Huighstone

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Savanna mengalihkan pandangannya dariku. Kini ia yang menghadap ke langit dengan kedua matanya yang terpejam. "Entahlah, Dixon, aku merasakan hal yang sama. Hanya saja, ada suatu hal yang tak bisa kujelaskan dan itu begitu menggangguku."

"Aku tahu bahwa hal itu berasal dari Keisha." Sial. Air matanya terjatuh dari sudut mata gadis itu. "Mungkin aku juga butuh beberapa saat sebelum dapat menyimpulkan beberapa hal."

Kemudian kuraih tangan gadis itu, menggenggamnya erat seraya ikut memejamkan mata dan menghadap langit. "Maaf."

"Untuk?"

"Segalanya."

"Kau bahkan tidak melakukan apapun."

Aku mendesah pelan sebelum menjawab. "Maaf jika aku menjadi sebab di antara kau dan Keisha hingga bertengkar."

Savanna sama sekali tidak membalas genggamanku. Ia hanya terdiam. Bahkan tubuhnya terasa sangat lemas hingga saat kurasakan tangannya bergetar, aku segera membuka mata dan melihat ke arahnya.

Tubuhnya bergetar hebat, membuatku segera bangkit dari posisi dan meraih bahunya untuk bersandar pada pahaku. Kuusap rambut gadis itu ke belakang, mendapati bibirnya yang berubah kebiruan serta mengeluarkan cahaya membuatku panik dalam sekejap.

Sejauh yang kutahu, ini ada hubungannya dengan sihir. Dan aku tidak tahu-menahu tentang itu sedikit pun. Segera mungkin aku memikirkan kemana aku harus membawa gadis ini pergi. Karena berteleportasi menuju pulau Vamps amat sangat mustahil. Tenagaku sudah terkuras banyak.

Hingga satu-satunya yang dapat kuingat hanyalah Istana Maegovanen. Walaupun terasa samar, namun aku ingat betul bagaimana bentuk pintu masuk Istana.

Sesegera mungkin aku berteleportasi ke sana, membawa gadis ini di dekapanku dan langsung didapati oleh empat penjaga pintu Istana dengan seragam khas penjaganya yang kini tengah menggeram ke arahku. Persetan dengan para manusia-anjing.

Aku berdiri sembari terus menggendong Savanna, menunjukkan wajah gadis itu kepada para penjaga dan lantas membuat mereka langsung membuka pintu untuk membiarkanku masuk. Dua dari mereka berjalan di depanku dengan tergesa-gesa dan panik. Seolah Savanna ialah seseorang yang benar-benar mereka jaga.

Hingga saat sampai di pertigaan lorong, salah satu dari penjaga itu pergi ke arah kanan. Dan yang satunya lagi memintaku untuk mengikutinya ke arah kiri. Membawaku kepada sebuah lorong panjang serta lebih lebar, dengan ornamen-ornamen khas leluhur serigala yang berwarna keemasan di setiap dindingnya, dan berakhir di depan sebuah pintu kecil berwarna merah marun.

Penjaga itu membukakannya, menyuruhku untuk masuk dan langsung berbelok ke kanan untuk menaiki tangga. Dan kali ini segalanya berubah. Bukan lagi seperti sebuah Istana, melainkan rumah sebuah keluarga yang terasa begitu hangat dan harmonis.

Walaupun aku merasa lancang karena memasuki rumah ini tanpa izin, aku langsung saja naik ke atas untuk membawa Savanna ke sebuah ruangan. Aku baru saja ingin mengumpat ruangan mana yang harus kumasuki hingga kudapati sebuah pintu bertuliskan "Savanna Charlotte Huighstone".

Huighstone?

Aku terbelalak. Persetan dengan segala kelemahan para Vampir! Kakiku bergetar tak karuan saat tahu Savanna adalah seorang anak dari Raja Ave. Sekalipun aku harus meragukannya, tapi siapa lagi di dunia sialan ini yang bernama Savanna Charlotte Huigshtone?

Kemudian aku menepis pemikiranku, membuka pintu itu dengan hati-hati kemudian memasuki ruangan bernuansa emas itu. Kuletakkan gadis itu di atas ranjangnya, menyelimutinya, dan berjalan ke arah pintu untuk memeriksa seseorang yang dapat kumintai bantuan.

Tepat setelah aku hendak kembali masuk ke dalam ruangan, seseorang dengan suara husky memanggilku. Membuatku berbalik dan langsung tertunduk saat mendapati Raja Xavier dan Ratu Xerafina tengah berjalan ke arahku.

Ratu langsung menghampiri Savanna di atas ranjang, sementara Raja Xavier berhenti tepat di hadapanku dengan aura intimidasi yang kentara.

Kenapa aku jadi payah begini?

"Kau Dixon Abraham?"

Aku mengangguk kecil namun dengan mantap. Masih menundukkan kepalaku untuk menjaga pandangan dari raja dunia ini. "Ya, Yang Mulia Raja."

Dapat kulihat ia menyilangkan tangan di depan dada. Sebuah geraman mendadak terdengar dari dalam dirinya yang kuyakini adalah jiwa serigalanya. Kemudian aku mendongak, menatap ujung hidungnya—ini adalah peraturan di dunia kami, jika ingin menatap bangsawan, tataplah hidung atau dahinya—dengan sorot kebingungan.

"Bagaimana bisa kau sampai kemari?" tanya Raja.

"Aku tidak tahu harus ke mana lagi dengan tenagaku yang tersisa ini, Yang Mulia, dan aku tidak bisa berteleportasi menuju Vamps karena—"

"Kau adalah Vampir?"

Aku menegang saat tiba-tiba raja mengendus. Hingga suara ratu terdengar dan membuat raja berhenti, aku kembali menunduk. Raja masuk ke dalam, berbicara dengan sang istri kemudian merapalkan sebuah mantera pada anak mereka.

Sebuah tangan yang begitu dingin menyentuh puncak kepalaku, membuatku lantas mendongak dan tak sengaja pandanganku tertabrak dengan kedua mata merah marun milik Ratu Xerafina saat aku hendak menatap hidungnya.

Ia terlihat tersenyum, tangannya yang menyentuh kepalaku kini berada di bahuku. Walaupun aku menatap hidungnya, entah kenapa aku dapat merasakan kehangatan seorang ibu dari tatapannya. Membuatku kembali menunduk dan tangan dingin itu mengangkat daguku untuk menatap kedua matanya.

"Dixon Abraham."

Aku hendak menurunkan pandanganku, namun tatapan ratu seolah-olah telah mengunciku. Memaksaku untuk membalas tatapannya dan terlarut kepada kedua mata merah marunnya.

"Vampir ras emas, pasangannya Savanna, dan masa lalunya Keisha. Aku pernah melihatmu saat pertama kali Savanna membuka mata." Tangan dingin itu pun melepaskan diri dari daguku. "Apakah tidak masalah jika aku berbincang-bincang dulu denganmu, Dixon?"

Tanpa ragu aku mengangguk. Permintaan langsung dari ratu!

"Tentu, Yang Mulia—"

"Ratu saja cukup, Dixon."

"Baik, Ratu."

Dan ratu pun berlalu dari hadapanku, membuatku menoleh ke arah Savanna sejenak saat Yang Mulia Raja Xavier masih merapalkan mantera kepada anak gadisnya itu.

Kedua tungkaiku berjalan tepat di belakang Ratu Xerafina. Rambut hitamnya yang berkilau biasanya hanya dapat kulihat dari kejauhan saat Raja Charlie bertemu dengannya di Istana Vamps. Namun kini aku melihatnya dari dekat, bahkan nyaris tak ada penghalang sedikitpun.

Ratu membawaku ke pekarangan belakang rumahnya yang cukup luas, memintaku untuk masuk ke dalam sebuah bangunan kecil yang berada di sudut pekarangan rumahnya dan menunggu di sana.

Aku masuk ke dalam ruangan kecil yang berdominan warna putih itu. Kaca besarnya yang nyaris terpasang di setengah dinding itu mengingatkanku pada ruang rehabilitasi Vampir liar di Vamps. Di dalam ruangan itu terdapat dua bangku kayu serta sebuah meja bundar dan satu gelas bening tepat di tengahnya.

Kudaratkan bokongku pada salah satu bangku. Memperhatikan dinding-dinding polos ini kemudian hamparan pepohonan di luar sana. Jika dibandingkan dengan Vamps, aku lebih suka dengan lingkungan sekitar Maegovanen. Terlihat lebih berwarna dan tidak monoton dengan dominasi putih di mana-mana.

Tak lama, Ratu Xerafina masuk ke dalam ruangan dengan nampan yang berisikan teko bening yang berisikan air. Kemudian ia letakkan nampan itu di atas meja dan mempersilakanku untuk meminumnya.

"Aku tahu kau menyukai air. Minumlah."

Kutuangkan air itu ke dalam gelas yang berada di atas meja, menengguknya hingga habis kemudian mengembalikan segalanya seperti semula. Hening untuk beberapa detik setelahnya, hanya hembusan napas berat ratu yang mengisi kekosongan di antara kami.

"Sudah lama aku menunggumu untuk datang kemari, Dixon," ujar ratu. "Sudah sejak berpuluh-puluh tahun lalu Savanna selalu membahasmu denganku, namun baru kali ini aku bertatap muka denganmu."

Aku hanya bisa tersenyum. Merasa bingung sendiri dengan ucapan ratu.

"Kupikir kau cukup aneh dan sedikit pendek, namun nyatanya kau begitu mengesankan," pujinya terang-terangan yang lantas membuatku tersenyum miring sembari menunduk sejenak.

"Terima kasih, Ratu."

Ia pun semakin melebarkan senyumannya. Membuatku bertanya-tanya bagaimana jika Savanna yang tersenyum seperti itu kepadaku?

"Maka dari itu, aku tahu kau pasti bisa membantu Savanna selama ia di Vamps." Kali ini aku benar-benar seperti tersihir, pandanganku kembali menatap kedua mata merah marunnya yang seperti almond. "Dan aku tahu kau pasti orang yang tepat, Nak."

Kedua alisku mengerut bingung. "Maksudmu, Ratu?"

Ratu terdiam sejenak sembari menarik dan menghela napas dengan perlahan. "Aku bisa memercayaimu, kan?"

"Tentu, Ratu."

Sekali lagi ratu terdiam sejenak. "Xave Ketiga, Lalluna Revolder, akan datang ke packmu satu minggu lagi. Ia akan datang untuk bertemu dengan Raja Charlie dan membuat kawanan di Vamps. Akan ada pertengkaran hebat di sana. Entah itu dengan Savanna, Lanna, kau, atau orang lain. Dan aku minta tolong padamu, untuk kau pastikan, bahwa tidak ada yang memeriksa Lalluna selain dokter pribadinya."

Omong-omong, Xave ialah seseorang yang dapat menguasai semua sihir yang ada di dunia ini. Termasuk berubah menjadi serigala, Vampir, Pegasus, Peri, atau yang lainnya. Dan seorang Xave biasanya tak mudah dikalahkan. Sulit untuk melawan seseorang yang menguasai seluruh kekuatan yang ada di dunia ini.

"Aku mengerti, Ratu."

Mendadak tatapan ratu berubah menjadi serius. Kedua mata merah marunnya berubah menjadi merah pekat, tangan dinginnya kembali menyentuh bahuku namun kali ini disertai dengan sensasi aneh yang membuat bulu romaku berdiri.

"Dan kuharap kau tak akan melukai hati anak gadisku lagi."

To be continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro