[Wormwood]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wormwood: kekurangan, ketidakhadiran

.

.

.




Aku ialah bayangan.

Sebuah eksistensi yang ada untuk berada dibelakang cahaya.

Tanpa cahaya aku bukanlah apa-apa.

Ketidakhadiranku ada untuk menjadi bagian dari mimpi cahayaku.

Lantas, apakah jadinya ketidakhadiranmu bagiku?

Kau ialah suatu eksistensi yang menjadi suatu misteri terbesar dalam sejarah.

Dengan adanya dirimu disampingku, segalanya terasa mungkin untukku.

Bagai tenggelam di laut sedalam tinggi Burj Khalifa, dan menyadari bahwa kau dapat bernapas di dalam air dan berenang secepat torpedo, itulah rasanya bersamamu.

Jika kau tidak ada di dekatku, rasanya tak punya tujuan hidup. Berjalan pun sulit, sesulit berjalan di sebuah tali tipis antara tebing dan tebing.

Bagaikan burung yang terjun dari langit, dan saat mendekati daratan hendak mengembangkan sayap, namun baru sadar bahwa sayapnya telah patah.


Tahukah kau bahwa memandangi fotomu yang seukuran telepon genggamku ini saja, sudah cukup membuat jantungku dibawa lari bermarathon sejauh satu kilometer?

Jika kau tahu apabila kelinci kesepian, ia dapat mati. Apalagi diriku ini. Maka kenapa kau begitu jauh dariku?


.

.

.

Ramalan cuaca hanya sebuah omong kosong yang kadang benar dan kadang salah.

Katanya hari ini akan cerah dan semua hewan bernyanyi riang dan tanaman akan menari lembut dengan angin sepoi.

Buktinya, hewan yang bernyanyi hanyalah kodok berkulit hijau tua dan tanaman akan ditumbangkan oleh angin topan.

Hari ini, aku akan bertemu denganmu.

Sekolah yang tanpamu itu berlalu dengan lambat sekali, bagai siput dan kura-kura berlomba dengan bocah sekolah dasar memakai kacamata bulat dan baju kuning dengan musangnya itu.

Sepulang sekolah, aku membeli tiket di stasiun kereta untuk ke tempatmu, lalu tak lama kemudian duduk di gerbong kereta cepat yang lumayan sepi.

Perjalananku ditemani seorang nenek beruban yang mengkonsumsi jeruk mandarin, seorang pria paruh baya yang menelpon, seorang ibu rumah tangga yang menenteng sayur mayur, seorang lelaki yang membawa gitar dan memakai headphone, beberapa gadis sekolahan yang ber-make up tebal juga cekikikan dan seorang anak bertopi baseball yang mencari perhatian ibunya.

Setelah sampai ditempatmu, aku tertegun dengan satu tangan memegang payung cyan mengembang juga tas sekolah di bahu dan sebungkus tanaman di tangan satunya.

Kuletakkan tanaman itu didekat tempatmu berada.

Tanaman itu bernama wormwood, sebuah tanaman serupa dengan alang-alang yang memiliki rasa yang sedemikian pahit, dan pernah diceritakan membuat seluruh sungai pahit sampai orang yang meminumnya mati dalam sebuah buku suci.

Alasan aku memberikannya padamu sangat simpel, karena arti tanaman ini lumayan sama dengan keadaanmu saat ini.

"Hei, hari ini aku datang untuk melihatmu. Apakah kau baik-baik saja?"

Tidak ada yang menjawabku, aku tahu itu. Namun ada yang lebih menyakitkan dari sekedar tidak dijawab.

Menyadari sebuah kepedihan yang menyapuku bagai tsunami, payung dalam genggamanku terhanyut dan terbang mengikuti angin selatan.

Kubiarkan rintik hujan itu mendekapku, antara untuk membiarkan diriku lebih sakit lagi dan menyadari aku masokis atau untuk menyembunyikan air mata yang telah meleleh, barangkali juga keduanya.

Ukiran-ukiran pada batu yang memuat namamu itu sudah tak bisa membuat hatiku terobek lebih hancur lagi.

Tulisan kapan kau lahir itu membuatku sadar betapa bersyukurnya diriku ini karena kau telah dilahirkan.

Namun tulisan yang menandakan kapan kau telah tiada itu kembali membawaku ke kenyataan pahit dimana hatiku yang pecah telah menjadi debu kaca.

Bunga-bunga yang telah layu juga rumput liar yang ada di atasmu itu membuatku merasa bagai sebuah robot yang menekan robot untuk menghancurkan diri sendiri.

Aku berada di ambang dimana kegilaanku dengan mudahnya direnggut dan moralku dapat dilucuti dalam sekali kibasan.

Namun aku masih tetap berada di sisi warasku, dan tetap hidup untuk menangisimu hanya karena satu alasan.




...karena dirimu.





Berpura-pura tegar ialah topeng yang setiap hari harus kupasang.

Nyatanya, setiap hari hanya wajahmu yang kubayangkan

Aku sudah muak.

"Bolehkah aku mengejarmu? Aku tidak tahan lagi"

Sebuah pisau yang selalu kubawa kukeluarkan dari tas dan dibawa untuk diletakkan di nadi.

Tanganku yang bergetar hebat dan pengelihatanku yang mengabur karena air hujan dan air mata, bersiap menembus kumpulan daging dimana akan keluar cairan mengandung hemoglobin sampai terlihat bagai air mancur sampai-


"Aku mencintaimu, Kuroko-kun"


Pisau itu jatuh, sama seperti air mata juga hujan yang tak berhenti.

Gema suara feminim itu menghentikan segalanya.

Yang kutahu hanyalah diriku yang menangis tersedu-sedu sambil berbisik berulangkali


"Maafkan aku"






-End-

[A/N]: sebelum kalian membunuh saya, segera saksikan omake dibawah ini. Dan ya, omake ialah PoV kalian.


Omake

Dengan tubuhku yang transparan dan tidak kelihatan ini, aku mencoba memeluknya.

Aku mencoba memeluk lelaki yang menderita begitu berat karena diriku ini.

Ketidakhadiranku baginya ialah bagai setengah dari tubuhnya dipotong dan disuruh menjalani hidup.

Aku tahu bukan sekali dua kali ia mencoba menyakiti dirinya.

Dapat kulihat bekas silet tajam yang ia torehkan pada jari jemarinya yang putih kurus. Bekasnya merah keunguan, begitu ngeri dan menjijikkan.

Namun ia tidak peduli, barangkali telah terlalu sering hingga mati rasa, atau memang terlalu sakit hingga tidak terasa apapun.

Dirinya yang begitu kurus dan ringkih, dengan hati yang telah seperti barang pecah belah, dan tangisan pilu yang ia jeritkan ditengah-tengah tempat ini.

Aku memang tidak terlihat dimatanya.

Aku masih ingin menyibak rambut birunya yang setara dengan langit biru di musim panas itu, masih ingin menghapus air matanya yang bercucuran, masih ingin mendekap erat tubuhnya yang tengah menangis.

Namun aku tahu diri.

Aku sudah tidak bisa lagi melakukan segala hal itu. Yang bisa kulakukan hanyalah berusaha melindunginya dan menetap dihati kecilnya, berharap ia tidak akan berputus-asa dan mati mengenaskan karena cinta.


Kusentuh tanaman itu dengan tanganku yang menembusnya.

Kekurangan dan ketidakhadiran eksistensiku disampingmu dan eksistensimu disampingku benar-benar tragis.

"Terimakasih, Kuroko, atas segalanya"

Tak pernah melepaskan pelukan yang tidak manusiawi milikku padanya, aku berbisik.


"Biarkanlah kami begini walau sedetik saja"







-End-

[A/N 2]: Apa? Gaje? Saya tidak tahu kata itu #purapuralupa

Jujur saja chapter ini sangat sedih, tapi cerita ini favorit saya. Saya suka saat kerasukan dan menulis bagian 'bagaikan' dan 'bagai' saat di PoV kuroko.

Jujur, sampai sekarang saya nggak habis pikir kenapa bisa menulis chapter yang mengalir bagai air terjun niagara gini.

Gila, panjang banget. Jika dihitung   A/N saya, sampai 1000+  rekor baru! Nggak nyangka! *tebarconfetti*

Barangkali karena saya mendorong diri dengan bilang 'ah, kurang panjang. Tambahin deh'. Biarlah, yang penting jadi

Nah, 'bunga' pilihan saya di chapter ini juga bukan bunga. Saya udah search di goggles (ini hobi saya jika mau nulis, cari di internet), dan tertulis 'semak-semak' lalu ada yang menulis 'alang-alang'.

...

Oke, alang-alang saja!

Begitulah.

Bye~

Meow~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro