai bersiap untuk bermain musik.

Bagi Rara, malam itu Andra terlihat tampan dengan jas biru muda yang dipadu dengan ripped jeans. Begitu liar sekaligus memukau. Setelah selesai memainkan beberapa lagu, laki-laki itu menemuinya yang berdiri canggung di tengah pestanya sendiri.

"Happy sweet seventen, Ra!" Andra menciumnya di kedua pipi sampai gadis itu merasa malu.

Andra mengajaknya ke sebuah pojok yang tenang supaya mereka bisa mengobrol. Rasanya sangat menyenangkan bisa bicara dengan salah satu idola sekolah meskipun begitu Rara tidak nyaman saat beberapa kali tangan Andra menyentuh paha yang tidak tertutup gaun model baby doll yang dikenakannya.

"Ra, lo udah pernah ciuman belum?" Pertanyaan itu dijawab dengan gelengan malu-malu.

"Mau gue ajarin?" Sebelum Rara menjawab, Andra menciumnya. Awalnya hanya berupa bibir yang saling menempel, lama-kelamaan laki-laki itu menumpahkan hasratnya.

Kemudian Andra berdiri, menggenggam pergelangan tangan gadis di sampingnya dengan kuat lalu menyeretnya pergi. Rara yang ketakutan mencoba meminta tolong. Namun pada siapa? Teman-temannya sibuk sendiri di pesta itu. Matanya mencari-cari keberadaan Rawi namun nihil. Sementara itu Andra sudah menyeretnya menjauhi hingar bingar pesta, membuka sebuah pintu kamar dan melempar Rara ke dalamnya.

"Apa-apaan sih, lo? Gue mau keluar!" jerit Rara.

"Tidak semudah itu, cantik." Andra menyeringai. Tubuh tinggi besarnya menutupi pintu. Kali ini rasa takut benar-benar menyergap Rara. Dia bisa merasakan jantungnya berdebar keras dan keringat dingin menetes di punggungnya.

Jemari Andra terulur ketika gadis itu mulai berteriak. Dia membekap mulut Rara yang ketakutan sambil membawanya ke tempat tidur. Saat dia tidak berhenti menjerit, Andra menamparnya beberapa kali lalu mencekiknya.

Belum pernah Rara merasakan hal seperti ini. Udara terasa sangat tipis sementara dia berjuang untuk hidup. Kaki yang semula menendang-nendang, perlahan kehilangan tenaganya. Tepat pada saat dia merasa dewa kematian akan datang, pintu terbuka dengan paksa.

Rawi berdiri di ambang pintu, begitu cantik dengan gaun pestanya yang berwarna marun. Namun dia juga marah. Seorang security yang ada di sampingnya menarik tubuh Andra dari Rara yang menggigil ketakutan. Gaun babydoll berwarna putih indah yang dikenakan gadis itu sudah tercabik-cabik dengan noda-noda darah dari bibir yang sobek.

"Lo nggak akan bisa lari dari gue, Ra! Lo milik gue!" teriak Andra saat security menyeretnya menjauh.

Selama satu minggu berikutnya Rawi dan keluarganya yang mengurus Rara. Gadis itu bersikeras tidak mau memberitahu orangtuanya karena mereka punya hubungan bisnis dengan keluarga Andra. Bisa dibayangkannya justru dia yang akan disalahkan pada peristiwa ini.

Ibu Rawi yang sangat prihatin dengan kondisi Rara, meminta izin pada orangtua gadis itu untuk membawanya liburan ke resort mereka di Bali. Tentu saja tanpa pikir panjang permintaan itu dikabulkan oleh orangtua Rara.

Setelah seminggu, lebam di leher dan luka pada bibir Rara mulai sembuh meskipun kondisi psikologisnya tidak begitu bagus, jadi Ibu Rawi meminta anaknya terus mendampingi Rara. Persahabatan mereka semakin erat. Rawi menjaga Rara dengan baik.

Andra tidak pernah tersentuh oleh hukum. Keluarganya pasti mengeluarkan banyak uang untuk menutup kasus itu. Meskipun begitu, Rara merasa lega saat Andra dipindahkan oleh orangtuanya untuk menghindari gosip.

Pertemuan mereka berikutnya adalah saat Andra mulai dikenal sebagai musisi profesional. Band-nya terkenal dengan cepat. Namun semua itu tidak meninggalkan sikap arogansi dari Andra. Saat laki-laki itu tahu bahwa Rara adalah anak dari rekan bisnis ayahnya, dia minta dijodohkan.

Mati-matian Rara menolak permintaan orangtuanya. Permintaan pertama yang dia tolak mentah-mentah. Ayahnya marah dan nyaris saja memukulnya kalau saja Ezra, kakaknya tidak membela. Untuk sementara dia merasa aman, sampai malam dimana sang ayah mengumumkan bahwa dia akan bertunangan. Bayangan Andra menyakitinya masih jelas bahkan saat dia menutup mata.

Trius menatap air mata yang bergulir perlahan di pipi tirus Rara. Dipeluknya tubuh gadis yang masih gemetar seolah kejadian traumatis itu baru saja terjadi. Dia tidak pernah mengira, hidup Rara begitu berat. Andaikan keluarganya seperti keluarga Rara, mungkin dia sudah keluar dari rumah itu sejak lama.

"Jadi, itu sebabnya kamu tidak mau menerimaku?" tanya Trius pelan.

"Ya. Bagaimanapun, aku sudah ditunangkan dan rasanya tidak adil bagimu kalau ...."

"Apa kamu mencintai laki-laki itu?" Pertanyaan itu memotong ucapan gadis yang terlihat sangat kaget mendengar pertanyaan laki-laki beraroma aquatic yang kini duduk di sampingnya.

"Tentu saja tidak!"

"Kalau begitu jangan khawatir, Ra. Aku akan selalu ada di sampingmu." Rara memejamkan matanya. Mungkin dia bisa belajar percaya pada laki-laki di sampingnya. Trius kembali memeluknya dengan lembut. Detak jantung dan aroma yang kini akrab di hidung Rara, terasa sangat menenangkan. Hening menyelimuti mereka sampai air mata gadis berambut panjang itu mengering dan badannya berhenti gemetar.

"Ra ...."

"Ya?"

"Apa aku membuatmu takut? Maksudku, aku laki-laki dan bisa jadi kamu trauma dengan laki-laki, padahal aku terus menciummu tanpa izin bahkan menolak untuk meminta maaf, aku-"

"Trius ...."

"Ya?"

"Aku lapar."

"Astaga, Rara! Kamu masih ingat lapar?" Tepat ketika itu perut Rara berbunyi. Mereka tertawa bersamaan.

Trius berdiri dan mencari-cari ponsel untuk mengirim pesan pada chef Namaki agar dikirimkan makanan. Dia tidak mau meninggalkan Rara sendirian lagi. Untunglah chef baik hati itu mau mengantarkan makanan. Trius bicara dengan chef itu sebentar sebelum masuk kembali dan menemani Rara makan. Setelah mereka selesai makan, Trius berdiri.

"Kamu mau pergi?" tanya Rara.

"Kamu mengharapkan aku tinggal?" balas Trius menggoda sambil mengedipkan mata. Kembali tawa terdengar dari bibir Rara.

"Good night, Rara. Sleep tight! I love you."

Wajah Rara memerah mendengar ucapan itu. Dia baru saja akan membalas ucapan selamat malam, ketika mendengar bisikan permintaan maaf lalu jemari Trius menangkup wajahnya dan menciumnya dengan lembut.

"Aku akan menunggu sampai kamu siap menerimaku, Ra," bisik Trius saat kembali menciumnya. Kali ini, Rara luluh dalam diri Trius.

*

So sweeetttt banget deh babang Trius. Jadi sayang (eh?) 😝😝

Ini update-an kedua untuk hari ini. Ada yang mau update ketiga? Atau maunya hari sabtu aja? 😁😁

Jangan lupa voment yaaaa.

Love love from babang
️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro