B. Roses.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku tidak punya banyak uang untuk membeli 108 tangkai mawar, tapi menikahlah denganku." 

[]

"Toji, kau mengajakku kemana?" 

Iris abu-abu gelap milik Ciara sedikit bersinar karena pantulan cahaya siang hari. Cuaca hari ini mulai dingin karena sudah memasuki musim dingin. 

Musim dingin di penghujung tahun benar-benar membuat tubuh menggigil jika tidak memakai pakaian tebal. Untungnya Ciara selalu siap dengan sweater kesayangannya, jadi dapat mengurangi rasa dingin yang menusuk kulit.

"Ikut saja. Kau pasti butuh refreshing setelah 3 bulan berdiam diri di kamar serba putih dan bau obat-obatan itu," jawab Toji. Laki-laki yang sudah setahun ini selalu berada di samping Ciara. 

"Hey.. Kamu perhatian juga ya," ucap Ciara. Kabut asap keluar dari mulutnya saat berbicara, tanda cuaca saat itu benar-benar dingin.

"Padahal kau yang ingin keluar saat dirawat di rumah sakit. Dasar," jawab Toji sambil melirik Ciara yang terkekeh pelan. 

"Haha, iya-iya. Sekarang kau ingin mengajakku kemana?" 

"Pasar gelap. Kamu akan ku jual."

"Heh?!" 

"Bercanda," jawab Toji, "Kita keliling kota saja, kau sudah lama tidak keliling kota, Bukan?" lanjutnya. 

"Boleh juga. Tapi, kalau aku baru saja keluar dari rumah sakit loh? Nanti kalau aku tidak kuat berjalan gimana?" Ucap Ciara. 

"Akan Kugendong," jawab Toji. Ia menarik tangan Ciara mendekat ke dirinya, dan menggenggamnya. Menyebarkan kehangatan dalam genggaman itu. 

"Nah kalau, ayo jalan! Hehe!"

[]

"Wow apa ini? Aku tak menyangka bahwa kamu bisa menemukan tempat indah seperti ini," ucap Ciara. 

Pemandangan yang mereka lihat merupakan puncak tertinggi dari Tokyo tower. Angin bertiup kencang di atas sana, tapi pemandangannya tidak kalah indah jika dibandingkan dengan tempat lain.

"Kau saja yang tidak pernah keluar. Ini tempat biasa saja," ucap Toji. 

Ciara mencibirkan bibir, "Aku memang jarang keluar rumah karena sibuk dengan pekerjaanku, kamu tahu itu."

"Ya, ya, ya, dasar pekerja keras," cibir Toji sambil memutarkan bola matanya malas, "Sekarang lupakan pekerjaanmu dan nikmati hari liburmu." 

"Tentu, terimakasih ya sudah mengajakku kesini," ucap Ciara, ia memandangi kota Tokyo yang ramai, juga bangunan tinggi menjulang.

"Sehabis ini, mencari makan bagaimana?" tanya Toji.

"Hm, boleh. Aku juga lapar," jawab Ciara, "Bagaimana dengan ramen dekat rumah sakit?" 

"Tidak. Kamu baru sembuh, tidak ada ramen," Tolak Toji. Ciara menatap Toji dengan tatapan memohon, tapi yang namanya Toji tidak akan mudah.

"Ya sudah, tapi setengah porsi saja," ucap Toji sambil menghela nafasnya.

"Serius?! Baiknya!" ucap Ciara memeluk Toji senang. 

Toji terdiam dengan pelukan dari Ciara. Uh, sensasi yang sudah lama Toji tidak rasakan sekarang kembali lagi. Rasa deg-degan dan kupu-kupu di perutnya. Toji benar-benar jatuh cinta kepada wanita di depannya.

"Ayo kita turun," ajak Ciara. 

Mereka mulai meninggalkan tempat tadi. Menelusuri jalan kota di sore hari. Padat tetapi tidak membuat sesak. Iris abu-abu Ciara berkilap-kilap sambil menikmati pemandangan di sekitar. Sedangkan Toji, pandangannya terfokus pada wajah Ciara. Seakan-akan terhipnotis oleh wajah cantik itu.

"Ah toko bunga!" ucap Ciara sambil menunjuk toko bunga yang berada tak jauh dari mereka. 

"Kau mau melihatnya?" bukannya menjawab pertanyaan Toji, Ciara menarik lengan kekar itu dan membawanya ke toko bunga.

"Selamat datang," sambut penjaga toko kala pintu berbunyi tanda pembeli masuk.

"Wah, Tolong perlihatkan aku semua jenis mawar," ucap Ciara.

"Hm? Kau ingin memakannya? Seram sekali," ejek Toji. 

Ciara menatap Toji tajam, "Aku ingin menguburmu dan menebar mawar diatasnya. Siap-siap saja."

"Wah, menyeramkan." 

"Maaf sebelumnya, toko kami hanya memiliki 3 jenis mawar saja. Jika anda ingin yang lebih lengkapnya bisa ke pusat kota," ucap pelayan toko. Di depannya sudah disiapkan 3 jenis mawar. 

Ada mawar merah, putih dan kuning. Wangi dari bunga berduri tersebut memasuki indra penciuman mereka. Harum tentunya.

"Menurutmu yang paling indah yang mana?" tanya Ciara. Toji mengerutkan dahinya seolah-olah berpikir. Tak lama kemudian tangannya meraih 2 tangkai mawar merah berduri, "Ini."

"Hei! Bodoh hati-hati dengan durinya!" ucap Ciara panik ketika melihat Toji dengan santainya menggenggam tangkai berduri. 

"Oh? Aku tidak melihat," ucap Toji santai.

"Ck, ceroboh!" ucap Ciara.

Pelayan toko mengulurkan tisu kepada Ciara dan tentu diterima senang hati. Ciara kemudian meraih tangan Toji yang berdarah akibat duri mawar.

"Ah ya, tolong bungkus mawar merahnya," ucap Ciara. Toji menatap sang pelayan tajam, memberi isyarat dengan tangan kirinya, "10." bisik Toji.

"Apa?"

"Tidak."

"Lain kali lihat-lihat, kau terluka kau juga yang rugi," ucap Ciara.

"Tak masalah, ada kau yang akan mengobati," jawab Toji.

"Tidak gratis," ucap Ciara lagi.

"Akan Ku bayar mawarnya. Kau keluar dulu sana," ucap Toji mendorong Ciara keluar. Ciara merengut tak suka tapi tak memberontak. 

[]

"Ugh lelahnya," keluh Ciara. 

Sehabis dari toko bunga, mereka kembali berjalan sambil mencari restoran untuk makan. Tapi, ditengah jalan Ciara berhenti karena tubuhnya yang sedikit lemah dari biasanya. Mungkin efek baru keluar dari rumah sakit.

"Minum dulu," ucap Toji sambil menyodorkan sebotol air mineral kepada Ciara. 

"Tahu begitu aku takkan menyetujui rencanamu untuk berkeliling kota. Melelahkan," ucap Ciara.

"Salahmu sendiri."

"Kok?!"

Bukannya menjawab protes Ciara, Toji malah berjongkok di hadapan Ciara, "Ku gendong. Cepat naik," katanya.

"Wah aku seperti punya bodyguard sendiri," ucap Ciara.

"Tidak jadi. Aku pergi," ucap Toji.

"Ya! Aku bercanda!" 

Toji terkekeh pelan, kemudian menggendong Ciara di punggungnya. 

"Berat tidak?" tanya Ciara.

"Aku seperti mengangkat kapas. Lain kali kamu harus lebih banyak makan," jawab Toji hiperbola.

"Dih. Kamu saja yang terlalu banyak otot. Makanya tidak keberatan. Syukurlah, jadi kamu tidak tahu segendut apa aku," ucap Ciara.

"Gendut apanya," cibir Toji. 

Mereka melanjutkan perjalanan dengan Ciara di punggung Toji. Banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka berdua. Toji tidak ambil pusing dan lanjut berjalan santai, beda dengan Ciara yang sibuk menutup rona merah di pipinya. 

Terhitung sudah 2 tahun lamanya mereka bersama. Tapi, untuk hal seperti ini jarang sekali terjadi. Apalagi melihat Toji yang sangat perhatian dengannya. Jika dipikir-pikir mungkin ini pertama kalinya Ciara melihat seberapa perhatiannya Toji kepada dirinya. Ia tidak mau terbawa perasaan dan hanya menganggap perhatian Toji karena ia baru saja keluar dari rumah sakit.

"Serius aku tidak berat?" tanya Ciara lagi. Toji menghela nafasnya.

"Tidak lebih berat dari 3 galon air," ucap Toji.

"Cih." ucap Ciara mencibir.

"Oh ya, semua mawarnya untukmu. Ini mungkin sangat tidak romantis, tapi menikahlah denganku."

Ucapan Toji berhasil membuat Ciara membatu. Di tengah jalan seperti ini, dan bahkan dirinya berada di punggung Toji. Laki-laki di hadapannya melamar dengan cara ini?!

"T-tunggu maksudmu?" 

"Aku tidak punya banyak uang untuk membeli 108 tangkai mawar, tapi menikahlah denganku." 

"TIDAK. Bukan itu maksudku! Turunkan aku!" ucap Ciara. 

Toji menuruti ucapan Ciara dan menurunkannya dari gendongannya. Dapat ia lihat wajah Ciara yang sudah benar-benar merah, kalau boleh hiperbola sudah melebihi warna mawar yang ada di genggaman Ciara.

"Jadi bagaimana?" tanya Toji.

"Kenapa sekarang? Padahal bisa nanti?" 

"Aku takut lupa."

Huh, aku berharap apa darinya, batin Ciara.

"Tapi mengapa aku?"

"Kau terlalu banyak tanya. Jadi mau atau tidak? Kalau iya akan ku jelaskan nanti, aku terlalu gugup untuk menjelaskan sekarang," jawab Toji.

"Huh, kau bisa gugup ya?" ucap Ciara terkekeh pelan, "Aku mau. Dah, aku pergi!" 

Setelah mengatakan itu, Ciara langsung lari meninggalkan Toji yang terkejut. Seketika sadar Toji langsung mengejar perempuan itu. 

"HEY! UNTUK UKURAN ORANG YANG BARU KELUAR RUMAH SAKIT BUKANKAH LARIMU TERLALU CEPAT?!" 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro