ீ҉͜ৡৢ͜͡❄ First Snowflake

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seorang gadis bersurai putih dengan hodie cream tengah berjalan menuju suatu tempat, ia terburu-buru sekali pagi ini.

"Banri pasti sudah menunggu di Caffe Submariner. Aku harus cepat," Ucap nya sembari mempercepat langkah kakinya.

Sesampainya disana, Banri tengah mengelap meja Caffe. Beruntung saat itu Caffe baru akan dibuka.

"Ohayou Master, Banri. Maaf aku terlambat," Ucap nya sembari memakai celemek khusus Caffe.

"Ohayou, daijoubu Yuki-chan. Aku juga baru sampai kok," Sahut Banri lalu tersenyum riang.

"Ahaha souka, baiklah ayo bekerja,"

Mereka mulai mempersiapkan Caffe untuk dibuka. Untunglah, mereka membuka Caffe tepat waktu walau Ren, Yuuto, Wataru dan Rio tidak datang karena kuliah mereka.

Tunggu, lalu Banri dan Yuki?

Ahh, mereka libur hari ini, ada beberapa fakultas yang masuk karena praktikum dan kelas tambahan, sedangkan fakultas bisnis Banri sedang tidak ada kelas karena dosen yang berhalangan hadir. Kalau Yuki? Ia mengambil fakultas Tata Boga dan juga sedang libur.

-
-
-
-

Saat istirahat untuk makan siang, Banri tanpa sengaja ketahuan oleh Yuki, kalau ia meminum obat-obatan untuk penyakit yang di cerita nya.

"Apa ini? Kau sakit apa Banri?! Katakan!"

"Aku hanya...,"

Yuki merebut obat yang ada di tangan Banri, lalu ia melihat semuanya. ".... Tumor otak? Banri kau..... Sejak kapan?! Kau ingin membuangku dari persahabatan kita?!"

"Yuki-chan, aku tidak bermaksud....,"

"Sahabat macam apa kau?! Kau bahkan tidak mau cerita padaku soal ini! Sudah cukup! Aku tidak mau dengar apaan apapun lagi,"

Hening, tak ada lagi pembicaraan antara mereka setelah insiden itu. Yang ada hanya suara mereka yang berbincang dengan pelanggan yang datang.

-
-
-
-

Banri dan Yuki bekerja seharian, namun mereka tidak saling bicara lagi sejak tadi siang. Entah apa yang membuat mereka tahan sampai mereka hanya diam saja, Master yang merasa aneh pun hanya diam karena tidak ingin ikut campur.

"Sepertinya mereka seperti ini karena cekcok tadi pagi," Batin sang pemilik Caffe itu sambil memperhatikan Banri dan Yuki yang hanya sibuk dengan tugas masing-masing.

Yuto dan Wataru datang, mereka juga merasa aneh melihat Banri dan Yuki yang hanya diam setelah menyambut kedatangan mereka berdua lalu duduk di tempat terpisah dan berjauhan. Kedua pria yang baru datang itu saling menatap satu sama lain, lalu Wataru mengerdikan baunya, tanda ia memang tidak mengerti dengan situasinya.

"Kalian kenapa sih? Tumben diam saja." Akhirnya Yuto pun membuka suara setelah hening sekitar setengah jam.

Yuki berdiri duluan. "Aku pulang dulu." Gadis itu memakai jaket coklat nya lalu pergi begitu saja.

"Oy!" Yuto memanggil Yuki, tetapi sayangnya Yuki sudah jauh sekali sampai tidak mendengar suara Yuto.

"Master, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Wataru pada Master. Sementara yang ditanya menopang dagu berusaha mengingat apa yang telah terjadi sampai Banri dan Yuki tidak saling bicara.

"Entahlah, tadi sempat ada perdebatan kecil, tapi entah apa yang membuat mereka jadi saling diam begitu,"

Yuto mendekati Banri yang sedang nenyesap Susu hangat dan duduk di kursi yang ada di hadapan pria berambut kuning dengan model menyerupai mangkuk itu. "Sebenarnya apa yang terjadi? Biasanya kalian selalu akur dan selalu bicara berdua sepanjang waktu,"

"Benar juga, Banri, sebaiknya kau bicara baik-baik dengannya, agar tidak seperti ini terus. Memangnya kau tahan apa? Membiarkan pertengkaran ini berlarut-larut?" Wataru berucap sambil berjalan mendekat ke arah Banri dan Yuto lalu duduk di samping Banri.

"Dia marah padaku, saat dia tau.... Kalau aku menyembunyikan sebuah rahasia darinya,"

".... Maksudmu? Penyakitmu?"

Banri mengangguk menanggapi pertanyaan Yuto. Akhirnya mereka mengerti akar masalahnya, tak lama pintu sedikit dibanting, mereka semua menoleh ke sumber suara. Ternyata itu Ren yang baru pulang kuliah sesore ini.

"Ren-kun? Kau seperti habis lari marathon saja, dan kenapa wajahmu terlihat panik?" Tanya Banri sambil menaikkan satu alisnya.

"Etto, Yuki....,"

"Katakan, ada apa dengan Yuki-chan?" Oh tidak, seketika Banri ikut panik, ia berdiri dan mendekat ke arah Ren dengan perasaan khawatir.

"Dia berdiri di Jembatan besar menghadap ke arah Laut dengan tatapan kosong...., sebaiknya kau kesana Banri,"

Dengan cepat pria berambut kuning itu mengambil jaket dan syal nya, berlari sambil memakai benda-benda itu, manik kuning nya berkaca-kaca.

"Gomenasai, Yuki-chan," Batin Banri sambil berlari ke tempat Yuki berada dan menghapus air mata yang mengalir di pipinya dengan kasar.

Sesampainya di Jembatan besar itu, kedua mata Banri seketika bergetar, gadis itu hendak melompat ke Laut. Tanpa pikir panjang, Banri pun berlari dan memeluk gadis yang ia sayangi itu dari belakang.

"Jangan nekat! Hanya karena aku kau sampai seperti ini ha?! Hiks.... Kalau kau marah padaku lampiaskan saja padaku! Jangan seperti ini!"

Banri melepaskan pelukannya, sementara Yuki berbalik menghadap ke arah lawan bicara nya. "Banri....,"

"Aku tau kau marah padaku, tapi, aku menyembunyikan ini karena.... Berpikir, jika kau tau mana kau akan khawatir." Banri menghapus air matanya dengan kasar, ia merasa bersalah karena membuat sahabat yang ia kenal sejak SD itu marah.

"Maaf membuatmu menangis, salahku Karena terbawa emosi,"

"Daijoubu yo, yang penting jangan nekat lagi,"

Yuki dan Banri pun berpelukan, tak butuh waktu lama, setelah mereka melepaskan pelukan, turun salju yang menandakan awal dari musim dingin.

"Salju turun, indah sekali ya," Ujar gadis berambut putih itu. Manik abu-abu nya berbinar, seraya mengagumi keindahan salju yang turun.

"Kau juga indah,"

"Eh?"

"Iya, namamu kan artinya salju." Banri terkekeh di akhir kalimatnya, lalu terpatri senyuman lembut nan tulus menyertai.

"Ayo kita pulang, sebelum udara semakin dingin." Banri memakaikan syal miliknya ke Yuki sambil berbicara untuk mengajaknya pulang. Ajakan itu di angguki oleh si empu yang awalnya kaget karena aksi sahabatnya yang tiba-tiba msmakaikan syal di lehernya.

Setelah selesai merapikan suka itu, Banri pun menggandeng Yuki dan berjalan pulang bersama. Sepanjang perjalanan mereka di iringi canda dan tawa yang penuh harmoni dan kehangatan.

"Syukurlah, Banri, Yuki,"

Oh, rupanya Yuto menbuntiti mereka karena khawatir. Ia memandang kedua temannya itu dari balik pohon besar sambil tersenyum lembut.

The End

.......................................................

Halo, akhirnya ini book kelar juga walau one-shot jasinga ehehe. Book satunya masih proses ya~

Sore jaa bye bye~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro