18. Better Together

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika menunggu Rara siuman adalah siksaan batin, melihatnya menderita ternyata lebih menyiksa lagi. Gadis itu berurai air mata mendengar penjelasan dokter Edward tentang kondisi tubuhnya. Dia diperkirakan terkena gangguan sensorik karena terlalu lama terpapar udara dingin. Apalagi saat mengikat tali, Rara membuka sarung tangannya.

"Jangan menangis, Ra. Kita akan coba ke pemukiman penduduk Chile yang ada di Kutub Selatan. Mereka punya rumah sakit yang lengkap. Kamu bisa sembuh dengan terapi, Rara." Dokter Edward tersenyum menguatkan.

"Besok ada jadwal pesawat dan helikopter yang datang membawa bahan-bahan khusus untuk mengalihkan aliran gletser. Kalian bertiga pergilah ke pemukiman itu," kata Profesor Ezra yang juga menjenguk bersama Profesor Nikijima.

Perlahan Rara menganggukkan kepala dan menggumamkan terima kasih saat mereka semua pergi kecuali Trius. Laki-laki itu bersikeras untuk menyuapinya.

"Aku akan pergi denganmu, Ra. Jangan khawatir."

"Aku takut," bisik Rara.

"Aku tahu kamu takut. Tapi kita bisa berusaha untuk membuang ketakutan itu. Kamu akan sembuh, Ra. Dokter Edward bilang kondisi ini tidak permanen, ingat? Semakin cepat kamu di terapi, peluang kesembuhan akan semakin cepat."

"Terima kasih, Trius. Untuk ... untuk semuanya."

"Kamu tahu aku akan melakukan apa pun untukmu, Ra." Ucapan itu menerbitkan semburat merah jambu di wajah pucat gadisnya.

Setelah makan, Trius meminta Rara untuk beristirahat. Namun gadis itu bersikeras kalau Trius harus membantunya menelepon Rawi. Sepertinya Rara ingin memberitahu kondisi terakhirnya pada Rawi. Trius memasang mode loudspeaker supaya Rara bisa berkomunikasi dengan mudah.

"Hai, Rawi. This is Rara's boyfriend."

"Whoa! She said yes?" Suara Rawi terdengar antusias.

"Yep. Of course, she said yes. Hanya saja kondisi Rara sekarang sedang menurun. Dalam ekspedisi terakhir kami, dia kecelakaan dan sekarang terkena gangguan sensorik." Terdengar suara kesiap di seberang sana.

"Tenang saja, Rawi. Kami akan membawa Rara ke pemukiman penduduk Chile yang terdekat dengan pesawat besok. Di sana ada rumah sakit lengkap dan dia akan sembuh dengan cepat."

"Trius, tolong jaga sahabatku baik-baik. Bilang padanya, aku sayang dia." Mata Rara berkaca-kaca mendengar suara Rawi yang bergetar.

"Hei, gue masih bisa ngomong, tahu?" Rawi tertawa mendengar suara Rara.

"Ra, gue terpaksa kasih tahu kondisi lo ke Kak Ezra ya. Dia hampir setiap hari datang tanya kondisi lo. Kakak lo khawatir banget." Ucapan Rawi membuat Rara menghela napas.

"Ya udah. Beb, gue istirahat dulu ya."

"Okay. I miss you so much, Rara. Cepat pulih ya, dear."

Trius menatap Rara setelah panggilan telepon dimatikan. Bulu mata Rara bergetar, rasanya dia ingin mencium gadisnya. Namun dia cukup tahu diri. Hari ini sangat berat bagi Rara. "Tidurlah, Ra. Aku akan menjagamu."

Kali ini gadis berambut panjang itu menurut, dan langsung menyelusup dalam selimut. Trius membelai rambut hitam indah milik Rara, mencoba memberikan rasa nyaman.

"Setidaknya aku senang kamu besok akan ikut," ucap Rara pelan dengan mata terpejam.

"Ya. Aku takut kamu terlalu rindu kalau kita berjauhan." Tawa terdengar dari gadisnya, membuat Trius tersenyum lembut.

"Pekerjaanmu?"

"Aku bisa bekerja dari mana saja, Rara. Kalau perlu, aku juga bisa menjadi asisten Profesor Ezra dari jauh untuk sementara jadi kamu bisa fokus untuk sembuh."

Ucapan itu memang tidak main-main. Trius bermaksud untuk membantu Rara sekuat tenaga melewati masa sakitnya. Kali ini mata gadisnya terbuka lebar.

"Aku bicara dan kamu yang mengetik."

"Sesukamu, princess," jawab Trius sambil mengecup dahi Rara lalu tersenyum.

Gadis yang berbaring di tempat tidur itu tersenyum dan memejamkan mata. Tidak lama, bunyi napas teratur Rara sudah terdengar menandakan gadis itu sudah tidur dengan nyenyak. Trius masih mengelus rambut panjang itu untuk beberapa waktu lalu dia berjalan ke arah sofa, mengatur bantal dan selimut yang dibawanya untuk bermalam di ruang kesehatan.

Sejenak dia berbaring menatap kegelapan yang tercipta oleh tirai karena di luar matahari bersinar. Masih ada lima bulan lagi sampai matahari tenggelam yang menandakan musim dingin datang di Kutub Selatan.

Tangan Trius meraih ponsel dan mengetik pesan. Dia butuh informasi yang lengkap tentang tunangan Rara dan sumber informasinya tentu saja tidak jauh. Sinar ponsel menerangi ruangan itu, sampai akhirnya dia tertidur.

"Hei, Olaf! Bangun!"

"Ini pasti mimpi. Saking cintanya sama Rara, suaranya juga masuk ke dalam mimpiku." Trius membenamkan kepalanya ke dalam bantal.

"Trius! Seriously I need you!" Suara itu terdengar panik. Mata Trius langsung terbuka lebar, menyadari kenyataan kalau dia tidur di ruang kesehatan.

"Kenapa, Ra?" tanyanya sambil meloncat bangun.

"Aku perlu ke toilet. Tapi ini nggak kepegang-pegang dari tadi." Wajah Rara terlihat sedih saat dia berusaha menggapai tiang infus.

"Sini aku bantu. Kamu bisa berdiri? Aku akan memegangimu." Trius berusaha keras untuk tidak menghela napas sedih saat menuntun Rara ke kamar mandi.

"Panggil aku kalau kamu udah selesai, ya?"

Di depan pintu kamar mandi, laki-laki itu menyenderkan badan ke tembok sambil menguap. Dia butuh kafein sekarang juga. Setelah Rara selesai dan dia membantu gadis itu kembali ke tempat tidur, Trius memutuskan untuk pergi ke dapur untuk membuat kopi dan cokelat. Dia bertemu chef Namaki yang kemudian berjanji akan mengirimkan makanan padanya dan Rara di ruang kesehatan.

Pagi itu, Trius membantu mengemas barang gadisnya. Dia juga mengemas barang miliknya sendiri beserta laptop dan tablet. Profesor Nikijima dan Profesor Ezra berjanji akan memberinya kabar dan informasi tentang perkembangan bakteri purba itu setiap hari.

Terdengar bunyi baling-baling helikopter yang membawa sebagian alat-alat konstruksi untuk mengalihkan gletser. Setelah alat-alat diturunkan, dia menggendong Rara, bersiap untuk menaiki heli bersama Dokter Edward.

Semua peneliti di Fukai Station mengantar kepergian mereka. Tiba-tiba terdengar aba-aba dan orang-orang itu menundukkan badannya, menghormati Rara. Perempuan dalam gendongan Trius itu menatap yang lain penuh haru.

"Terima kasih, Rara-Chan. Kebaikan hatimu, mencegah hilangnya nyawa. Semoga pengobatanmu lancar," ucap Ryu mewakili yang lain.

"Kalian pasti juga akan melakukan hal yang sama jika menjadi aku." Rara tersenyum, mengucapkan terima kasih lalu kami bersiap pergi.

Kutub Selatan dari atas begitu kelabu, putih dan dingin. Tidak terbayangkan oleh Trius bagaimana rupa dunia kerjanya selama ini dari atas. Dia memandang gadis yang juga sedang menatap kejauhan.

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Trius sambil memperbaiki mantel luar yang menyelubungi tubuh Rara.

"Kamu."

"Kenapa aku?"

"Waktu pertama kali kita bekerja, kupikir kamu membenciku karena aku perempuan. Nyatanya kali ini aku memang sedang merepotkanmu. Maaf, Trius karena sudah membuatmu meninggalkan pekerjaan dan-"

"Ra," potong Trius tidak sabar.

"Ya?"

"Maaf aku bersikap menyebalkan dulu. Itu bukan karena meremehkanmu. Aku tahu kamu orang yang cerdas dan kompeten. Kalau tidak, buat apa Profesor Ezra membawamu? Lagipula kamu lebih dari itu. Kamu punya hati baik yang rela menolong orang yang akan mencelakakanmu. Kamu tidak merepotkan, sungguh! Sebuah kebahagiaan bisa membantumu saat ini. Mereka juga pasti berpikir seperti itu. Jangan berpikir hal aneh. Fokus saja pada kesehatanmu."

Trius mengatupkan mulutnya dengan kaget. Dia tidak menyangka akan bicara seterbuka ini, bahkan dokter Edward yang mendengar percakapan mereka pun mengulum senyum. Namun Rara terlihat lebih rileks, dan tidak ada yang lebih penting bagi laki-laki itu dibanding kebahagiaan gadisnya.

Mereka kembali menatap dunia putih dan kelabu di luar, menjauhi Fukai Station. Rara meminta Trius memasang headset ke telinga mereka dan menyalakan ipod miliknya. Dia kemudian menyenderkan kepalanya pada bahu Trius, mendengarkan lagu bersama. Setidaknya sekarang mereka bersama.

Love is the answer, at least for most of the questions in my heart
Like why are we here? And where do we go?
And how come it's so hard?
It's not always easy and
Sometimes life can be deceiving
I'll tell you one thing, it's always better when we're together
(Better Together - Jack Johnson)

❄❄❄

Pagiii
Ini adalah update terakhir Ayas di tahun 2019.
Agak sedih juga sih. 😢😢

By the way, Ayas ada giveaway akhir tahun check facebook Ayas ya. 😁😁

Ikutan! Jangan sampai ketinggalan.

Love from South Pole

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro