゛twenty five.〃

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mentari bersinar terik walau suhu sudah semakin merendah. Tak mau lekas hengkang ia, hingga membiarkan manusia di bawah naungannya menggigil begitu saja.

[Full name] dengan blazer-nya melangkahi area sekolah. Kala memasuki kelasnya, entah kenapa ia baru menyadari.

Kenapa mataharinya tak berkilau seperti biasa?

Miya Atsumu dilihatnya sedang terduduk saja di kursinya memandangi luar jendela. Padahal tak biasanya pemuda itu sudah duduk kalem di tempatnya apalagi ini masih pagi.

Merasa aneh, [name] akhirnya hanya berjalan saat melewati kursi Atsumu.

Ternyata cowok itu bahkan tak menyapanya seperti biasa.

Terlalu senyap.

Terlalu pasif pula untuk seseorang seperti Atsumu.

Sembari terheran dengan segala dugaan yang ada, [name] pun duduk di kursinya.

Lalu perasaan aneh lain pun merayap mengetuk kesadaran dirinya.

Miya Osamu ternyata sedang tertunduk pula.

Walau [name] tau cowok ini memang sudah pasif sedari awal. Tapi bagai tersandung benang, ia yang sudah tau ada satu pilar yang membebani, maka akan menyadari pula ada pilar lain yang sama di sisi sana.

-; ebb and flow ;-

[Full name] menatap sendu. Alisnya melengkung longgar. Dia dibuat cemas dengan keadaan Atsumu Miya yang tiba-tiba aneh.

Pemuda pirang itu kini tertangkap dalam lensa [name] sedang berjalan sendirian di halaman sekolah dari kelas ini.

Mengingat biasanya Atsumu pasti akan berjalan bersama rombongan saat jam santai seperti ini. Bahkan saat ada beberapa murid lain yang menyapa, pemuda itu hanya menampilkan senyum singkat lalu kembali mendatar.

Beda lagi dengan kembarannya yang masih saja terdiam di dalam kelas seperti ini. Masih saja tertunduk. Dan makin menyingkat obrolannya.

Tak mau lagi cemas tanpa tau apa-apa, [name] itu berjalan menghampiri Miya Osamu di tempatnya. Lalu mengambil duduk seperti biasa di kursi hadapan si pemuda.

"Kalian kenapa?" Tanya gadis itu langsung, mengunci atensi pada Osamu yang tak menatapnya, "kamu berantem lagi sama Atsumu gara-gara Gin?"

Hanya sesaat, Osamu itu menatap [name] sebelum kemudian merundukkan atensi lagi, "bukan," jawabnya begitu singkat.

Tentu belum puas dengan jawaban itu, [name] kembali berucap, "Atsumu hari ini aneh. Entah kenapa aku merasa, dia tak lagi ceria. Dia seperti bukan Atsumu yang aku kenal."

Osamu tersenyum dalam hati mendengarnya. Lalu makin merasa bingung.

Bagaimana ia bisa menjelaskan sisi yang tak dikenal [name] ini?

"...padahal aku berencana menyatakannya hari ini," lanjut [name] beberapa detik berikutnya

Langsung membuat Osamu melebarkan matanya.

Ini seperti semua kerasionalan pikiran yang sedang Osamu raih sejak pagi lenyap sudah terkibas satu kalimat itu.

Namun tak menyadari itu, [name] lantas berucap lagi, "Osamu," panggilnya. Lalu menopang dagu di atas meja Osamu.

"Makasih, ya. Berkat kamu aku jadi tau siapa Atsumu yang sebenarnya. Berkat kamu aku juga sudah berlatih menerima rasa sakit," ucap gadis itu, tersenyum menatap permukaan meja, "dengan itu juga, mungkin aku udah siap kalo-kalo pernyataan ini benar-benar hanya jadi cerita sedih."

Dalam merunduk Osamu sembunyikan ekspresi kalutnya kini. Semua ucapan gadis itu langsung disanggahnya dengan cerewet di dalam hatinya.

Sebab, [name] belum tau akan ada kenyataan tersembunyi seperti apa nanti.

Atau gadis ini memang sudah siap? Dengan cukup sering melihat Atsumu bersama gadis yang lainnya, apakah gadis ini pantas dibilang sudah sanggup?

"...lalu kalau tertolak?" Osamu bertanya. Dengan nada pelan hampir tak terdengar kalau [name] tak sedang berada dekat dengannya.

Pemuda itu tidak melihatnya, [name] sempat menyunggingkan senyum sedih sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Aku menyerahkannya pada hatiku nanti," ucapnya. Tampak tenang tanpa adanya getaran.

Osamu menggetarkan binar gelap di matanya, lalu bertanya lagi.

"...tidak bisakah kamu berpaling?"

[Name] sejujurnya agak tertegun menghadapi pertanyaan itu, namun lagi-lagi gadis itu tersenyum, "aku serahkan itu pada hat--"

"Berpaling padaku. Tidak bisakah?"

Terdiam. [Name] mencerna kalimat itu. Sesaat itu pula ia perlahan melebarkan bola mata.

"...aku, aku kembarannya. Kupikir kamu bisa berpaling saja padaku daripada sama Atsumu..."

"Kamu ngomong apa, Osamu?"

Miya kelam itu mengangkat kepala mendengar nada yang dikeluarkan [name]. Kini telah ia dapati gadis itu menurunkan ujung kedua alis ke bawah. Dengan binar yang bergetar namun dengan tatapan tegas pula, gadis itu menatap Osamu.

"Aku cinta Atsumu bukan karna aku terpikat pada wajahnya. Kalau memang seperti itu, untuk apa aku sengaja menceburkan diri dalam rasa sakit kala berusaha mendekatinya?" Ujar [name] itu menjelaskan dengan singkat ke poin utama.

Mendengarnya, Osamu lantas menjatuhkan kembali kepala agar tertunduk. Lalu menyesali diri sendiri yang tiba-tiba bodoh tak bisa berpikir rasional.

[Name] bangkit dari kursi dengan perasaan tak terdefinisikan. "Aku sangat berterimakasih padamu. Membantuku untuk jauh lebih mengenal bagaimana Atsumu yang sebenarnya."

Menatap kepala Osamu yang sedang tertunduk, [name] berucap lagi, "tapi kalo kamu masih tanya aku untuk berpaling dari Atsumu, aku akan jawab terakhir kali bahwa itu jadi keputusan hatiku nanti, karna aku pun gak bisa menebak jawabannya."

Selepas itu [name] akhirnya pergi. Berjalan ke luar kelas untuk mencari angin dan menenangkan pikiran.

Di tengah itu gadis tersebut menyendukan kelopak.

-; ebb and flow ;-

Klub musik yang diikuti [full name] hari ini libur. Kini gadis itu bisa dibuat pulang cepat. Oleh karna itu selepas bel pulang berbunyi [name] langsung mengemas tasnya dan pergi menuju ruang loker.

Namun sebelum itu, ia sempatkan dulu melabuhkan atensi pada Miya kelam yang tadi habis berkata aneh padanya. Di sisi lain pikirannya yang penuh pada Atsumu, kini persoalan Osamu pun tambah menyesaki kepalanya.

Berpikir, apakah Osamu menjadi aneh karna hal ini?

Lalu kenapa cowok itu berkata hal tersebut padanya? Bukankah Miya Osamu juga punya perasaan cinta yang sedang dijaga?

Jika Osamu hanya berucap seperti itu untuk meringankan efek penolakan dari Atsumu nanti... Maka [name] rasa tidak perlu.

Penolakan atau rasa sakit yang nanti akan ia hadapi adalah permasalahannya sendiri.

Anggap saja ini karmanya yang telah lebih dulu menyakiti Kinoshita Hisashi.

Karna yang [name] cintai bukanlah Osamu walau berwajah sama. Kalaupun cowok itu merubah warna rambut, tak akan berpengaruh apa-apa.

Sebab yang [full name] cintai adalah manusia yang diciptakan sebagai Miya Atsumu. Bukan yang lain.

Berjalan sembari terbengong, [name] tiba-tiba dapati Miya pirang itu berada dalam halaman sekolah. Atsumu memang tidak mengikuti klub, berbeda dengan kembarannya yang rajin. Jadi untuk apa pemuda itu masih berduduk santai di sana sendirian.

Sama seperti tadi pagi, Atsumu masih terlihat seperti bukan Atsumu. Dia jadi terlalu senyap.

Melamun dulu sebentar, [full name] akhirnya telah memutuskan.

Dia sesegera itu berlari untuk mengganti uwabaki-nya di ruang loker. Selepas memakai sepatu, gadis itu kembali berlari lagi menuju halaman di mana Atsumu berada.

Namun sayangnya, cowok itu sudah tidak ada di sana.

[Name] menyendukan ekspresi.

Dia lalu berjalan kembali menuju gerbang sekolah. Kepalanya tertunduk untuk menatapi bumi yang dipijakinya saat ini.

Kemudian jadi membuang napas. Kepalanya kembali terangkat, menatap lurus.

Menatap juga sosok yang tadi dikejarnya.

Miya Atsumu.

Sedang melangkah keluar gerbang seraya menunduk.

[Name] jadi menghentikan langkah. Tangannya meremat tali tas. Pikirannya terus menggemakan kalimat yang sama.

Meyakinkan diri sekali lagi, [name] pun membuka mulut.

"A-Atsumu!"

Pemuda itu menoleh.

Dan itu artinya, [full name] tak boleh melarikan diri.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro