Redamancy (1)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kuroo Tetsurou x Reader

.

.

.

Iblis. Salah satu jenis makhluk yang diciptakan Tuhan tiada lain tiada bukan adalah untuk menyembah-Nya, seperti makhluk lain yang Ia ciptakan. Tetapi, keberadaannya sekarang adalah justru kebalikan, sebab dahulu kala terkisah nenek moyang sang iblis tidak mau bersujud pada Adam, dan membuatnya terlempar dari surga sebagai makhluk yang pertama kali membangkang Tuhan. Iblis kini merupakan makhluk terkutuk, dibenci oleh kalangan manapun, eksistensinya di dunia hanyalah untuk menjerumuskan makhluk lain agar berlumuran dosa, seperti mereka.

Kuroo benci jika harus mengakui bahwa ia adalah termasuk salah satu dari mereka.

Ditutupnya buku tebal bersampul kulit cokelat lusuh sambil menghela napas, kemudian Kuroo kembali meletakkannya pada deretan rak perpustakaan yang berdebu. Kakinya beranjak, melangkah menuju kursi malas yang berada di sudut ruangan lalu menghempaskan tubuh pada permukaannya. Kepala Kuroo masih dipenuhi oleh bayang-bayang tulisan yang baru selesai ia baca. Mengenai sejarah iblis―bangsanya. Ruangan yang ditempati iblis berwujud manusia dengan tinggi jangkung serta berambut sehitam jelaga itu sungguh pengap, sehingga membuat Kuroo harus ekstra dalam setiap pengambilan napas. Sebuah ruang perpustakaan yang sudah tak lagi terjamah, ruangan sempit tersembunyi dalam sisi lain ruang perpustakaan utama kastil kerajaan iblis Nekoma.

Kehidupan iblis tidak jauh berbeda dari kehidupan makhluk lain. Mereka berkoloni, membentuk kerajaan, di alam mereka; neraka. Bentuk mereka seperti manusia pada umumnya meskipun komponen utama penciptaan iblis adalah api.

Kalau ia dilahirkan bisa memilih, ia akan memilih dilahirkan sebagai manusia. Kuroo sering membaca buku mengenai kehidupan makhluk tersebut. Dia suka dunia yang dwi warna. Yang mana ada putih, dan hitam―meski Kuroo sepenuhnya berada di sisi hitam. Dunia manusia adalah dunia dwi warna, kebajikan dan keburukan, seimbang. Tidak melulu suci seperti kehidupan para malaikat yang hanya ada untuk melayani serta mematuhi perintah Tuhan, juga tidak terlalu hitam akan dosa-dosa iblis yang berjejalan. Di sana, kau bisa memilih. Tidak terikat pada takdir tak menyenangkan seperti ini. Pikir Kuroo yang masih begitu tenggelam dalam rayuan angannya.

"Kuroo!" Mata yang semula terpejam kini membuka perlahan dengan malas. Suara gedoran di balik dinding sekaligus pintu ruangan tersembunyi begitu menyeruak telinganya. Kuroo berdiri, kakinya melangkah gontai.

"Sialan kau Kuroo! Sudah kupanggil dan gedor-gedor dari sepuluh menit lalu kau baru keluar sekarang eh?" geram Yaku, sang pengawal nomor satu kerajaan Nekoma yang cerewetnya minta ampun, mengalahkan ibu-ibu pada umumnya. Yaku Morisuke adalah anak dari pengawal kerajaan nomor satu sebelumnya, tinggal di kastil sedari kecil, sama lamanya dengan Kuroo, menjadikan pria itu satu dari sekian temannya di kerajaan. Entah sejak kapan, yang pasti itu sudah berlalu selama ratusan tahun.

"Oya? Sepertinya tadi aku tertidur."

"Sialan, kau dipanggil Yang Mulia. Sebaiknya kau bergegas." Kuroo memutar bola mata, lalu mendengus pelan. Ia tak memiliki pilihan lain selain memenuhi panggilan itu dan melangkah agak berat hati, diiringi Yaku yang mengekor dari belakang.

[✴]

"Aku meminta kau untuk mengurus perihal iblis yang membangkang," titah Raja Nekomata pada anaknya yang sedang berdiri tak jauh dari hadapannya. "Aku nanti sudah mulai berangkat kunjungan kerajaan lain, kurang lebih beberapa minggu lamanya. Kau bisa kan?"

Kuroo hanya mengangguk patuh. Sudah biasa baginya untuk tiba-tiba menggantikan sang Ayah agar melaksanakan tugas. Karena sejatinya―toh, dia yang nantinya akan menjadi penerus tahta. Kuroo adalah Pangeran Mahkota Kerajaan Iblis Nekoma, meski ia sendiri tak begitu menginginkan. Selama ini ia hanya membiarkan kehidupannya berjalan sebagaimana mestinya, tak begitu banyak berharap banyak apa yang ia inginkan menjadi nyata―memangnya iblis seperti dia bisa begitu? Kuroo hanya menimpali sepatah dua patah kata, kemudian berbalik meninggalkan ruangan besar itu menuju ruang kerjanya.

Ia memeriksa berkas yang berisi data. Matanya memicing melihat kertas di tumpukan teratas. Kertas dengan tulisan mengenai profil iblis, lengkap dengan permasalahan yang tertera; jatuh cinta pada manusia dan tak pernah kembali ke neraka.

Apa-apaan itu?

"Akhir-akhir ini dunia memang kacau, Kuroo," tukas Yaku yang sedari tadi masih setia berada di sisi Kuroo. "Para iblis banyak yang lalai akan takdirnya. Mereka terlalu lama berada di dunia manusia, meski awalnya dalih mereka melaksanakan tugas iblis kebanyakan―menghasut dan menyesatkan manusia―tak banyak dari mereka yang pada akhirnya terbuai terus-terusan berada di dunia manusia, enggan kembali, bahkan sampai jatuh cinta pula pada manusia. Fenomena ini sedang marak. Bukankah itu menggelikan sekali?" lanjut Yaku menjelaskan.

"Bukan hanya jadi menggelikan, Yaku一miris sekali. Sekalipun aku benci menjadi iblis, aku tahu diri." Kuroo mendecih, lalu mendudukkan tubuh pada kursi meja kerjanya. Tahu diri yang Kuroo maksud bermakna bahwa ia lebih memilih menuruti takdir―setidaknya begitu.

"Kita bisa berkata begini karena tidak mengalaminya sendiri, kau tahu. Aku banyak mendengar penuturan dari orang-orang, kata mereka, jatuh cinta pada manusia itu err ... membuatmu merasakan hal lain yang belum pernah dirasakan. Menjadi candu. Manusia itu kan makhluk yang beragam jenisnya, mereka tak semuanya hitam seperti kita. Kadang kau akan menemukan manusia yang memiliki rasa tulus murni yang suci, terkadang juga akan menemukan manusia yang licik dan kejamnya mengalahi iblis sekalipun. Bagaimanapun juga, manusia itu makhluk yang menarik."

"Kau tahu banyak ya," cibir Kuroo ketika melihat pengawal sekaligus merangkap sebagai temannya itu matanya jadi berbinar kala menjelaskan demikian. Yaku mengangguk dan mengibaskan sebelah tangannya.

"Hohoho tentu saja! Aku ini pengawal juga prajurit kerajaan. Waktu yang kuhabiskan di dunia luar bersama rakyat bahkan ke dunia manusiapun, lebih banyak darimu yang sekali senggang, kerjanya hanya malas-malasan membaca buku di ruangan pengap dan juga kursi buluk itu!"

Lelaki berambut hitam jelaga itu terkekeh. Tidak bisa menyangkal kalimat yang dilontarkan Yaku. "Lalu kalau begitu, kau ada ide untuk solusi dari beberapa masalah yang jadi pekerjaanku ini, Yaku?"

[✴]

Kuroo menyesali keputusannya untuk mencoba menuruti saran Yaku. Dirinya harus berakhir berada di tengah gelapnya malam kota. Yaku bilang ia harus sesekali terjun ke lapangan jika masalah yang berkaitan mengenai dunia di luar alam iblis―Yaku berdalih agar Kuroo bisa semakin menjadi berpengalaman mengingat lelaki itu akan menjadi penerus raja tak lama lagi. Ia mendesah, kakinya yang pegal melangkah gontai. Semenjak fajar menyingsing tadi Kuroo sudah mulai membereskan satu dua masalah kecil―seperti iblis yang tak mau kembali ke alam dan Kuroo bisa menanganinya dengan baik dan mengirim mereka kembali ke neraka .

Di saat dirinya melewati jalanan yang sudah sunyi dan gelap karena malam telah lama beranjak menjadi larut, Kuroo yang tak sengaja memandangi sekitar ketika berjalan, netranya menangkap sesosok bayang sedang duduk berdiam diri pada bangku di taman yang sepi. Duduk dengan posisi serong dan sedikit membelakangi, dan pandangan yang begitu menunduk. Sebuah taman di pinggir jalanan yang ia lewati.

Hari sudah begini malam, sesosok bayang yang dapat diketahui merupakan seorang gadis dilihat dari rambut panjang yang tergerai, untuk apa berada di sana sendirian? Hantu kah? Jelas bukan. Kuroo yang notabene iblis mampu membedakan kedua makhluk tersebut. Gadis itu jelas manusia. Namun Kuroo tak mau ambil pusing tentang gadis tersebut, dirinya sudah terlalu ribet memikirkan masalah pekerjaan. Sekilas melirik, kemudian melenggang, Kuroo memilih bertindak untuk tak mengacuhkan.

[✴]

Tak ada yang mengira ternyata Kuroo harus melihat sosok itu saat akan kembali ke apartemennya di dunia manusia, gadis itu berada di posisi yang sama seperti semalam lalu. Duduk di keheningan malam yang syahdu, menunduk, dan bergelut dengan serangkaian pemikiran yang hanya diketahui gadis itu seorang. Kuroo jadi bertanya-tanya, ada apa gerangan dengan manusia seperti itu hingga rela menghabiskan waktu sendiri dan menyakitkan seperti demikian.

Kuroo termangu sejenak. Tidak, tidak boleh. Memikirkan hal sepele tentang makhluk tersebut tiadalah berarti bagi iblis seperti dirinya. Eksistensinya berada di alam ini semata-mata untuk mengurus bangsanya yang sedang berbuat ulah. Menambah beban pemikiran seperti itu bukanlah suatu hal yang bagus一dan ia kembali memilih bertindak tak peduli.

Di malam esoknya, ia melihat gadis itu lagi. Esoknya lagi dan lagi. Bahkan sebelum malam berlarut―ketika Kuroo pulang lebih awal dari biasanya dan melewati jalanan dimana taman itu juga berada―gadis itu sudah berada di sana seperti biasa.

Sendiri, dengan pandangan yang begitu menunduk.

Sebenarnya berapa lama ia menghabiskan waktu untuk itu? Seberapa dalam kesedihan yang menyayat hati hingga gadis tersebut berlaku begitu?

Dan seperti Kuroo yang biasa, hanya mengabaikan bagai angin lalu. Mungkin, jika orang lain yang melihat tingkah lelaki itu akan mencaci dan mengumpat dalam hati. Umpatan-umpatan seperti lelaki itu tidak berperikemanusiaan. Hei, apakah salah Kuroo berlaku demikian? Mengabaikan gadis yang mungkin saja esoknya tak lagi dapat ditemui di penjuru dunia, tiada dan pergi bersama semua kesedihannya? Toh sedari awal, Kuroo memang bukanlah manusia, wajar jika lelaki itu tak berperikemanusiaan.

[✴]

Ada yang berbeda dari gadis itu sekarang daripada beberapa hari lalu. Kepala tidak begitu ditundukkan, membuat sebagian sisi di wajah sang gadis terlihat dari tempat Kuroo berdiri. Bahkan di samarnya jarak pandang itu, kulit seputih porselen sang gadis, Kuroo dapat memandangnya dengan jelas. Ia tengah mendongak, membiarkan angin menyapu wajah yang indah. Kemudian senyum tipis mengembang.

Kuroo yang terbiasa menyaksikan sekilas pemandangan gadis yang duduk berdiam diri itu seketika mengernyitkan kening, kala tahu bahwa gadis itu tak lagi sendiri. Ada sesosok kucing yang tengah berada di pangkuannya. Itukah yang menyebabkan si gadis mengulas senyum tipis? Mungkin. Kuroo berspekulasi kehadiran kucing tersebut membuat sang gadis merasakan sensasi 'ditemani'.

Baru saja lelaki itu akan melakukan hal yang biasa ia lakukan―berlalu dan melenggang―kucing di pangkuan sang gadis tiba-tiba menatapnya tajam, lantas mengeong. Gadis itu terperanjat menoleh ke arah belakang tempat sang kucing mengarahkan pandangan. Kedua netra Kuroo dan gadis tersebut bertemu. Kuroo terperanjat ketika gadis itu tiba-tiba mengulas senyum indah untuknya. Kalau sudah kepergok begini, Kuroo tak mampu membawa tungkai kakinya untuk mengabaikan dan melenggang begitu saja. Sedikit tak enak hati, lelaki itu berjalan memasuki taman dan mendekati sang gadis.

"Aku sering melihatmu di sini," ujar Kuroo setibanya ia berdiri berjarak tak begitu jauh dari tempat gadis itu duduk.

Gadis tersebut masih sibuk mengelus kucing yang berada di pangkuannya, membuaikan sang makhluk kecil hingga matanya terpejam. "Ya, aku tahu. Aku sering merasakan ada seseorang yang tiap harinya memperhatikan aku kemudian berlalu begitu saja," timpal sang gadis. Suaranya hampir-hampir begitu lirih dan parau, namun kelembutannya dapat mendesirkan hati, mengalahkan desiran angin yang sedang bertiup sekalipun.

Kuroo terkekeh, menertawakan sikapnya sendiri selama ini. "Begitukah?"

Lantas, iblis itupun mendudukkan diri di samping gadis tersebut, mengamati sosoknya lamat-lamat. Benar saja, dilihat dari garis wajah si gadis, tampak sekali guratan-guratan pilu serta mimik yang sendu. Manusia seperti ini biasanya jadi sasaran empuk para iblis untuk menghasutnya, untuk membuat sang gadis terjerat dalam dosa atas kesedihannya一seperti membuatnya berhasrat untuk bunuh diri atau melakukan dosa lain.

Pun juga dengan jiwa sang gadis. Dari sekilas melihat, Kuroo bisa merasakan, gadis di sampingnya ini termasuk golongan putih. Jiwanya dipenuhi akan ketulusan di sana-sini. Hanya bernoda sedikit keruh lantaran kesedihan, dan rasa putus asa.

"Apa yang terjadi padamu, Nona?" tanya Kuroo pada akhirnya, setelah memendam rasa penasaran begitu lama.

"Aku di sini hanya sedang bercengkrama dengan angin malam." Gadis itu berucap sambil tersenyum tipis. Kuroo mengangkat alisnya.

"Hah, bohong."

"Hahaha. Ternyata kau memperhatikanku sampai segitunya ya. Mengapa?"

Ia terkesiap. Mengapa? Kuroo bahkan tak tahu alasan di balik itu semua. Awalnya ia hanya terbiasa melihat sang gadis di setiap malam, namun lama-kelamaan, Kuroo bahkan seolah ditarik alam bawah sadar untuk tidak membiarkannya kembali berlalu dan melenggang begitu saja. Apa ini sebab di alamnya ia terlalu banyak membaca buku tentang manusia? Kuroo jadinya sedikit bertingkah seperti makhluk tersebut di sini.

"Aku baru saja ditinggal pergi oleh semua orang yang kusayangi." Gadis itu tergerak menjelaskan, seakan mengerti tentang Kuroo yang gelagatnya nampak tak mampu menjawab pertanyaannya tadi.

"Dunia begitu kejam. Mereka merenggut semua yang sejatinya bukan milik mereka. Harta, tahta, nyawa ... mereka tak ada kuasa, tak berhak untuk itu semua. Tapi kenapa?" Entah datang darimana, Kuroo terbesit untuk menyentuh pundak sang gadis yang mengucapkan kalimat tersebut sambil bergetar.

"Menangislah," ujar Kuroo berusaha menenangkan. Namun, gadis itu malah mendengus pada alam.

"Sudah lama semenjak air mataku tak mau lagi mengalir keluar. Mirisnya! Aku ini begitu menyedihkan. Ya, aku memang tampak menyedihkan. Benar, 'kan, Tuan?"

Kuroo mengangguk pelan. Sama sekali tidak menyangkal. Kala faktanya, melihat gadis itu selalu di sini bersama keheningan malam memang membuat siapa saja yang melihatnya berpikir gadis tersebut memang menyedihkan.

"Orang yang tak mengenalku bilang, bahwa aku ini terlalu berlebihan. Tidak tegar, katanya! Tidakkah mereka tahu seberapa beda mental yang dimiliki setiap orang di dunia ini? Masalah kecil bagi mereka, belum tentu kecil bagi orang lain. Oh, betapa dungunya manusia kini yang bahkan tak menyadari perbedaan besar itu!" gerutunya, dengan dada yang mengembang mengempis, mencoba mengatur lonjakan emosi tak terkendali. "Aku kehilangan segalanya. Orang tua, teman, tempat tinggal, kebahagiaan, semuanya. Mereka masih menganggap kalau aku yang dirundung kesedihan ini begitu berlebihan? Dunia ini kejam!"

Kuroo memutar otak一berusaha mencari kalimat yang pas untuk sekedar membuat gadis tersebut tenang. "Dunia tidak kejam, Nona. Manusialah yang telah mengotori dunia ini dengan tangannya sendiri. Manusia makhluk yang bebas menentukan diri ingin menjadi baik atau jahat."

Gadis tersebut lagi-lagi menyunggingkan sudut bibirnya. Ia kemudian mengangguk lemah. "Yah ... benar juga. Terima kasih Tuan一"

"Kuroo Tetsurou," sahut Kuroo, memandangi sosok pemilik mahkota rambut indah panjang itu, yang tiba-tiba sudah beranjak dari duduknya.

"Tidak banyak orang yang mau mendengar keluhanku selain kau, Kuroo-san. Bahkan hampir nihil. Makanya aku berterima kasih."

"Itu bukan apa-apa. But well, aku merasa tersanjung."

"Hahaha, kok bisa?"

Kuroo mengendikkan bahu. "Tersanjung menjadi pendengar pertamamu, Nona. Lagipula kalau kau sedang dirundung kesedihan seperti itu ... apa tak pernah berpikir untuk melampiaskannya selain memendamnya sendiri? Biasanya mereka yang sudah tak tahan, berakhir balas dendam, atau bunuh diri."

Gadis itu tergelak ringan. Hawa dingin malam tiba-tiba menusuk raganya sampai ke rusuk tulang. Sebelum berujar, ia mengambil napas dalam.

"Tadi Kuroo-san bilang sendiri, 'kan. Manusia itu makhluk yang bebas menginginkan dirinya menjadi baik atau jahat. Kalau aku melampiaskan semua kesedihan dengan cara begitu一oh, aku sama sekali tak mau jadi manusia yang kejam! Cukup mereka saja ... cukup ...." Bibirnya kembali bergetar. Ia kemudian menggigit bagian bawah bibir dengan kencang lalu memaksakan tersenyum. Pun dengan tangannya yang mengepal sangat erat. Kuroo memandangi sambil tetap termangu, menunggu kalimat selanjutnya yang akan diucapkan sang gadis. "Bagaimanapun juga, aku akan memilih menjadi baik. Agar mereka一orang yang kusayangi dan telah pergi一tidak akan kecewa melihatku yang telah tidak bersama mereka lagi."

Si iblis dalam hati terkikik geli. Sungguh, gadis di sampingnya ini terlalu一polos? Baik dan polos terkadang jika dipikir-pikir hampir memiliki makna yang tak jauh berbeda.

Ia membungkuk. Setelah mendongak dan menatap wajah Kuroo, dirinya dengan mantap tersenyum kemudian berujar, "[Surname] [Name], salam kenal Kuroo-san. Aku sudah selesai di sini dan merasa lega. Apa kau tidak keberatan jika esok malam kembali bertemu di sini lagi?"

Seharusnya, sebagai makhluk beda dunia, Kuroo tak pernah boleh mengiyakan tawaran tersebut, harusnya. Tetapi Kuroo hanya bisa mengangguk lemah. Sudut bibirnya terangkat sedikit, kala melihat punggung [Name] yang sudah berlalu menjauh. Kalimat terakhir gadis itu masih terngiang-ngiang. Bahkan nama yang baru diucapkan, begitu terdengar indah sehingga mampu memabukkan gendang telinganya. Lantas, Kuroo yang sadar akhirnya mendecih.

Benar kata Yaku, manusia memang makhluk yang menarik.

Dan Kuroo baru saja menemukan salah satu dari mereka.[]

[✴]

Bersambung dulu yak, hanya twoshoot kok hehe.

Hei, apa kabar book ini? Udah lama gak update. Ada yang menanti? /g

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro