Together

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Oikawa Tooru x Reader dark-humor fanfiction

Warn!
Pembahasannya menjurus(?)
Mohon bijak saat membaca.

.

.

.

Awalnya sungguh mengasyikkan. Suasananya begitu membuaikan. Tidak ada yang lebih membuat candu daripada ketika kami berdua melebur jadi satu. Ingin merasa lagi, dan lagi.

Apa ini namanya?

Sebuah sensasi baru dari cinta.

Kata orang itu hanyalah sebuah hawa nafsu. Omong kosong. Mereka tidak tahu bagaimana saat permainan berakhir dan masing-masing dari kami berbisik lembut kalimat ajaib yang memabukkan, "Aku mencintaimu."

Aku tahu itu. Jika tidak, [Name] sekarang tidak akan mungkin berpacaran denganku. Begitu pula aku.

Hari ini seperti hari biasa, kami pulang sekolah berjalan kaki bersama. Kedua tangan selalu kami tautkan, dengan hati tak kalah berbunga-bunga seperti sakura yang bermekaran di musim semi. Aku menoleh ke arahnya, sambil memasang senyum hangat. "Nanti main lagi?"

Dia menggeleng.

Eh?

Wajahnya ditundukkan. Ah, baru kali ini aku melihatnya semurung itu. Kutanyakan apa penyebabnya, dia masih terdiam. Begitu di sepanjang jalan hingga kami hampir sampai di rumahnya.

"T-Too..ru.."

"Ya?" Aku menyibakkan anak rambut [Name] yang tergerai dan menjuntai karena ia tak kunjung mendongakkan kepala. "Kalau ada masalah bilang aja, dear. Nanti kita selesaiin bersama-sama."

[Name] akhirnya mendongak, matanya agak berbinar. "B-be..benarkah? Menyelesaikan bersama-sama?"

Hm! Aku mengangguk mantap. Tidak ada yang perlu kuragukan lagi jika itu untuk [Name]. Senyumku masih terulas lebar, berharap dapat menghiburnya.

"Sebenarnya... hiks.. Tooru maafkan aku.. a-aaku---"

"Ya, [Name]?"

"---h..am-il.."

Bum!

Bagai dihantam meteor saat lagi hujan panah asmara, mendadak melunturkan senyumku. Tubuhku terasa lemas seketika.

"E-eh? Bagaimana bisa? Apa ada 'kecelakaan'?"

"Mana kutahu!" Celetuk [Name] sambil cemberut, kemudian mengusap air matanya.

Kalau yang masalah begini, sejujurnya bikin pusing tujuh keliling. Tentu bukan masalah kalau aku ini sudah bekerja, tahu berita ini langsung kupinang dia. Tapi kalau faktanya sekarang aku hanya siswa yang sedang duduk di kelas 3? Daku bisa apa?

Bingung.

Gegana.

Gimana ini?

Bermacam-macam pertanyaan berkelebat di kepalaku. Tiada henti, tapi tak kunjung jua kutemukan jawabannya.

Padahal aku yakin kami sudah bermain aman. Tapi ternyata... aduh, penyesalan emang selalu datang di akhir. Iya ding, dimana-mana penyesalan selalu datang di akhir, karena kalau di awal namanya pendaftaran.

Hatiku bagai dirajam, bibirku pun kelu tak berucap ketika [Name] kembali bersuara lirih. "Tooru.. kita menyelesaikannya bersama kan?"

Aku mengangguk dengan susah payah.

"Tenang, setidaknya sekarang kita punya persamaan."

Apa sih yang [Name] bicarakan? Persamaan? Persamaan tentang apa?

"Tooru, kau pasti marah dan tak tahu harus berbuat apa saat mendengar berita ini, pun juga dengan aku yang marah dan tak tahu harus berbuat apa dengan janin ini." Aku meneguk ludah, menunggunya yang sedang mengambil jeda sejenak.

"Juga---pasti orang tuaku sama halnya dengan demikian. Mereka marah dan tak tahu harus berbuat apa. Menurutmu?"

"K..kalau gitu-ekhem-aku akan bersamamu kalau kau dimarahi. Biar kita dimarahi bersama-sama, gimana?"

Eh, ya terus kalau cuma dimarahin orang tua apa bisa nemu jalan keluar? Otakku berputar lagi, solusi mana yang sekiranya tepat dan bisa menyelesaikan. Sebentar lagi aku juga mau lulus, langsung bekerja dan kemudian menikah dengan [Name] tidak buruk juga. Ta-tapi... apa kami berdua bisa kuat?

Ini lebih memusingkan daripada disuruh ngerjain 50 soal matematika!

Akhirnya kami berpisah saat [Name] memasuki rumah. Dia bilang, dia akan mengatakannya pada orang tua sedikit lebih lama lagi, menunggu dia siap mental katanya.

Namun sepertinya tidak, yang ada aku melihat mentalnya semakin hari semakin turun. Baik ketika aku menjemputnya berangkat sekolah, di kelas maupun perjalanan pulang, ia selalu murung. Berbagai cara sudah kulakukan untuk menghiburnya. Padahal sudah kubilang akan menghadapinya bersama, tetapi sepertinya [Name] memikirkannya sendiri terlalu berlebihan.

Sekarang, [Name] yang dulu kukenal cantik dan enerjik, sudah bak boneka hidup. Tiada semangat lagi. Aku sungguh khawatir.

Hingga suatu malam saat kebetulan orang tuaku sedang ke luar kota, [Name] datang mengetok pintu rumahku. Lantas, aku terkejut bukan main.

Dia langsung berhambur memelukku. Aku balas peluk, begitu erat. Tubuhnya makin mengurus saja.

"Tooru.. kamu janji kan kalau bakal menyelesaikan ini bersama-sama?"

"Iya.."

"Kalau gitu, ayo kita selesaikan bertiga."

Dan tangannya yang memelukku pun berganti fungsi. Menghujam dengan benda tajam menembus rusukku. Kemudian aku yang ambruk samar-samar masih dapat melihatnya.

[Name] menusuk dirinya sendiri tepat di perut. Rasanya aku ingin berteriak, tapi sudah tergolek tak berdaya.

Menyelesaikan bersama-sama ya? Huh.

Dengan tenaga yang tersisa, aku merangkak untuk meraih tubuhnya, kemudian memeluknya erat.

Dasar [Name]. Cantik-cantik tapi pemikirannya sedangkal got depan rumah. Makanya dia mudah terpuruk dan berakhir begini, untuk masalah yang seharusnya bisa diatasi dengan cara lain.

Untung sayang. Jadi, aku tidak akan mengutuk cinta yang berakhir seperti ini.

End
.

.

[A/N]

Eak.. mamam tuh cinta :v //G

Apakah ini terkesan fail? Ga kan ya hehe :')

Sebenernya ini ide mendadak sekali ketika aku lagi ngetik satu story buat book ini, dan pas ngestuck browsing-browsing tentang genre dark. Nemu banyak artikel dark-humor akhirnya kupantengin satu-satu dan berujung nemu ini dan jadi inspirasi :


Aku pertama kali lihatnya langsung ketawa meringis(?) //humorkuh X"D

Sekian.. see you di lain cerita! ;)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro