3. My Bestfriend

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam itu, Rara sedang sibuk memasukkan data-data yang diambil oleh atasannya selama siang tadi. Dia memilih tempat di ruang duduk yang sedang sepi. Mungkin orang-orang sedang beristirahat sejenak sebelum makan malam.

South Pole Station bisa ditempati sampai 150 orang. Para peneliti silih berganti menempati station itu. Rara beruntung tim mereka datang di musim panas. Kabarnya jika musim dingin, suhu di sini bisa mencapai lebih dari minus 50 derajat celcius. Membayangkannya saja gadis itu langsung merasa dingin.

Tiba-tiba gawainya berkedip-kedip tanda ada panggilan masuk. Dia memang terbiasa tidak membunyikan semua panggilan masuk. Mendesah lega ketika melihat nama sahabatnya di caller id, gadis itu menjawab tanpa ragu.

"Hai, Dewi Bumi! Lama banget yaaa nggak ada kabar," cerocos Rawi begitu Rara mengangkat panggilannya.

"Duh, plis deh! Baru juga empat hari," sahut gadis berambut panjang itu tertawa. Gara-gara namanya ada Gaia, Rawi kerap memanggilnya Dewi Bumi. Dia tidak suka panggilan itu, namun protes hanya akan membuat dia digoda habis-habisan oleh sahabatnya.

Rawi adalah sahabat terdekat Rara. Mereka sudah bersahabat sejak SMA. Bagi Rara, tidak ada orang yang mengerti dirinya sebaik Rawi, begitu juga sebaliknya. Ketika Rara mengambil keputusan untuk mengambil pekerjaan sebagai asisten Profesor Ezra, hanya Rawi yang tahu. Sampai dua hari lalu sebelum dia berangkat ke South Pole Station dan memberitahu kakaknya. Setidaknya di sini, Ibu tidak bisa datang dan menyuruhnya melanjutkan acara perjodohan.

Sepuluh menit berikutnya, Rara sibuk mengobrol dengan Rawi. Mereka membicarakan banyak hal, mulai dari gosip sampai segala hal remeh temeh. Baru kali ini Rara sadar, kalau dia kangen sama kecerewetan sahabatnya itu.

"So, siapa saja yang ikut?" tanya Rawi setelah mereka tertawa-tawa dengan gosip. Rara selalu bilang kalau pekerjaan utama Rawi sebenarnya bukan accountant, melainkan admin akun gosip di Instagram saking hobinya dia bergosip. Gara-gara sahabatnya itu pula, image akuntan yang serius, berubah di mata Rara.

Dia menyebutkan siapa-siapa saja yang ikut. Rawi yang juga bekerja di tempat yang sama dengannya pasti tahu nama-nama yang disebutkan. Rara sengaja tidak menyebutkan nama Trius, karena jika sahabatnya itu sampai tahu, dia pasti histeris. Rawi salah satu fans Trius. Dia melahap habis semua makalah penelitian doktor muda itu tanpa kecuali. Bahkan kalau tiba-tiba Trius menulis jurnal tentang Bumi datar, Rawi pasti akan membaca dan memercayainya mentah-mentah.

"Kayanya masih kurang deh, Ra. Harusnya 30 orang kan?" Pertanyaan Rawi berikutnya membuat Rara memejamkan mata.

"Demitrius Fujikawa juga ada di sini," jawab gadis berambut panjang itu pelan.

"DEMI APA? SUMPAH! LO HARUS AMBIL FOTO SAMA DIA! EH JANGAN! AMBIL FOTO DIA SENDIRI, BUAT GUE! YOU SHOULD TAKE HIS PICTURE, OKAY?"

Rara mengernyitkan dahi sambil menjauhkan alat telekomunikasinya ketika Rawi berteriak histeris. Inilah sebabnya dia tidak mau bilang kalau Trius ada di tim mereka. Bisa-bisa Rawi terus merecokinya untuk berkenalan dengan snowman menyebalkan itu.

"Wah! Sinyal jelek nih, Beb! Got to go. See you next time, ya." Tanpa menunggu jawaban Rawi, gadis itu mematikan sambungan telepon begitu saja.

Dia mendecakkan lidah lalu kembali memusatkan perhatiannya pada pekerjaan. Seseorang duduk begitu saja di sampingnya. Melirik sweater gelap yang ada di sampingnya, membuat Rara ingin sekali mendengkus. Demi Tuhan! Dari sekian banyak kursi dan meja di ruangan ini, kenapa harus di sebelahnya?

Dia menoleh dan menatap mata gelap yang sedang melihatnya dengan seksama sampai Rara merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Tunggu! Untuk apa jantungnya berdetak lebih cepat. Berdehem kecil, dia bertanya, "Ada yang kamu perlukan?"

"Kenapa kamu mau ikut masuk dalam tim penelitian ini?"

"Bukan urusanmu," jawab gadis itu ketus dan berpaling ke laptop.

"Jadi kapan kamu akan mengambil fotoku?" Pertanyaan ini sontak membuat Rara menoleh cepat. Dia menemukan Trius mengulum senyum sampai membuatnya terperangah. Menggelengkan kepala, dia mencoba mengusir ingatan tentang senyum laki-laki menyebalkan itu.

"Kamu menguping?"

"Temanmu bicara terlalu keras," balas Trius dengan wajah kembali default datar.

"Tetap saja itu menguping!" kecam gadis itu sambil mengibaskan rambutnya ke samping. Dia menutup laptop dan membereskan barang-barangnya.

"Terus saja kabur, Elsa!"

"Apa maumu, Trius? Sepertinya aku tidak membuat masalah denganmu." Sekarang laki-laki itu mengangkat bahunya seakan tidak peduli. Menyebalkan sekali!

Langkah Rara sudah hampir sampai ke pintu ruangan itu ketika terdengar suara pelan, "You have to prove that you deserve to be in this team."

Setelah berkata itu, Trius berjalan melewatinya tanpa menoleh lagi. Rara menggeram kesal. Dia benci pada laki-laki yang terus menerus membuatnya merasa diremehkan. Meskipun tidak memiliki otak super jenius, tapi Rara merasa dia bisa diandalkan untuk menjadi asisten. Kalau tidak, kenapa Profesor memilihnya? Merasa kesal, gadis itu melangkah keluar dari ruangan itu.

Sisa malam itu, Rara hanya mendekam di kamar untuk menyelesaikan pekerjaannya. Elaine membawakannya makan malam lalu perempuan itu keluar lagi untuk berdiskusi dengan Profesor Nikijima.

Rara membawa alat makan yang telah digunakannya ke dapur. Dia menemukan Mika yang sibuk menyiapkan bahan makanan untuk esok hari di sana dan tersenyum ketika melihatnya. Gadis itu tidak berkata apa-apa dan langsung membersihkan alat makan yang dibawanya. Kemudian dia membantu Mika untuk mengupas kentang.

"Hei! Kenapa kamu nggak muncul di ruang makan? Prof Ezra memberimu pekerjaan tambahan?" tanya Mika. Sejenak Rara tergoda untuk menceritakan kelakuan Trius yang menyebalkan. Mulutnya sudah hampir bicara, ketika pintu dapur kembali terbuka.

"Hei, Mika! Mau minum kopi bersama kami?" Suara itu berhenti ketika menyadari kehadiran Rara.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Trius.

Rasanya Rara mau menjambak-jambak rambutnya sendiri karena kesal. Makhluk satu ini ada di mana-mana. Setelah mengatur napas dan wajah, gadis itu membalikkan badan. Trius sepertinya terkejut melihat senyum di wajah Rara.

"Habis curhat sama Mika. Ngomongin cowok menyebalkan yang terus menerus meremehkanku!" Rara bicara dalam bahasa ibunya. Dia yakin 100% kalau si snowman ini tidak paham bahasa yang digunakannya meskipun memiliki separuh darah Indonesia. Dia berjalan melewati Trius, sengaja menyenggol lengan laki-laki itu.

"Jadi aku menyebalkan, huh?" Mata Rara sontak terbelalak mendengar kata-kata Trius yang diucapkan dengan bahasa Indonesia meski dengan logat kaku. Dia membalikkan badan dan menemukan laki-laki itu berdiri bersidekap dengan mata memancarkan amarah.

Sial! Jadi orang ini bisa bahasa Indonesia. Wajah gadis itu merah padam karena malu, tapi dia menolak untuk kalah dan balas menatap mata yang sedang melihatnya dengan marah.

Menyadari suasana yang memanas, Mika berdehem. "Guys?"

Baru saja Rara akan menyahut, ketika gawai yang digenggamnya kembali berkedip-kedip. Diliriknya nama Rawi pada caller id dan memutuskan untuk mengabaikan panggilan itu sampai berhenti. Namun tidak lama, panggilan itu kembali terulang. Terpaksa dia mengangkat panggilan itu.

"Kenapa, Wi?" tanyanya langsung tanpa basa-basi. Mood-nya hancur berantakan karena ulah Trius.

"Andra tahu lo di mana." Hanya itu kalimat yang diucapkan tergesa-gesa oleh Rawi sebelum dia menutup teleponnya.

Rasanya belum cukup penderitaannya hari ini karena Trius. Sekarang ada kabar menyebalkan lainnya. Rara menutup matanya dengan frustasi. Seseorang menyentuh lengannya sampai dia berjengit kaget.

"Ra? Muka kamu pucat. Mau duduk dulu? Minum hangat?" Mika menatapnya dengan raut khawatir.

"Nggak apa-apa. A-aku mau tidur saja." Dia langsung berbalik untuk pergi lalu tiba-tiba teringat sesuatu. "Thanks anyway, Mika." Senyum terpampang di wajah yang masih pucat itu lalu langkahnya kembali tergesa menuju tempat paling aman di sana. Kamar. Lupa ada satu orang lagi yang melihat kondisi terapuhnya saat itu.

*

Haiiii kaliannn.
Rara update niiih untuk menemani malam minggu kalian.

Penasaran sama Rawi?
Ini dia anak bawel yang menurut Rara lebih cocok jadi admin akun gosip saking bawelnya.

Jangan lupa, klik bintang di pojok kiri dan tinggalkan komen yaaa.

Salam es,
Ayas

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro