9. Strawberry Trapper (Bagian 3)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cukup, jangan membuatku terus bertanya-tanya, akan ketidakjelasan ini semua

Cukup, tolong jangan hanya mendiamkanku saja,

beritahu.. beritahu aku, di mana letak permasalahannya
.

.

.

"

Sudah lewat 10 menit, asal kau tahu." Bariton suara berat dari Asano tatkala aku hendak menduduki kursi di hadapannya, membuatku mendengus kecil. Setelah memposisikan tubuh dengan nyaman, aku memandang lamat anak dari kepala sekolah Kunigigaoka itu. Jari-jari tangannya sedang mengetuk berkali-kali meja kafe, mengisi keheningan di antara kami berdua.

"Aku minta maaf." ujarku kemudian. Salah satu sudut bibir Asano terangkat, decihan pelan pun juga terdengar dari mulutnya. Aku hanya terdiam sampai ia mengeluarkan sebuah amplop dari saku kemejanya. Pandangan lelaki itu berubah serius, dan Asano menegakkan posisi duduknya.

"Ekhem." Ia berdeham, aku masih terdiam, menunggu lontaran kata yang sudah dipastikan akan keluar dari bibir lelaki di hadapanku.

"Nilai ujian semester yang meningkat signifikan dan kembali masuk peringkat 10 besar, begitu yang kubaca di laporan hasil ujian siswa tadi." Asano mendorong amplop yang tadi diletakkannya di atas meja ini dengan telunjuk dan ibu jari, menyodorkannya kepadaku. Aku meraih amplop tersebut, dan membukanya. Asano tampak sedang menyenderkan punggung pada kursi yang ia duduki, menungguku selesai membaca rentetan tulisan yang tertera di lembar kertas berkop surat.

"Edaran resmi pemindahan [Full Name] ke kelas A berdasarkan dengan syarat-syarat yang telah disetujui dan disepakati." Aku terpaku menatap surat yang ada di tanganku. Perasaan gelisah yang sudah agak lama menghantuiku akhir-akhir ini  kembali muncul dan membuat hatiku berkecamuk. Helaan napas panjang keluar dari bibirku yang tadinya terkatup rapat.

"Kenapa kau terdiam?" dapat ku lihat dahi Asano berkerut saat menatapku, sebelah alisnya juga terangkat, namun ia kembali mengunci kalimat yang hendak keluar lagi---bersabar menantiku untuk bersuara.

"Dengar Asano Gakushuu, aku merasa terhormat mendapatkan ini atas hasil pencapaianku. Sebelum aku memutuskan, dapatkah kau memberiku waktu?" Jari-jariku mulai bergerak melipat kembali surat itu, memasukkannya ke dalam amplop dan meletakkannya di meja, hingga akhirnya aku berpangku tangan lagi.

Asano berdecak, dan sudut bibirnya terangkat. Aku tidak bisa mengartikan, entah itu sebuah seringaian, atau senyum kecut, aku tidak tahu. Ia memiringkan kepala setelah menyesap minuman pada gelas yang terletak di atas meja itu sedari tadi.

"Kau mulai ragu, hm? Apa sepersekian bulan di kelas E sudah membuat mindset dalam otakmu berganti roda?"

Sontak aku terkekeh akan kalimat yang baru ku dengar. Bola mataku seolah ingin menusuk dari kejauhan dengan tatapan tajam ke arahnya. Aku mengendikkan bahu, "Entahlah."

"Atau jangan-jangan Akabane yang telah membuatmu begini? Kau tidak terlihat ragu saat menyerukan perjanjian kita ketika sebelum pertemuan besar di aula waktu itu."

Mataku membulat ketika Asano menyebutnya. Entah kenapa di saat yang bersamaan, seolah sesuatu sedang menyeruak masuk ke dalam sukmaku, mengembang dan mengempiskan napas. Asano berujar kembali, "Aku masih terngiang kalimat pembelaan terhadap Akabane yang kau lontarkan untukku, [Name]-san. Aku berspekulasi kau memandang dia dari prespektif lain."

Aku hanya mengulas senyum tipis, "Ini tidak ada sangkut pautnya mengenai Akabane Karma."

Apa aku berbohong? Kenapa tiba-tiba dadaku terasa sesak? Jantung yang berdegup tak normal, aku meragukan bahwa saat ini diriku dalam keadaan baik-baik saja.

"Kuharap begitu. Baiklah, dengan senang hati aku menantikan keputusanmu. Kabari aku jika kau sudah membuat keputusan. Usahakan tidak mendadak, karena aku berencana membuat perayaan kecil-kecilan sebagai acara penyambutanmu."

Bak kereta yang menapaki jalur rel dengan gesitan cepat, seperti itulah kata-kata Asano menguar di udara. Nadanya juga terkesan absolut, penuh penekanan.

"Mengenai informasi yang kau inginkan, aku tak bisa menyerahkannya secepat ini." Asano tersenyum kecil, memandangku dengan memajukan sedikit tubuhnya mendekati meja.

"Aku percaya."

Tidak, itu bukan senyuman, melainkan seringaian kecil. Aku menghirup napas tertahan, hingga Asano bangkit dari duduknya. Ia sedikit merapikan kemeja, kemudian menatapku seolah memberi isyarat bahwa ia akan beranjak. Aku mengangguk pelan lalu setelah memandang kepergiannya, mataku tertuju pada amplop yang masih tergeletak di meja.

'Kenapa aku mulai ragu?'

><><><

Pergantian jam membuat hiruk pikuk kelas kembali terdengar. Riuh ramai berasal dari berbagai sumber suara yang memenuhi ruangan berfondasikan kayu ini. Para pasukan cewek kelas sedang sibuk bergerombol di meja Nakamura Rio, termasuk diriku. Kami memperbincangkan hal sepele sembari menunggu kedatangan Irina-sensei. Sedangkan para cowok, entahlah mereka layaknya pengangguran-pengangguran menyedihkan di meja mereka sendiri.

"Hahh~ aku bosan." Itu suara Maehara yang kepalanya di sandarkan pada bangku.

"Aku mempunyai rekomendasi bacaan bagus untukmu." Hazama tak disangka-sangka muncul di balik bangku Maehara, membuat cowok blonde bercap playboy itu sedikit terlonjak. "Ini buku mengenai 1000 fakta bahwa kegelapan adalah keabadian dunia. Edisi khusus dengan tebal 1000 halaman."

Maehara mendadak bangkit, menunjukkan ekspresi sangar kepada Hazama dan mulai memaki-maki tak jelas.

"Aku punya rencana mutakhir untuk merealisasikan mimpi demi kesejahteraan para lelaki di kelas ini!"

Di seberang sana, Okajima tampak seperti orator yang sedang mencoba membangkitkan semangat pemuda dari teman-teman lelakinya, dibalas dengan reaksi setengah minat setengah bodo amat.

Aku memperhatikan mereka hingga tanpa sadar tersenyum kecil. Bahkan aku tidak fokus dengan pokok pembicaraan yang sedang diperbincangkan teman-teman cewek kelas yang sedang menggerombol di sini.

"Bonjour kids, Sensei baru kembali dari Perancis untuk membeli gelato. Tampaknya Irina-sensei mengalami sedikit keterlambatan, Sensei akan mengisi kekosongan ka---NYUNYA!!!"

"Jangan ganggu jam kosong emas kami, Tako-sensei!!!"

Seperti biasa, mendadak ruang kelas dipenuhi suara tembakan peluru anti sensei dari masing-masing siswa.

Ngomong-ngomong tentang jam kosong, aku masih ingat, di gedung utama tidak pernah ada jam kosong. Tak ada waktu untuk ngerumpi selain jam istirahat dan jam pulang. Lain halnya di sini, setiap siswa tampak selalu menanti-nantikan kehadiran jam kosong itu. Senyum tipis kembali tersungging di bibirku. Ah, rasanya aku menyukai setiap suasana di kelas E. Hal yang tak pernah ku temui di kelas gedung utama manapun.

Mengingat tentang kelas di gedung utama, entah kenapa aku kembali terngiang-ngiang tentang surat edaran itu.

"Atau jangan-jangan Akabane yang membuatmu begini?"

Sial. Aku menggeleng kepala kuat setelah mengumpat dalam hati. Menoleh ke samping, aku mendapati Karma masih terlihat seperti biasa, terpaku di bangkunya dan diam seribu bahasa.

'Sebenarnya ada apa denganmu?'

><><><

Oleh : [Full Name]
Untuk : Asano Gakushuu

Terimakasih atas kesempatan emas yang kau berikan untukku. Aku benar-benar merasa terhormat mendapat tawaran dengan persetujuan yang telah kita buat.

Kelas E adalah hal yang tak akan pernah orang bayangkan. Murid-murid yang dibuang dengan dalih kejelekan yang berbeda-beda, membuat siapapun di sana merasa tak memiliki semangat lagi.

Itu yang awalnya kita ketahui. Tapi faktanya, di sini tidak seperti demikian. Karakter yang unik berbaur dengan perasaan senasib. Membuat keharmonisan berbeda yang belum pernah ku temui.

Kelas bukan hanya untuk berkompetisi, melainkan juga bertujuan untuk berintropeksi diri. Itulah yang aku dapatkan selama sepersekian bulan di sini.

Pencapaian impian memang penting, tapi lingkungan tempat kita mengembangkan impian itu juga tak kalah penting. Kau benar Asano, ada  yang telah membuat otakku berganti roda.

Jadi, inilah keputusanku.

Tertanda,

[Name]

><><><

"Apa yang sedang kau tulis [Name]-chan? Daritadi kok terlihat sibuk sendiri." Aku tersadar dan refleks menutup buku serta meletakkan bolpoin agak keras---terlonjak dengan interupsi suara Kayano yang mengagetkanku.

"A-ah! B-bukan apa-apa!"

"Benarkah? Hmm.. oh ya, mau menemaniku ke toilet tidak?" Aku menatap wajah Kayano sambil berpikir sejenak. Pasalnya posisiku saat ini membuatku enggan beranjak. Ditambah semilir hembusan angin dan hawa dingin akibat deraian hujan di luar sana sangat membuat nyaman. Menjadikan jam istirahat kali ini kami tak bisa kemana-mana, hanya bersidekap di ruang kelas.

"Baiklah." Jawabku menanggapi ajakan Kayano yang disambut cengiran khasnya.

'Aku sudah membuat keputusan, kan?'

><><><

Sekembali dari toilet aku masih mampir ke bangku Yada, rutinitas seperti biasa, apalagi kalau bukan ngerumpi. Bakal calon ibu-ibu ya begini. Toh memang sudah merupakan hal yang wajar.

"[Name]-chan."

Napasku tercekat tatkala mendengar suara itu. Menoleh ke belakang, mataku langsung membulat. Tanpa berpikir lama, refleks aku menanggapi panggilannya dengan rentetan kalimat panjang kali lebar kali tinggi.

"Ne, Karma-kun. Sudah lama kita nggak berbincang-bincang! Apa kau rindu? Wahaha, lihat wajah tampanmu itu! Berminggu-minggu sayang kau tekuk terus jadinya kusut! Mau pinjam jasa setrika?"

Mereceh.

Seisi kelas mengheningkan cipta.

Pasalnya, Karma yang ku goda tetap menunjukkan ekspresi datar. Dapat ku rasakan atmosfer tidak mengenakkan akibat keheningan yang melanda. Mungkin semua penghuni kelas tadi terkaget sendiri melihatku bersikap konyol demikian, mengingat baru pertama kalinya aku seperti itu tadi.

Karma mendecih pelan, sedangkan aku menatapnya sambil mengerjapkan mata beberapa kali.

"Bisa kau jelaskan ini?"

Aku menghirup napas tertahan, seolah merasa waktu berhenti berdetak, menatap tak percaya amplop surat pemindahan kelas yang tiba-tiba ada di tangannya.

><><><

TBC
.

.

.

A/N

HOLAAA!!!  Saya kembali update dengan semangat~

//tumben cepet?

well, sebenarnya FF ini akan segera tamat.. jadinya Kay bersemangat untuk menyelesaikan, lolol.

FF ini bakal selesai 2 chapter ke depan, ditambah 1 Epilog. //YEAY

Dan chapter ini sengaja kupersingkat agar klimaks dari konflik di bagian selanjutnya lebih terasa. Soalnya menurut saya, kalo dijadiin satu di sini, pembaca bakal suntuk karena wordsnya yang bakalan melonjak.

Jadi demi kenyamanan(?), saya putuskan untuk tidak menjadikan satu.

Dan faktor lain kenapa saya lagi bersemangat ; KAY TERHURA SUDAH SAMPE 1K MATA  :" //Tebarbunga

Terimakasih untuk para readers yang mengikuti ff ini hingga sampai sini, padahal Kay merasa ceritanya makin gak jelas tapi masih ada aja yg mau baca:"

Semoga suka sama chapter 9 di atas~

Salam,

KaykenVR

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro