゛three.〃

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau suka ikan?"

Seraya memakai apronnya, Atsumu melontarkan pertanyaan. Kepada siapa lagi? Mengingat satu-satunya lawan bicara hanyalah seorang gadis yang masih berdiri di belakangnya tersebut.

"Suka," [full name] menjawab. Dilihatnya kemudian Atsumu yang membuka kulkas. Menampilkan cukup banyak ikan-ikan mentah di dalam sana.

"Osamu suka bermain di pantai, kadang membantu nelayan. Jadi kami selalu dapat ikan gratis," itu ucap sang tuan rumah. Menjelaskan, bahkan sebelum si tamu bertanya. Pemuda itu mengambil satu ekor ikan, lalu dibawakannya ke atas wastafel.

[Name] mengangguk, "tidak apa. Aku juga sering memakan ikan, kok," katanya masih mengikuti gerak Atsumu. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk turun tangan ikut membantu, "ah, biar aku aja yang membersihkan ikannya."

"Kau bisa?"

"Aku cewek, masa gak bisa?"

Atsumu terkekeh, "kali aja kamu takut ikan." Dia akhirnya menyerahkan bagian itu. Lalu berbalik menuju suatu arah. Mengambil sesuatu yang menggantung di sana.

[Name] di depan wastafel mulai mengerjakan pekerjaannya. Namun sebelum lebih jauh, Atsumu yang kembali pun, menjedanya. Menarik pergelangan [name], menyuruh tubuh itu agar menghadapnya sejenak.

Dengan itu pemuda tersebut mengalungkan tali apron ke leher sang gadis.

"Nanti bajumu bau amis," katanya, detik berikutnya ia mempertipis jaraknya dengan [full name], melingkarkan kedua tangannya ke sisi pinggang gadis tersebut. Hanya untuk mengikat tali apronnya.

Atsumu menarik diri, kemudian memandangi pemandangan itu sesudahnya. Dengan jahil ia menyeletuk, "wah, persis ibu muda."

Tentu saja [name] sukses dibuat salah tingkah. Dia kembali berbalik ke depan wastafel. Berikutnya jadi memekik kala melihat satu ekor ikan di sana.

"Loh kenapa, kok kaget? Katanya gak takut ikan," Atsumu tertawa geli melihat tingkah gadis tersebut, "[name], memangnya kau pikir kau akan mencuci piring?"

[Name] merutuk dalam hati. Semburat merah dan salah tingkahnya menjadi kacau tak tertutupi sama sekali.

Masih memandangi gadis di sampingnya dengan senyum geli, Atsumu berucap, "hehe, saltingmu lucu."

Kedua remaja itu tak menyadari, bahwa Osamu di pintu sana yang hendak mencuci tangan, sampai membatalkan niatnya lantaran melihat pemandangan tersebut.

-; ebb and flow ;-

Beberapa waktu telah terlewati dalam suasana rumah dua pemuda remaja. Entah kenapa, [name] merasa nyaman berada di sini. Mungkin sebab sang pemilik rumah adalah teman sekelasnya sendiri. Jadi tak ada canggung berlebih saat menghabiskan waktu di sana.

Makan malam telah mereka habiskan beberapa waktu lalu. Atsumu dengan sengaja menyisihkan piring kotor di sisi meja. Sementara kini dirinya sedang berkutat dengan buku-buku pelajarannya bersama [name]. Iya. Mereka mengerjakan tugas yang baru saja diberikan tadi siang. Terlihat rajin, kan?

Walau sebenarnya tidak semurni itu, sih.

Coba sudutkan yang mengajak alias Miya Atsumu. Kenapa pemuda itu bisa serajin ini padahal setiap hari kerjaannya hanya menongkrong di tempat karoke bersama teman-temannya?

Hanya Osamu, lah, yang mengerti hal itu bahkan dari awal-awal bau mencurigakan itu tercium. Dia sendiri sudah cukup sering melihat Atsumu seperti ini.

Membawa perempuan ke dalam rumah.

Namun berbeda kondisi seperti biasanya, hari ini Miya Osamu ikut menimbrung kedua remaja tersebut di ruang televisi. Iya. Biasanya dia akan pergi kabur ke luar rumah membawa Gin. Memilih untuk bermain di pantai.

Lalu bisa apa ia kala anjingnya itu bahkan lebih betah di dalam rumah sekarang?

Gin masih disisian [name]. Makhluk berbulu itu akan berputar, berbolak-balik, atau menggelayuti tubuh [name] yang sedang duduk berlutut mengerjakan tugasnya. Kadang tangan gadis itu membelai, membuat Gin berhenti mondar-mandir dan menggoyangkan ekornya riang. Mengabaikan pengurus aslinya yang kini hanya berbarung asal di atas sofa single mencoba cuek.

Padahal dalam hati jelous sekali melihat anjingnya mencampakkan dirinya seperti itu.

"Samu, matiin televisinya. Aku sedang belajar bersama [name]!"

Itu Atsumu. Akhirnya kesal juga karena sedari tadi Osamu dengan seenak jidatnya menyetel televisi padahal dirinya sendiri sedang berpikir keras.

"Bosan." Balas Osamu singkat.

Atsumu melirik sebal kembarannya itu, "biasanya juga kau di kamar."

"Gin ada di sini."

"Gin akan baik-baik saja ditinggal, Samu."

"Tidak, karena aku sudah mengajarinya akan menggeram kalau tidak ada aku tapi ada dirimu."

Oh. Itukah kenapa sebelumnya anjing itu menggeram saat Atsumu akan menyentuhnya?

"Kau memang sialan," Atsumu mengumpat selepas mendecih. Detik berikutnya pula gonggongan keras datang dari satu-satunya anjing di sana.

"Gin gak suka ada yang ngomong kasar," itu jelas Osamu. Singkat, tapi berhasil membuat Atsumu tambah berwajah masam.

[Name] mengelus shiba inu itu sejenak. Membuat Gin kembali tenang seraya menggaruki kepalanya, "Osamu, apa kau tidak ingin ikut belajar dengan kami juga?"

"Gak."

"Gak usah, lagian udah selesai," Atsumu yang menegaskan kalimat. Tampaknya sudah sebal duluan akibat kembarannya. Memutar atensi ke arah [name], Atsumu merubah suasana keruh di wajahnya dengan senyuman, "kita lanjutin besok aja, ya. Sudah tambah malam, kamu harus pulang." Katanya.

Pemuda berhelai jingga itu bangkit seraya menutup bukunya, "aku anter kamu, tapi aku bersihin ini dulu," kata pemuda itu, mengambil tumpukan piring kotor di atas meja.

Melihat itu, [name] bangkit, "aku bantu," ucapnya. Namun terhenti atas perkataan Atsumu selanjutnya.

"Gak usah. Kamu tunggu aja," katanya. Kemudian melangkah membawa tumpukan itu ke arah dapur. Sembari melewati dirinya, sayup-sayup [name] mendengar getaran panjang ponsel yang berada di saku celana Atsumu. Sampai akhirnya pemuda itu menghilang di balik pintu.

Mengelus Gin sejenak, [name] pun memutuskan untuk memberesi bukunya ke dalam tas. Sebelum akhirnya mengambil duduk kembali di atas sofa. Dia lirik siaran yang sedang dilihat Osamu yang terduduk di seberang sana.

"Kau, suka sama Atsumu, kan?"

[Name] mengerjap. Tiba-tiba mendengar sebuah pertanyaan dalam sayup-sayup suara televisi. Menggerakan atensi pada satu-satunya kemungkinan makhluk yang dapat bersuara, [name] dapati pula sosok itu tengah melirik ke arahnya. Miya Osamu.

Pemuda itu meluruskan lagi pandangannya. Kembali menatap televisi. "Ketebak banget."

Masih menatapi pemuda itu, [name] kerutkan kening. Kemudian mengeluarkan suara, "apa maksudmu?"

"Gak," itu jawab si pemuda. Tubuhnya yang tiduran asal di sofa single ia bangkitkan. Kini Osamu duduk tegap di atas tepian sofa. Dia menggerakan mulut kembali, "tapi aku bilangin, lebih baik kamu nyerah aja sama Atsumu."

[Name] agak mencelos. Bingung dan tertegun kenapa tiba-tiba kembarannya ini berucap seperti itu. Dengan nada sayup, [name] bertanya, "kenapa?"

Osamu mematikan televisi. Hening kini menyelimuti mereka berdua.

"Ada banyak hal kenapa kamu gak harus berjuang buat dia."

.

.

.

continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro