゛five.〃

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Atensi memaku, menatap ke sebuah kursi kosong yang baru saja ditinggalkan penghuninya. [Full name] kemudian menukikkan kedua alis.

Sudah dua hari berlalu sejak terakhir kali Miya Osamu melakukan penawaran tiba-tiba itu.

Membantunya dekat dengan kembarannya; Miya Atsumu. Katanya.

Namun setelah hari itu berlalu, Osamu bahkan belum pernah berbincang dengannya lagi. Walau pemuda itu sendiri memang berwatak seperti itu, sih.

Apakah tawaran waktu lalu benar-benar hanya candaan belaka?

Mengingat tidak masuk akalnya syarat perjanjian tersebut.

[Name] menggulirkan atensi. Kini jadi menatap sosok lain namun dengan visual yang sama sedang duduk di kursinya.

Sudahlah.

Tanpa bantuan Osamu pun tidak masalah. Dari dulu [name] juga sudah berusaha melakukan semuanya sendiri. Mencari atensi, mencari ruang kosong. Lagipula ini urusan hatinya. Kalau ia bahkan tak bisa melakukannya sendiri, untuk apa [name] bersikukuh menjaga ruang hatinya hanya untuk Atsumu seorang?

"Atsumu? Kamu gak ke kantin?" ucap [full name] setelah memutuskan untuk menghampiri pemuda itu di kursinya.

Miya berhelai jingga itu mendongak. Ternyata pemuda tersebut sedang bermain dengan ponselnya. Dia membuat senyum kemudian, "kamu mau ke kantin?" balasnya, malah ikut melemparkan pertanyaan.

[Name] mengangguk saja.

Lalu dengan itu Atsumu pun beranjak dari kursinya. Memasukan ponsel di saku celana, "nah, bareng aku aja yuk!"

[Name] menatap heran. Tidak, tidak. Sebenarnya dia sedang menahan debaran. Kebetulan yang tiba-tiba Atsumu mengajaknya bersama seperti ini. "Kamu emang nungguin siapa?" tanya gadis itu. Mengesampingkan permasalahan hatinya.

Pemuda yang di tanya malah tersenyum saja. Dengan seenaknya menarik bahu sang gadis agar mulai berjalan dengannya, "nungguin kamu." katanya kemudian. "Tadi aku pikir kamu mau di kelas aja, jadi aku buka ponsel dulu baru ke tempat kamu. Tapi ternyata mau ke kantin, ya? Hehe."

Cobalah siapa yang tidak bergetar hatinya kala sosok yang di suka mengatakan hal tersebut dengan lembut bersaman dengan senyum menghias wajahnya?

"Ah, [name]--kamu mau ke kantin?"

Eksistensi sebuah gadis berambut pirang didapatinya. Yuna Minami. Teman [name] dari kelas sepuluh walau kini berbeda kelas. [Name] menghentikan langkahnya di koridor.

"Iya, aku mau ke kantin. Kamu gak ke kantin?" jawab [name].

"Ehm, aku ada beberapa urusan jadi gak bisa," ucap Yuna itu. Memasang wajah kecewa untuk dirinya sendiri. Berikutnya ia bertanya lagi, "kamu ke kantin sama siapa?"

[Name] terdiam sejenak. Dia melirik ke sosok berambut jingga tersebut sebelum akhirnya melengos.

"Aku sendirian," jawabnya kemudian. Menatap lagi temannya.

Yuna, temannya itu kembali meminta maaf. Merasa bersalah mungkin. Sampai akhirnya gadis itu ijin pamit, meninggalkan [name] di sana.

Yang ditinggal masih diam di tempatnya. Membasahi bibir sebelum kemudian membalik badan.

[Name] tatapi kedua sosok yang ternyata ikut berinteraksi kala ia berbicang dengan Yuna tadi.

Atsumu selalu terlihat ramah. Dia selalu menebar senyum di mana pun. Selalu menyapa hangat siapapun. Maka dari itu mungkin pemuda tersebut dikenali banyak orang di sekolahnya.

[Full name], dirinya yang hanya sebatas teman satu kelas Miya Atsumu tentu saja tidak pantas merasa cemburu seperti ini. Bahkan untuk merasa kecewa pun tidak pantas. Karena sejak dulu pun, Atsumu memanglah tipe yang tak akan sungkan menggenggam tangan, merangkul, atau menepuk kepala seorang wanita.

Seperti yang dilihatnya kini.

"Dah~" Pemuda itu melambai tangan setelah sebelumnya dipakai untuk mampir sejenak di kepala perempuan lawan bicaranya tersebut. Tubuhnya berbalik, mendapati [name] yang tampak masih terdiam di tempatnya.

"Eh, temen kamu yang tadi, gak ikut ke kantin juga?" ucap pemuda itu langsung, "maaf ya, tadi ada beberapa urusan. Jadi ke kantinnya? Aku yang traktir, nih."

-; ebb and flow ;-

Deburan ombak mengalun keras. Melambai-lambai bak berusaha menggapai sesosok manusia yang sedang menyisiri langkah di depannya. Yang diiringi ombak saling menyahut tersebut berjalan cuek. Pasang sepatunya terjinjing. Membiarkan begitu saja air dan pasir menerpa.

[Full name] namanya. Sengaja melewati area pantai untuk sampai rumahnya. Tak heran mendapati beberapa nelayan terlihat sibuk di pinggiran setelah seharian menelusuri laut.

Sapaan kadang terdengar untuknya. Penduduk daerah pantai memang saling tampak mengenal. Mengingat mereka sama-sama berjuang hidup di pinggiran laut.

"[Name]!"

Pemilik nama mencari sebuah eksistensi. Didapatinya sesosok perempuan berhelai pirang, terlihat sedang membantu di salah satu perahu.

"Kak Saeko?" [name] menghentikan langkah tak jauh dari perahu berukuran sedang tersebut. "Sedang bantu-bantu?" Ucapnya lagi dengan senyuman.

"Ya, begitulah," kata sosok itu. Terlihat merapikan sesuatu di atas perahu sana. Di angkatnya kemudian sebuah kotak.

[Name] bercelinguk, kemudian menaruh sepatu dan tasnya di atas sebuah batu di pinggiran sana. Dengan agak berlari kecil kini gadis itu menembus ombak tanpa ragu. Menghampiri Saeko Tanaka yang sibuk dengan kotak-kotak di sana, "kak, biar aku bantu."

"Hei, tidak usah. Nanti bajumu bau amis," ucap Saeko itu saat melihat tangan [name] sedang berusaha menggapai kotak.

Tak mendengarkan hal itu, kini [name] pun sudah bisa mengambil alih salah satu kotak yang terpaksa Saeko turunkan, "tidak apa. Besok tidak dipakai lagi, kok." kata gadis itu. Langsung berlalu membawakan kotak tersebut kepinggiran.

Saeko hanya menggeleng.

[Name] kembali lagi ke sisian perahu. Kini kedua perempuan itu bekerja sama memindahkan kotak-kotak berisi ikan tersebut.

"Padahal sebentar lagi juga adikku pulang," celetuk Saeko di tengah pekerjaannya.

"Oh, Ryuu?"

"Ya. Melihat kau juga sudah pulang."

Jangan heran melihat mereka tampak akrab. Itu karena ibu [name] sering membeli ikan segar dari ayah Tanaka. Dan sang penjual pun kadang tak sungkan memberi sedikit bonus.

"Hoi, Ryuu! Cepat bantu aku dan [name] di sini!" Saeko melambai tangannya setelah memberi satu lagi kotak berisi ikan pada [name] di bawah.

[Name] yang baru berputar untuk kembali ke tepian pun jadi mendapati sosok yang diteriaki Saeko tengah berjalan ke sini.

Bersama satu orang lain. Yang tampaknya tak asing.

"Eh, [name]? Kau ikut membantu?" itu Tanaka Ryuunosuke. Terlihat menyengir saja sambil mendekat dengan santai. Melihat hal itu, Saeko pun dari atas sana kembali berteriak. Meminta Ryuunosuke cepat untuk membantu.

Pemuda berambut tipis itu segera menghampiri cepat-cepat.

Meninggalkan dua manusia di sana yang tiba-tiba saja sudah saling berhadapan.

"Biar aku aja yang bawa," kata satu sosok berjenis laki-laki. Tak berniat menunggu jawaban, pemuda itu langsung saja mengambil alih kotak di tangan [name] yang kini melongo.

"Ada apa?" tanya laki-laki itu begitu mengetahui ekspresi [name]. Menyadari dengan pintar, ia pun berucap, "aku Osamu. Bukan Atsumu. Maaf membuatmu kecewa aku yang datang ke sini."

[Name] langsung mengubah ekspresinya.

"Kau bekerja di sini?" tanya [name] begitu si pemuda kembali lagi ke arah perahu untuk mengambil kotak lain. Kini kedua remaja itu berjalan beriringan menembus ombak yang telihat kian meninggi seiring-iring gelapnya langit.

"Tidak. Aku hanya membantu saja," jawab pemuda itu singkat.

[Name] baru ingat. Atsumu memang bilang kalau Osamu suka membantu nelayan.

Mereka berdua mondar-mandir untuk membawa kotak kepinggiran. Sementara Ryuunosuke dan Saeko memberesi di atas perahu.

"Mau ketemu Atsumu?"

Osamu bertanya tiba-tiba setelah cukup lama terdiam karena sibuk. "Dia sedang ada di rumah sekarang." lanjutnya. Tak menatap lawan bicaranya.

[Name] terdiam sejenak. Dia menatapi Osamu yang sedang meraih sebuah kotak lain dengan diam, sebelum dirinya mendapatkannya juga dan berbalik kembali.

"Kau serius mau membantuku seperti itu?" tanya [full name] pada akhirnya.

"Aku tidak memaksa."

Osamu melirik [name] dari ujung matanya.

"Tapi aku punya alasan," sambung pemuda itu.

[Name] terlihat bingung di buatnya.

"Kenapa? Kau ragu?" tanya Osamu yang mendapati ekspresi itu, "kalau kau ragu kita hentikan. Aku tidak butuh orang yang ragu-ragu."

Merasa ada sedikit tohokan, [name] terdiam.

Dirinya? Ragu?

Kalau yang dimaksud tentang perasaannya terhadap Atsumu--kenapa ia harus meragu?

Tidak, kan.

Osamu terlihat membuka suara kembali, "aku tidak menawarkan bantuan ini pada setiap orang. Tapi kalau kau masih ragu, kita hentikan."

"--tidak!"

Tentu saja.

Gadis itu kini masih tampak kuat berdiri terdebur ombak. Tak tahu kedepannya.

.

.

.

continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro