ᴇᴍᴘᴀᴛᴘᴜʟᴜʜ ᴇɴᴀᴍ

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

ǝTHirëǝl
• ᴇᴛʜᴇʀᴇᴀʟᴏᴠᴇ •

"Ada apa sampai kamu panggil aku jauh-jauh ke sini?"

Trias menepuk pelan pundak Adriana ketika menghampiri perempuan yang duduk sembari menunggu pesanan nasi pecel. Semalam, Adriana mengabarinya bahwa ada hal penting yang ingin disampaikan terkait dengan Airlangga. Selama Airlangga di Jogja, Abikara menitipkan Airlangga pada Trias, oleh karena itu apa pun yang berhubungan dengan Airlangga, Trias harus tahu sedetail mungkin.

Adriana menoleh ketika mendapati Trias menunduk untuk masuk pada tenda yang warung nasi pecel, ia berpindah duduk, mempersilakan Trias duduk di bangku plastik yang tadi ia duduki.

"Mau, Mas?" Adriana menawarkan sate isi empat butir telur puyuh berwarna cokelat.

Trias menggeleng. "Bu, soto ayam satu, ya."

"Enggeh, Mas."

Setelah mendapat jawaban dari pemilik warung, Trias kembali fokus pada Adriana. Perempuan itu sibuk melepas telur puyuh dari tusukan dan mengaduknya pada nasi pecel yang ia makan.

Trias tidak bersuara, ibunya selalu melarang jika Trias makan sembari berbicara. Meski otaknya terus bertanya masalah apa yang akan disampaikan Adriana padanya. Sejujurnya Trias takut, takut jika kebohongannya selama ini diketahui oleh Airlangga. Apa yang akan ia katakan pada Abikara nanti?

Trias jadi menduga-duga jika saja perjalanan mereka ke Bantul membuahkan hasil yang baik. Tidak, Trias sudah memastikan bahwa mereka tidak akan menemukan siapa pun di sana.

Lima belas menit berlalu, pukul delapan pagi, pedagang sepanjang Jalan Malioboro mulai memadat, turis asing maupun lokal banyak yang memilih jalan kaki, tidak jarang juga yang menerima tawaran becak untuk pergi ke pabrik bakpia yang jaraknya tidak begitu jauh.

Setelah sarapan Adriana mengajak Trias berjalan-jalan ke titik nol kota Jogja. Bangunan gaya tempo dulu di cat putih masih menjadi ciri khas tersendiri serta bola-bola beton yang disusun mempercantik tatanan kota.

Adriana duduk pada bangku yang bersusun rapi di depan sebuah kafe yang belum buka. Trias mengikutinya meski belum bersuara kembali.

"Menurut Mas Trias, aku harus bagaimana soal Mas Elang?" Adriana menghindari kontak mata dengan Trias, lebih memilih memusatkan matanya pada jalan utama yang masih sepi kendaraan. Ia yakin, sangat yakin bahwa jika ia tidak akan dapat menahan tangisnya jika melihat mata Trias.

"Bagaimana apa yang kamu maksud?" Trias tidak mengerti dan mencoba berpindah duduk yang semula di samping Adriana menjadi ke depan Adriana.

"Aku sama Mas Elang sekarang punya hubungan sebagai pacar, Mas."

Trias hampir saja tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Namun, laki-laki yang berprofesi sebagai penjaga toko oleh-oleh tersebut melepaskan tawa kelewat tanggung. "Kamu serius?"

Anggukan Adriana menjadi jawaban, dengan ekspresi roman serius Trias menduga Adriana tidak tengah membohonginya saat ini. Laki-laki itu tersenyum kaku, kemudian dengan ekspresi riang dipaksakan mengulurkan tangannya agar dijabat oleh Adriana.

"Selamat dong kalau begitu! Akhirnya kamu bisa mewujudkan mimpi kamu, 'kan?" Trias tersenyum, merapatkan bibirnya sembari menatap Adriana antusias. "Tapi apa kamu akan tetap tidak jujur sama Elang? Elang berhak tahu semuanya, An."

"Bagi Mas Elang masa lalu itu tidak penting, Mas. Dia hanya mau melihat ke depan. Lagi pula, kalau pun aku Nana atau Adriana juga bedanya apa? Tidak akan ada bedanya, 'kan?"

"Kalau kamu yakin tidak akan ada yang berbeda, kenapa kamu tidak jujur sama Elang? Toh tidak ada bedanya, 'kan?" Trias membalikkan perkataan Adriana.

Meski sakit, Trias tetap senang. Melihat Adriana dan Airlangga dapat bahagia bersama adalah kebahagiaan bagi Trias. Memang apa lagi yang Trias harapkan? Bukankah hidupnya memang hanya untuk membalas budi atas kebaikan Abikara? Dengan menjaga Airlangga dan Adriana adalah salah satunya bukan?

"Ana, dengar aku. Terserah kamu mau menjalin hubungan bagaimanapun dengan Airlangga, Mas Trias tidak akan ikut campur, tapi kita tidak tahu ke depan apa takdir akan memuluskan jalan kamu, atau justru memerumitnya. Saranku lebih baik kamu jujur, setidaknya jika kalian ada masalah nantinya, kalian akan menghadapinya sama-sama, bukan hanya kamu di belakang ketidaktahuan Airlangga."

Perkataan Trias sepenuhnya benar. Namun, menunggu Airlangga selama lima belas tahun sudah sangat lama bagi Adriana dan jika ia harus jujur kemudian Airlangga menolaknya, apa mungkin Adriana dapat melewati tahun-tahun lain dengan kenyataan ia tidak akan pernah diterima oleh Airlangga. Bukankah lebih baik menjaga yang sudah ada saat ini? Bukan menggali yang belum pasti.

"Tapi kalau Mas Elang nggak mau terima aku sebagai Nana bagaimana, Mas?" Dan bulir air mata jatuh ke pipi Adriana sebelum perempuan itu menundukkan kepalanya.

Ia terisak di depan Trias, sama seperti tahun-tahun sebelumnya selama lima belas tahun, setiap Adriana menunggu musim liburan tiba dan Airlangga tidak datang, atau bahkan peristiwa enam tahun lalu yang merenggut nyawa ayahnya, hanya Trias yang ada di depan Adriana dan menatapnya dengan mata yang ikut berkaca-kaca.

"Buat Airlangga punya alasan untuk tidak meninggalkan kamu, An. Buat dia mencintai kamu lebih dari dirinya sendiri." Trias mengusap pelan pipi Adriana, merapikan poni depan dengan menaikkan dagu perempuan itu agar menghadap ke arahnya. "Jangan paksa dia melupakan rasa sakitnya, tapi ajari dia agar dapat menyembuhkan luka itu."

"Apa aku bisa, Mas?" Adriana bertanya ragu.

"Aku yakin kamu bisa, An." Trias mengangguk.

Karena kamu punya kemampuan menyembuhkan luka yang ada di dalam hatiku selama ini, An. Kamu yang selalu menjadi obat dari semua rasa sakit yang aku dapat selain Lik Abikara, Adriana. Airlangga beruntung mendapatkan cinta kamu, An.

Pernyataan itu selalu Trias ucapkan dalam hati.

"Sekarang lebih baik kamu fokus dengan diri kamu dan Airlangga. Jangan terlalu takut dengan hal-hal yang tidak perlu, An. Jika Airlangga sayang sama kamu, aku yakin dia akan bertahan." Trias kembali ke samping Adriana dan memeluk perempuan berusia 22 tahun itu seraya menepuk punggungnya.

Adriana mengembangkan senyum ketika pelukan mereka terlepas.

Trias selalu dapat diandalkan dalam mendengarkan cerita yang Adriana bawa. Sejak duduk di bangku sekolah Trias selalu menjadi kakak yang dapat Adriana andalkan dalam hal apa pun.

"Makasih, ya, Mas."

Trias mengangguk sambi kembali tersenyum, dia menepukkan tangan satu kali seraya berdiri agar suasana sendu yang tadi meliputi Adriana hilang sepenuhnya dari wajah perempuan itu. "Aku sudah jauh-jauh kesini cuma diajak makan soto ayam yang harganya enam ribu? Traktir aku makan lumpia basah ayo!"

Adriana ikut berdiri.

"Ayo, Mas, aku traktir apa saja yang Mas mau."

"Jajan di Malioboro saja gimana? Mas mau cobain eskrim anak muda." Trias dan Adriana berjalan berdampingan, berdiri pada persimpangan jalan menunggu lampu lalu lintas berubah merah sebelum menyebrang jalan.

Sudah bukan rahasia lagi jika bumi Yogyakarta menjadi kota yang menawarkan destinasi wisata yang menarik. Selain wisata, kuliner enak yang terbilang murah juga akan banyak ditemukan di sini.

Mereka masuk ke dalam toko batik yang lantai atas dijadikan kedai es krim. Ketika masuk, hal yang pertama kali terlintas dalam benak Adriana adalah kesan bangunan belanda Tempo dulu. Dengan dinding batu bata merah khas industrialis juga sofa cokelat tua dijejer saling berhadapan, Di paling depan ada empat showcase besar yang menampilkan es krim dengan berbagai warna.

Seorang pelayan menyambut riang ketika mereka berdiri di depan showcase es krim.

"Kamu mau rasa apa, An?" tanya Trias ketika mendengar pelayan menanyakan pesanan mereka.

"Yang ini rasa apa, Mbak?" Adriana menunjuk es krim berwarna merah muda.

"Yang itu strawberry yogurt."

"Kalau ini?" Tunjuk Adriana pada es krim dengan warna merah muda lebih gelap.

"Kalau itu strawberry saja."

"Bedanya?"

"Yang yogurt lebih creamy karena mengandung susu, tapi rasanya masih tetap segar."

Adriana mengangguk mendengar penjelasan pegawai perempuan dengan pulasan make up tipis. Ia kembali menunjuk satu es krim berwarna merah fanta. "Kalau yang ini rasa apa?"

"Kamu itu mau beli atau mau wawancara pelayannya, An?" Trias memprotes.

Pegawai itu tersenyum ke arah Trias untuk mengatakan bahwa ia senang akan pertanyaan Adriana.

"Bagaimana kalau Mas lebih dulu yang memesan?" Pegawai itu memberikan pilihan termudah agar Adriana bebas memilih. Trias tidak ambil pusing, ia memilih rasa cokelat agar pesanannya cepat selesai.

"Bagaimana kalau saya rekomendasikan rasa mint? Itu rasa yang best seller di sini, Mas." Pegawai itu tersenyum manis, rupanya ia diajarkan memberikan pelayanan yang baik oleh supervisor-nya.

"Terserah mbaknya saja."

"Kok jadi terserah saya? Saya hanya merekomendasikan supaya Mas lebih mengenal varian rasa es krim gelato."

"Ya karena saya percaya makanya saya jawab seperti itu." Trias menjawab cuek.

"Jangan mudah percaya dengan orang baru, Mas. Nanti mudah diculik orang."

Adriana tertawa mendengar godaan pegawai perempuan pada Trias. "Kakak saya memang mudah diculik orang, Mbak."

Trias melotot melihat Adriana dan pegawai perempuan itu terkikik menertawakannya. Sepertinya pilihan datang ke tempat ini adalah keputusan yang salah.

"Ya sudah saya yang cokelat saja."

"Tadi katanya terserah saya, sekarang minta rasa cokelat, labil."

Tawa Adriana semakin keras. Ia meminta varian rasa raspberry dan vanilla sebagai pilihan es krimnya dan mengusulkan varian rasa minta dicampur cokelat untuk Trias. Pegawai itu dengan sigap menyendok es krim ke dalam cup, memberikan topping dan meletakkannya pada nampan berwarna cokelat sebelum menyodorkannya pada Adriana dan menghitung jumlah yang harus dibayarkan.

"Semuanya jadi tujuh puluh ribu, Mbak."

Pegawai itu mengucapkan terima kasih ketika selesai memberikan uang kembalian pada Adriana. Di bangku tempatnya duduk bersama Trias, perempuan itu tidak berhenti terkikik karena ekspresi jengkel Trias karena digoda oleh pegawai kedai es krim.

Trias berdecak, padahal baru sepuluh menit lalu Adriana menangis, kenapa perempuan itu cepat sekali mengubah ekspresinya?


Baaab nggak tahu keberapa saking kebanyakan :(
Hari ini happy reading aja dulu :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro