[08] Pernyataan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Enam hari berlalu tanpa saling menyapa antara Amane dan (y/n). Dan besok akan menjadi hari ke 7. Hitungan hari akan beralih ke minggu.

Sejak hari itu, setiap sore sebelum pulang, (y/n) sempatkan untuk menyobek selembar kertas dari bukunya. Mengambil pena. Lantas menulis sebuah kalimat yang selalu ia ulang.

"Mau pulang bareng aku gak?"

Selepasnya baru ia letakkan surat itu di loker meja Amane. Berulang-ulang dan berkali-kali. Tetapi Amane tak menggubrisnya. Selalu. Menganggap sampah kertas yang semakin menumpuk di dalam loker mejanya.

Hari ini berbeda. (Y/n), selaku pemberi surat hanya bisa terpaku di posisinya. Menyaksikan Mirai dan Amane begitu lepas tertawa. Tak mengajaknya. Membahas apa mereka hingga tertawa lepas seperti itu?

Surat itu masih dia genggam.

"Oh iya Amane, apakah kau mau pulang denganku?" Suara ajakan Mirai terdengar dalam dan penuh makna di telinga (y/n).

Gadis itu tersenyum penuh makna dihadapan Amane. Berharap. Mungkin bisa dikatakan ia berharap Amane mengiyakan ajakannya.

"Petang nanti?" Amane bertanya polos.

"Iya, mau?"

"Boleh aja."

Kalimat itu memenuhi kepala (y/n), berulang-ulang. Menggema suaranya dalam rongga telinga. Ba- bagaimana?

"Mau? Petang nanti ya!" Mirai dengan cepat menyambar tangan Amane yang berada di atas meja. Menggenggam nya erat-erat.

'Aku bahkan tak seberani itu menggenggam tangannya.'

"Tapi mampir ke kedai es krim dulu."

'Kedai? Kedai es krim waktu itu? Tempat aku makan bersama mu waktu itu?'

"Dengan senang hati."

'Bukankah seharusnya aku yang disana?'

"Kenapa kamu senyum-senyum begitu?"

'Perasaan apa ini?'

Mirai menjulurkan tangannya. Perlahan-lahan mengusap pipi Amane dengan lembutnya.

"Aku su--"

"Amane!"

Entah siapa yang memerintahkan (y/n) untuk menyela percakapan mereka. Seumur hidup baru kali ini ia melakukan tindakan setidak sopan itu. Ini pertama kalinya dan ia tak merasa berdosa.

"Ada perlu apa (y/n)?" Mirai bertanya dengan nada rendah. Mungkinkah ia jengkel? Terserah (y/n) tak peduli.

Seketika itu lidahnya mengkelu. Apa yang sebaiknya ia katakan saat ini? Basa basi kah? Atau meminta untuk bergabung kah? Tapi, tadi ia hanya memanggil Amane, berarti dari awal jelas-jelas (y/n) memiliki kepentingan dengan pemuda itu.

Tidak! Sungguh tidak! Itu reflek. Kedatangan yang di sengaja tadi bertujuan untuk menghentikan kegiatan yang memanaskan mata itu. Dan berhasil. Lantas, setelah ini apa?

(Y/n) menunduk, memilih untuk menatap lantai ketimbang tatapan dingin Amane.
"Ehrm, bukannya aku menguping tapi tadi ku dengar kalian ingin pulang bersama. Ap-apa aku boleh i-ikut?"

Atensi (y/n) kini di suguhkan dengan pemandangan di mana Amane sedang menatap jendela luar. Bertopang dagu seraya memandangi murid-murid yang bermain di lapangan. Ia tak sedikitpun melihatnya. Tak mendengarkan nya pula.

Seperti melihat patung batu yang usang di pinggiran kota. Mengabaikannya.

"Oh, aku sih bol--"

"Gak. Aku sibuk sama Mirai nanti."

Dapat (y/n) dengar nadanya begitu tegas. Tak ada keraguan. Sedikitpun tak ia temukan.

"A-ah, si-sibuk apa?" Cicit (y/n) pelan. Tapi masih bisa di dengar.

Amane menatap (y/n) lama. Dalam jeda itu (y/n) berharap Amane mengubah pikirannya, atau setidaknya berbincang dengan (y/n), sedikit saja. Tak mengapa. Meskipun ia rindu sekali akan pertanyaan "Bagaimana tidurmu? Nyenyak?" Atau "Aku bermimpi ke bulan kemarin malam dan bla bla bla"

Sungguh, ia rindu kehangatan bersama Amane namun,

"Ga penting kok buat kamu."

Sesuatu dalam diri (y/n) seakan melayang, entah apa. Tubuhnya seketika lemas, surat di tangannya pun terlepas begitu saja.

"K-kenapa kamu jauhin aku?" Ada berjuta pertanyaan berbaris rapi dalam pikiran (y/n), tapi mengapa malah pertanyaan itu yang lolos begitu saja dari lidahnya.

"Menurutmu?"

(Y/n) tak mengerti. Ia tak mengerti mengapa hanya dalam semalam Amane berubah menjadi sedingin itu? Salah apa (y/n) padanya? Jelaskan! Ia tak mengerti.

"A-aku gak paham maksud--"

" (Y/N)!" Amane mengencangkan suaranya, membuat air mata (y/n) yang berlinang sepenuhnya turun ke pipinya. "Kalau tidak penting berhenti buang-buang waktuku!"

Hentakan itu menggelegar, mengahancurkan hati.

"Kalau aku sibuk ya sibuk. Memang aku harus sama kamu terus?!"

Sedetik kemudian ia pergi. Pergi sambil menarik lengan Mirai untuk ikut bersamanya.

Seharusnya itu aku.

🌹🌹

Dengan lampu yang meredup, samar-samar menerangi jalanan lenggang di pinggir pantai, (y/n) terduduk diam menatap semburat cahaya jingga yang terlukis indah di awan.

Indah apanya. Tak ada yang indah sama sekali di matanya saat ini. Sama sekali tidak ada.

Sapuan angin laut yang berbau khas menyapu kulitnya. Menerbangkan surainya. Ia berharap sakit ini akan ikut terbang bersamaan dengan debu-debu di sekitar. Ia lelah menangis.

Tanpa ia sadari, seseorang  tengah berjalan menghampirinya.

" (y/n)?"

Yang dipanggil nampaknya sedang melamun. Bagaimana bisa? Lihat saja, ia bahkan tak menyadari ada seseorang yang mendekat ke arahnya. Tak menyadari kedatangan pemuda yang sedang membawa 2 buah kaleng jus dengan senyuman cerahnya.

"Minum ini."

Pemuda itu meletakkan sekaleng jus di kursi kosong, tepat di samping sang gadis. Lantas duduk. Ikut menatap ke arah manik (e/c) itu menatap sayu.

Percuma. Rasa sakit itu tak akan menguap.

"Maaf." Pemuda itu merobek keheningan.

Kenapa dia meminta maaf?

"Maaf." Ulang pemuda yang tak lain kembaran Amane tersebut.

"Gapapa, bukan salahmu." (Y/n) menaikkan kedua kakinya, menekuk lantas memeluknya. Ia tak ingin menangis lagi. Tidak di hadapan lelaki sebaik Tsukasa.

Manik kuningnya menyendu. Menatap dalam gadis yang tengah menyembunyikan tangisan dalam pelukan lututnya itu. Dari mana ia tau? Suaranya. Isakannya bahkan terdengar lebih jelas daripada deburan ombak.

Terdengar pilu.

"Jangan nangis lagi. Kumohon." Tsukasa tergerak untuk memeluk tubuh (y/n). Kejadian petang tadi benar-benar membuat Tsukasa marah. Berani sekali dia? Amane, bisa-bisa nya dia sekasar itu?

"Tsukasa aku mau pulang aja." Manik sembabnya menatap sendu manik kuning Tsukasa. "Aku mau pulang. Aku inget ada PR yang harus aku kerjain."

(Y/n) seketika berdiri dari duduknya. Menarik napas dalam seraya mengusap bekas air matanya dengan punggung tangan.

"Ayo pulang."

Greb!

Langkah kaki gadis itu terhenti.

"Ada yang mau aku omongin sebentar sama kamu."

Manik (y/n) menatap datar tangan Tsukasa yang tengah menarik pergelangan tangan nya. Mau apa lagi, batinnya.

" (y/n) aku mau bilang ini," Cengkraman tangan Tsukasa tiba-tiba mengendor, meskipun tak melepaskan.

"Apa?" (Y/n) yang setengah penasaran dan setengah ingin cepat pulang akhirnya menanggapi.

"Aku,"

Ada jeda sedikit dalam katanya. Suara deburan ombak yang menyapu pasir-pasir pantai dibiarkan meringsek masuk begitu saja. Menjadi latar belakang sekaligus pengisi kehiningan di antara jeda katanya.

(Y/n) menaikkan satu alisnya. Berkata dalam ekspresi, "apa maumu?" Seperti itu.

Masih hening selama beberapa saat. Di menit yang ke 3 Tsukasa mulai membuka mulutnya,

"Aku suka kamu."

______________________________________

Euhm Mirai itu cuma karakter fiktif aku aja kok, aku juga ga pernah baca manganya Jibaku Shounen Hanako-kun jadi ga tau mau pake karakter apa sebagai figuran begitu~ akhirnya tercetuslah si Mirai

(Image from Pinterest)

Mungkin fisualnya begitu.

Enak banget nulis chapter ini pake lagu "Forever-Lewis Capaldi" 🐒  ealah malah nyampah authornya

Dah ya, semangat sekolah onlennya wan kawan~

Sincerely Ten🌸

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro