20. Waiting for You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Trius menatap hamparan putih yang akan ditinggalkannya. Dia terpaksa meninggalkan Rara terlebih dulu karena Profesor Nikijima terkena flu dan harus ada yang menggantikan posisi peneliti senior itu karena tahap pertama konstruksi sudah mulai berjalan. Profesor Ezra tentu saja akan kerepotan jika harus menangani semua hal sekarang.

Dia mendapat berita itu kemarin malam, tiga hari setelah terapi Rara berlangsung. Saat itu mereka sedang makan malam dan Profesor menelepon. Trius ingat tatapan mata Rara saat dia menanggapi pembicaraan dengan Profesor Nikijima dalam bahasa Jepang.

"Berita buruk?" tanya gadisnya ketika dia kembali duduk.

"Ya. Profesor Nikijima sakit dan memintaku kembali ke South Pole Station untuk menggantikan posisinya. Tahap pertama konstruksi sudah berjalan, jadi aku harus turun ke lapangan," jawab Trius dengan nada datar.

"Maka kamu harus kembali." Kata-kata Rara yang tegas membuatnya menoleh kaget.

"Kita bicarakan nanti setelah makan malam," balas laki-laki itu pelan. Dia tidak suka membicarakan pekerjaan saat sedang makan malam.

Seperti biasa mereka berjalan perlahan menuju kamar Rara. Trius menggandeng gadisnya supaya tidak terjatuh. Mereka masih berdiam diri sesampainya di kamar.

"Trius, aku serius dengan ucapanku tadi. Kamu harus kembali. Ada tanggung jawab yang harus kamu selesaikan."

"Bagaimana denganmu, Ra?" Trius menatap gadis dengan mata bulat di hadapannya. Rara tertawa.

"Aku akan baik-baik saja. Anna bilang aku sudah ada kemajuan, kan? Lagipula dokter Edward masih ada di sini."

Sambil menghela napas berat Trius membawa Rara dalam pelukan. Sesungguhnya Anna mengatakan hal yang sebaliknya siang tadi. Trius tahu, Rara hanya tidak ingin dia khawatir. Dibelainya rambut hitam panjang itu. "Aku akan kembali saat malam tahun baru."

"Baiklah. Aku akan menunggumu di malam tahun baru."

*

Trius menyenderkan kepalanya di jendela pesawat yang membawanya kembali ke South Pole Station. Dia mulai membuat rencana supaya pekerjaannya berjalan seefektif mungkin. Dibukanya tablet dan mengecek laporan yang dikirimkan Profesor Nikijima. Dia harus berbuat sesuatu atau akan gila karena rindu pada gadis berambut panjang yang ditinggalkannya beberapa saat lalu.

Diambilnya ipod milik Rara yang diberikan padanya sebelum berangkat tadi. Dia tersenyum membaca playlist milik gadisnya. Seperti perkiraannya, selera musik Rara juga luar biasa. Mulai dari Metallica sampai BTS ada di dalam playlist itu. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan manusia seunik gadisnya?

"Musik adalah pelarianku, Trius. Kamu tahu, semua hal dalam hidupku diatur kecuali pekerjaanku. Itu pun harus dalam batasan menjaga nama baik keluarga. Kalau kamu rindu padaku, dengarkan saja! Awas kalau kamu tertawa!"

Kini Trius harus berjuang menahan tawanya. Dia mengambil ponsel lalu mulai mengirimkan pesan pada Rara. Setelah itu, dia kembali fokus pada pekerjaan.

Kondisi Profesor Nikijima tidak terlalu parah, namun dia harus beristirahat cukup lama. Beberapa peneliti dan teknisi mengajak Trius untuk meeting untuk memberikan informasi terbaru tentang pekerjaan konstruksi dan juga penelitian mengenai gletser yang terpapar bakteri kuno.

"Langsung sibuk, ya?" Mika mengetuk pintu ruang duduk.

Trius tertawa. Dia melambaikan tangan meminta sahabatnya untuk masuk. Mika datang tidak dengan tangan kosong, tentu saja. Chef itu membawa espresso khusus untuknya.

"Hmm ... kopi buatanmu selalu saja enak." Mika tertawa mendengar ucapan itu.

"Bagaimana Rara?"

"Sejujurnya, belum banyak kemajuannya. Indera perabaannya terganggu terutama di telapak tangan. Kamu tahu? Dia jadi kesal karena tergantung pada orang lain. Berita baiknya, Anna, dokter yang menanganinya bilang kalau hal itu bisa memicu semangat Rara untuk sembuh." Mika menganggukkan kepala.

Sejenak mereka berdiam diri. Trius merapikan dokumen lalu menyimpan pekerjaannya sementara Mika menghirup kopi miliknya sendiri.

"Jadi, bagaimana hubunganmu dengan Rara?" Laki-laki yang ditanya hanya tersenyum simpul.

"She told me, that she is falling in love with me."

"Wah, selamat kalau begitu. Finally, my little Demi have a girlfriend."

"Stop calling me, Demi. I hate that!"

Mika malah tertawa lebar. Dia senang sekali sahabatnya bisa menjadi lebih terbuka dan memiliki ekspresi lebih dari sekedar muka datar.

"Gimana perasaanmu pada Rara saat ini?"

Trius terdiam mendengar itu. Saat ini rasanya dia sudah jatuh cinta semakin dalam dengan gadis cantik berambut panjang yang baik hati itu. Dia ingat bagaimana Rara menjaga nama baik Sayaka. Tanpa perlu diberitahu, gadis itu mengerti bahwa skandal seorang peneliti bisa menghancurkan karir.

"Kamu tahu kalau Sayaka yang mencoba mendorong Rara?"

Mika langsung tersedak kopinya yang masih panas. Dia terbatuk-batuk lalu berlari keluar ruangan untuk mengambil air mineral. Diteguknya air mineral untuk meredakan batuk. Setelah batuk itu reda, dia meminta Trius untuk bercerita.

"Hebat juga ya, Rara," ujar Mika kagum.

"Jangan ganggu-ganggu, Rara!"

"Ya ampun, posesif banget, sih?" Mika tertawa. Seandainya saja Trius bisa melihat betapa berubahnya dia saat ini. Demitrius Fujikawa yang dulu dia kenal, tidak terlalu suka terikat dengan manusia lebih dari sekedar pekerjaan. Melelahkan harus menjaga perasaan orang, katanya. Namun lihat sekarang? Laki-laki itu sedang mengecek ponselnya lalu tersenyum cerah. Tidak perlu diberitahu siapa yang sedang mengirim pesan. Rara sedang melatih tangan kirinya lagi agar bisa mengetik, jadi dia sering mengirim pesan bahkan yang tidak penting sekalipun.

Mika jadi ingat lagi, saat mereka baru datang ke Station ini, Trius menanyakan banyak hal tentang Rara dengan alasan ingin tahu sejauh mana kompetensi gadis itu. Nyatanya, mungkin dia sudah tertarik pada Rara sejak pertama.

"Hei, kamu nggak takut ninggalin Rara di sana? Siapa tahu ada laki-laki lain yang mendekatinya," goda Mika tidak tahan untuk tidak mengganggu Trius. Seperti dugaannya, Trius hanya tersenyum simpul dan berkata, "Kamu sudah cukup mengenal Rara untuk tahu sifatnya kan, Mika?"

Chef itu kembali tertawa. Dia berdiri, mengambil gelas-gelas kopi yang sudah tandas lalu menepuk bahu Trius. "Sampai jumpa besok!"

Trius menghela napas. Malam ini akan terasa sangat panjang. Dia memandang jendela yang menghadap luar, teringat malam saat gadisnya duduk melamun di sini. Mungkin tidur akan mengalihkan kerinduannya pada Rara.

*

Pesan dari Rawi masuk keesokan harinya. Beberapa hari ini Trius memang lebih sering berhubungan dengan Rawi. Dia ingin mencari tahu tentang keluarga Rara juga tentang Arkandra Samudera. Melalui google dia hanya mendapatkan berita bahwa musisi itu memiliki banyak skandal dengan penyanyi muda atau entertainer lain dalam production house milik Andra.

"Hei, Trius! Aku akan bertanya serius sekarang. Sedalam apa perasaanmu pada Rara?" tanya Rawi. Sahabat Rara itu meneleponnya di pagi-pagi buta.

"Tentu saja sangat dalam."

"Kalau begitu bersiaplah untuk bertemu keluarga Rara. Arez, kakaknya, lagi mengurus visa untuk pergi ke pemukiman penduduk Chile tempat Rara dirawat. Kalau beruntung, mungkin kalian bisa bertemu sekitar tahun baru."

Berita itu membuat Trius cukup terkejut. Dia tidak menyangka kakak Rara akan sangat khawatir pada kondisi adiknya. Pelan-pelan dia berpikir dan terbentuklah sebuah rencana. Namun, mula-mula dia harus memberitahu Mika terlebih dulu. Disempatkannya untuk mampir ke dapur sebelum mengecek konstruksi yang mulai berjalan.

❄❄

This is it.
Hari ini sudah update 3 part. Hari terakhir Ayas update di 2019.

Semoga kalian menikmati.
Selamat tahun baru semua. 🎉🎉🎉

Penuh sayang dari Kutub Selatan
(Rara aja. Karena Trius lagi di Station 😁 )

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro