[captain project] - f. kenji x reader

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Haikyuu fanfiction
Character© Haruichi Furudate
Plot© liziaslavk

Futakuchi Kenji x Reader

[◾◽◾]

Apakah kalian suka volley ball?

Gadis bernama [full name] ini sangat menyukainya.

Tipe olahraga dengan saling menyambung melambungkan bola ke atas udara itu merupakan impiannya.

Mimpinya menjadi pemain voli bangkit kala melihat para spiker itu meloncat tinggi dengan sempurna di depan net. Ataupun spike yang tampak menusuk area lawan. Semua itu adalah hal yang paling disukainya.

Bermodal nekat dan 'suka', gadis dengan nama kecil [name] itu akhirnya memutuskan untuk memulai langkah impian barunya di sekolah menengah atas. Ia mengambil klub voli putri di sana. Namun lantaran belum pernah seserius ini mendalami suatu bidang, gadis ini jadi berlatih dengan keras. Mempelajari semua teknik dasar dari awal. Terus. Ia berambisi ingin menjadi hebat.

'Go go! let's go! let's go! Datekou!'

Namun, tujuannya tak pernah berjalan secara lancar seperti para peraih mimpi yang tayang di film-film.

[Full name] tidak akan menjadi sosok utama dalam pemandangan favorite-nya. Dirinya mungkin tidak akan pernah bisa melompat ditemani pasang mata yang melihatnya dengan aksen kagum seperti yang ia lakukan selama ini.

Tidak.

Karena dia hanya pemain biasa.

Bahkan ia tidak menyandang gelar pemain cadangan yang sewaktu-waktu mungkin akan masuk kelapangan.

Tempatnya itu di sini. Di atas. Kursi penonton. Sama seperti para pendukung suatu tim di sana yang terus menyumbangkan teriakan semangat mereka.

'Go go! Let's go! Let's go! Datekou!'

◾◽◾

Menunduk seraya meremas tali selempang tasnya. Gadis itu selalu merasa seperti ini seusai kali melihat pertandingan voli yang diisi pemain hebat. Debar bersemangat, namun detik itu juga terhempaskan kala mengingat kenyataan asli.

"[Name]-san!"

Menoleh, pemuda kecil berambut hitam didapatinya mendekat. Mengenakan jersey putih bergaris hijau, dia adalah Sakunami Kousuke. Sepupu yang juga menyandang nama keluarga yang sama. Sekaligus libero tim hebat ini. Datekou.

"Ooosu! Selamat telah berhasil lolos ke pertandingan berikutnya. Permainan kalian hebat seperti biasa," [name] melukis senyum begitu dilihatnya anggota lain ikut mendekat.

"Osu! Terimakasih [name]-san!"

Terkekeh, setter berbadan besar itu selalu saja membuat [name] gemas. "Kerja bagus, Koganegawa. Kau semakin hebat!" Senyum yang dilukis gadis itu kini semakin membuat kelopaknya menyipit.

Salah satu dari laki-laki di belakang sana, pun, dibuat menghela nafas kala berhasil melihatnya.

"Huh? Kau ke sini, [name]?"

Futakuchi Kenji. Datang menyeruak ke antara dua adik kelasnya tersebut. Manik pemuda itu bergulir lelah seraya mengusap leher yang masih terasa lembab akibat peluh.

[Name] berikutnya terkekeh, ingat bahwa pemuda ini juga merupakan salah satu pondasi dari keberhasilan timnya. Dia berucap kemudian, "kerja bagus, Kapten!"

Yang dipuji mendecih kecil. Entah kenapa pemuda itu tidak pernah merasa senang saat [name] memujinya. Apalagi sampai membawa-bawa nama kapten.

Kembali mengomando anggotanya untuk melanjutkan langkah, Kenji melirik [name] sejenak, "kalau kau mau mampir ke rumah Sakunami dulu, kurasa kau bisa ikut naik mobil kami." ucapnya. Langsung menyusul langkah rekannya kemudian.

Mendengar kalimat tersebut, [name] sempat menghapus seluruh ekspresi, sebelum perlahan kembali menggerakkan bibirnya. Kini menjadi sebuah senyum kecil. Hingga akhirnya gadis itu pun mengekor sang kapten.

Menyamakan langkahnya dengan pemuda itu, [name] menautkan kedua tangannya di belakang. Lalu berucap kecil, "terimakasih."

Membuat Kenji kembali menghela nafasnya. Dia membuang wajahnya seraya berucap dengan suara yang ikut dibuat kecil, "sudah kubilang aku tidak suka kau bersikap seperti itu, [name]."

"Bersikap seperti apa?"

"Seperti itu."

"Apa?" [name] memiringkan kepala, menolehkan kepalanya ke arah Kenji yang kini terlihat sekali beraut sebal seraya menatap lurus.

Kenji memberi jeda cukup lama. Menjadikan [name] kini hanya jadi terus-terusan menatap ke arahnya. Menahan perempatan, Kenji pun mendelik sambil membuang wajah kembali.

"Kau sok tegar."

[Name] melukis senyum kecil.

Seperti biasa, Kenji selalu berhasil menemukan apa yang sengaja gadis itu siratkan.

◾◽◾

Desisan kereta terdengar begitu nyaring. Perlahan-lahan berhenti bergerak, desis pintu terbuka pun akhirnya menyusul. [Full name] yang memang hanya berdiri di depan pintu itu segera saja melangkahkan kakinya ke luar dari gerbong.

Seraya berjalan, kepalanya bercelinguk. Mencari suatu sosok yang tadi sempat berbicara dengannya lewat pesan.

Bangku panjang ternyata tempatnya. [Name] mendapatinya. Kakinya melangkah cepat saat itu juga. Mendekati sosok pemuda berhelai cokelat, Futakuchi Kenji.

"Maaf, aku habis memberesi gymnasium dulu tadi," sambar [name] langsung tanpa sapaan apapun. Yang diajak bicara mendongak, kemudian berdiri.

"Eum, Futakuchi? Kau tau, kan, kau tidak perlu setiap saat menemaniku berlatih di gymnasium terbuka," Sang gadis berucap kembali mengingatkan. Entah sudah berapakali ia mengatakan hal ini. Namun Futakuchi Kenji selalu saja mengabaikan dan hanya menjawab jawaban yang sama.

"Kau mau berlatih bagaimana jika tidak ada yang memberi toss?"

Ya. Futakuchi Kenji sudah cukup sering menjadi partner latihan [name] sejak kenal di awal tahun kemarin. Gadis itu sendiri memang sering menyempatkan waktunya untuk berlatih sendiri di gymnasium terbuka dari tahun lalu. Saat ia memutuskan untuk mengambil jalan impian menjadi pemain voli ini.

Kedua remaja itu memulai langkahnya. Hapal benar karena seringkali bertemu di tengah kota seperti ini. Walau mereka saling berbeda sekolah, menjadi dekat ternyata tidak mustahil. Pertemuan mereka pertama kali adalah kala [name] menyempatkan untuk menonton pertandingan perdana adik sepupunya, Sakunami Kousuke.

Saat itu pula [name] merasa benar-benar jatuh.

Sakunami, adik kelasnya itu bahkan sudah menjadi pemain reguler di tahun pertama.

Sementara dirinya sampai sekarang, masihlah hanya menjadi pemain 'lain'.

Dan Futakuchi Kenji, lah, yang memergokinya sedang menahan tangis kala itu. Kini menjadi tempat curhatnya yang tau beban pribadi gadis ini.

------------

"Permisi... Apa kau tidak ada tim?"

Dua pasang remaja menoleh serempak ke sumber suara. Dua orang gadis memakai jersey berbeda di dapatinya. Salah satunya memegang bola voli, kini melanjutkan suaranya, "ano, kami ingin latih tanding, tapi timku kurang satu... Maksudku, maukah kamu melengkapi timku?"

[Full name] yang di ajak bicara hanya melongo, menatap kedua wajah itu sebelum menoleh ke arah Kenji, "dia mengajakmu, tuh."

"Bodoh, dia mengajakmu tau."

"Masa?"

"Ah, iya, kamu," tunjukan jari dari lawan bicaranya untuk dirinya membuat [name] merasa jelas. Gadis itu menunjuk diri sendiri kini.

"Aku?"

"Iya, tim kami perempuan jadi... Kami butuh yang seimbang."

Kembali terdiam sejenak, [name] pun bersuara kembali, "tapi dia lebih hebat, loh?" ucapnya sambil menunjuk Kenji di depannya.

Laki-laki yang ditunjuk hanya mendesah. Selalu saja seperti ini. Selalu saja [name] tidak mengakui kemampuan dirinya. "[Name], siapa di antara kita yang perempuan. Aku atau kau?"

"Aku? Tapi lebih baik kau saja yang main."

"[Name]..."

"Ano, jadi maukah? Hanya satu set," tanya salah satu dari kedua gadis itu tadi.

Dilihat dari penampilannya mereka memang seperti bukan keanggotaan tim. Mungkin hanya untuk bermain senang-senang saja.

Tapi, pantaskah dirinya? Dia hanya seorang pemain biasa. Itulah yang [name] pikirkan.

Dan Kenji tau, bahwa kini [name] sedang meragukan diri. Alih-alih berbicara lebih, pemuda itu kini lebih memilih untuk pergi, "aku beli minuman dulu." Itu ucapnya. Meninggalkan [name] dan keputusannya sendiri.

[◾◽◾]

kenji's view;

Huh, dia selalu saja seperti itu. [Full name]. Hanya karena ia tak pernah mengikuti tanding resmi, dia selalu merendah diri terhadap kemampuannya. Kalau seperti itu untuk apa ia terus melatih diri sendirian seperti ini?

Memasukan koin ke dalam slot mesin, aku memilih minuman berenergi seperti biasa. Kami memang cukup sering menghabiskan waktu berdua untuk latihan. Maupun untuk berkeluh.

Sejak aku memergokinya menangis kala pertamakali kenal dengannya, entah kenapa dia terlihat sendirian. Bukan berarti tidak mempunyai teman, aku tidak cukup mengenalnya di sekolahnya sendiri. Bagaimana ia bergaul dan siapa-siapa temannya. Aku, sejak saat itu hanyalah jadi tempatnya berkeluh kesah. Aku sendiri tidak tau atas dasar apa mau untuk mendengar kisahnya kala itu.

Bukan. Tabok aku jika aku hanya merasa kasihan dengannya.

Kupikir aku hanya ingin jadi orang yang ada di sisinya? Haha, apa-apaan, kenal juga tidak dekat.

Tapi walaupun begitu. Aku sangat tau bahwa [name] adalah perempuan yang tegar dan tak pantang menyerah. Dia berani sendirian menyelam dalam rasa keputusasaan, dan berani pula untuk berenang menuju daratan. Dia juga kadang sengaja menusukkan diri sendiri.

Aku sangat tidak menyukainya yang sengaja menyakiti diri sendiri itu. Dirinya pantas tersenyum. Walau dalam senyum apapun ia tetap terlihat indah, tapi senyum kala dia usai menangis di hadapanku sambil mengatakan, 'terimakasih' itu yang paling aku sukai. Bukan senyum yang biasa ia perlihatkan kala memuji anggota timku maupun aku saat itu.

Aku kini kembali berjalan ke dalam lapangan, banyak orang berlatih secara bebas di sini. Dengan tim mereka, orang tua mereka, atau adik-adik mereka.

Salah satu lapangan berhasil menarik perhatianku. Di sana, gadis itu berdiri, [name]. Kupikir dia akhirnya mau untuk mengambil ajakan itu.

Tentu saja. Walau dia ragu akan kemampuannya, tapi aku yakin, ada keinginan untuk menjadi lebih hebat lagi dalam dirinya.

Aku tidak pernah melihatnya bermain secara penuh dengan tim. Dia hanya bermain bersamaku dan beberapa orang lain; berlatih menyervis, atau spike.

Dia pernah bercerita padaku. Bahwa impiannya adalah menjadi wing spiker yang hebat. Dia paling suka pemandangan spiker melompat di depan net. Namun dia selalu saja rendah diri dengan kemampuannya. Selalu saja merasa payah.

Padahal menurutku, pemandangan dirinya saat melompat di depan net tidaklah kalah indah dengan permain internasional.

[Name] melekukan badan, menekuk kedua kakinya, satu tangannya yang terulur ke depan bagai berusaha meraih tinggi segala impiannya. Kerja kerasnya mengalir lewat peluhnya, dan senyum di wajahnya bagai menyambut harapan.

Aku mengatakannya, kan tadi? Bahwa aku ingin berada di sisinya. Melihatnya melompat meraih impiannya, ataupun menangkapnya kala terjatuh.

[Name] kalau aku mengatakan perasaan ini tulus, apa kau akan percaya?

finish.

huhu apa ini:''''))))

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro