12 - END

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

for recommendation while reading this, please play song in multimedia.

Hari-hari yang kita lalui dan jalanan yang kita lewati,
Merupakan kepingan kecil dari kebahagiaan yang tiap hari kian menumpuk.
Untuk bertemu denganmu secara kebetulan adalah hal yang kecil di dunia yang besar ini.
Untuk bertemu denganmu, tentulah merupakan suatu keajaiban.
Untuk bertemu denganmu, ialah euforia terbesar dalam hidupku.

-o-

Kuroo mengerutkan dahi ketika sobat berambut pudingnya, Kenma, datang menghampiri ke bench tempat ia duduk dengan tangan yang penuh menenteng kaleng minuman dan sebuah totebag. Begitu sampai, lelaki itu langsung melontarkan pertanyaan, "Kau darimana, Kenma. Dan ... apa itu?"

Kenma melirik sekilas totebag yang ia bawa, kemudian menyerahkannya pada Kuroo sambil menghela napas. "Kue dan minuman."

Sambil menerima, sang kapten tim Nekoma itu mengernyitkan kening bingung. Ia bertanya lagi, "Punya siapa?"

Hening. Kenma tertegun. Lelaki itu tidak tahu harus menjawab apa---lebih tepatnya ia ragu untuk menjawab. Terlintas kembali kejadian yang tak lama baru terjadi tadi, ketika [Name] tiba-tiba beranjak tanpa bersua saat bertemu dengan dirinya walau sempat bercengkerama sebentar untuk memberikan minuman kaleng penyegar, dan sekotak kue buatannya di dalam totebag yang kini Kenma pegang---membuat lelaki itu terheran tak paham.

"Kenma?" panggil Kuroo, menyadarkan kembali Kenma yang masih terdiam.

Ia menarik napas, "Punya [Name]-san."

"Wah! Sungguh?" Mata sang kapten langsung berbinar, bibirnya juga tak  tahan untuk mengulas senyuman. "Dimana dia sekarang? Aku belum melihatnya semenjak sesi pertandingan usai tadi," ujar Kuroo sambil celingukan.

"Dia pergi, Kuroo."

"Kemana?"

Kenma menggeleng lemah. "Dia pergi begitu saja, gak ngomong apa-apa."

"Serius, Ken. Kamu gak nanya dia kemana gitu?"

Lagi-lagi, kawannya itu menggeleng. Seketika bola mata yang berbinar itu membulat tak percaya. Dada Kuroo membuncah khawatir, kalau-kalau [Name] harus pergi untuk pulang karena suatu sebab yang mendadak. Se-mendadak apa sih, sampai gadis itu pergi tanpa sempat berpamitan dengannya? Walau bisa menyempatkan bertemu dengan Kenma, kenapa tidak dengan dirinya?

Kuroo merogoh tas yang berada tepat di samping, mengambil telepon genggam dan langsung menekan tombol telepon pada kontak [Name]. Ia menunggu, beberapa saat, tak ada jawaban. Gadis itu tak menjawab telepon darinya. Jari-jari Kuroo beralih menari di papan keyboard dengan cepat, mengetik suatu pesan di sana.

"Kenma, saat [Name] memberikan ini ke kamu, apa kalian sempat berbincang?"

"Iya, sempat. Dia juga sempat bertanya tentang Liana, saat melihat kalian berdua---eh, mau kemana kau, Kuroo?"

Kuroo Tetsurou sontak beranjak, sekelebat rasa khawatir yang membuncah kini kian berkecamuk. Ia membiarkan kaki atletisnya berlari menerobos keramaian orang-orang yang berlalu-lalang di gedung pertandingan itu. Matanya memicing tajam, menatap sekeliling seolah dapat menerkam. Tangannya yang masih menggenggam handphone, mengepal benda itu semakin erat.

Kamu dimana, [Name]?

-o-

3 missed call.

1 message.

Kuroo
Kamu dimana? Aku mau ngomong.

[Name] menatap nanar notifikasi layar handphone. Ia mendengus, lalu menghirup napas dalam-dalam. Rasa sakit bak tertusuk panah, kembali menghujamnya ketika ia melihat nama Kuroo di layar. Namun kini, rasa itu bercampur amarah, yang ia sendiri tak mengerti kenapa.

Pandangannya beralih menatap taman di depan, sedikit membuatnya tentram kala masih dihantui bayang-bayang. Jari-jari [Name] bergerak menyentuh sebelah pipinya, yang telah kering akan buliran kristal yang sempat mengalir meski gadis itu sudah sekuat tenaga menahan.

Ia berada di bagian belakang gedung pertandingan sekarang, yang terdapat sebuah taman kecil indah walau tampak sedikit tak terurus. Entah bagaimana [Name] dapat berada di sini, gadis itu hanya membiarkan kakinya tadi melangkah kala dadanya tiada henti bergemuruh.

Heran. [Name] heran dan juga kesal dengan dirinya. Ia merasa lemah, tak berdaya dan juga ... lebay. Gadis itu jadi merasa jijik dengan diri sendiri.

Jadi begini rasanya patah hati? Terluka walau belum sempat memiliki?

Patah hati memang tak pernah pandang kondisi. [Name] meringis. Merasa bodoh karena terbutakan rasa yang semu. Tapi bagaimanapun, ia merasa tak berhak untuk bersikap seperti ini.

[Name] membungkukkan badan, dari tempatnya duduk ia mengambil batu-batu kecil yang ada di tanah. Oh ayolah, masih ada banyak hal yang harus dipikirkan. Ujian akhir kelulusan, ujian masuk universitas..., pikirnya sambil melempar satu-persatu batu kecil yang ada di tangan ke kolam kecil yang ada di hadapan.

"[Name]...."

Kenapa di saat ia tahu ada hal-hal yang lebih krusial, ia masih terngiang-ngiang suara lelaki itu? Apakah dirinya sudah sampai tak bisa membedakan kenyataan? Suara lirih itu, terdengar begitu nyata.

"[Name]!"

Mata gadis tersebut mengerjap, kepalanya sontak menoleh, mendapati eksistensi yang membuat bola matanya membulat.

Kuroo Tetsurou berdiri di samping bangku taman kecil yang diduduki [Name]. Napasnya tak beraturan, rambutnya acak-acakan, dengan peluh membanjiri kulit lelaki yang masih mengenakan baju tim volinya itu. Kuroo telah berlari mengelilingi tiap sudut gedung stadion hingga dirinya menemukan [Name] duduk terdiam di sini, sendiri.

Perasaan [Name] kembali campur aduk. Dadanya lagi-lagi terasa sesak. Gadis itu lantas bangkit dan beranjak.

Melihat [Name] yang berancang pergi, Kuroo lantas menahan pergelangan tangan gadis itu, mencengkeramnya kuat. [Name] menggigit bibir bawah, kepala ia tundukkan. "Kamu kenapa?"

Gadis itu diam. Lidahnya terasa kelu hingga ia lebih memilih untuk bungkam.

"[Name]...." Tangan Kuroo meraih dagu gadis itu, mendongakkannya ke atas hingga mata mereka saling bertemu. Saat itu juga, setitik air mata lolos dari kelopaknya. [Name] tidak tahan dengan keadaan yang begini, melihat wajah lelaki itu seakan menambah perih sayatan luka yang ada. "Kau menangis."

Kini, Kuroo menarik tubuh gadis itu ke dekapannya, memeluk [Name] dengan erat. Gadis itu hendak memberontak, tetapi tenaganya tak sekuat Kuroo sang kapten tim voli Nekoma. "[Name], tolong dengerin---"

"Lepaskan aku, Kuroo. Aku mau pulang," pinta [Name] lirih, menyerah untuk memberontak.

"Tidak, sebelum kau mendengarkan. Aku sudah bilang 'kan, aku mau ngomong."

[Name] tersenyum kecut, kepalanya menggeleng lemah. Lagi, ia memilih diam dalam kepasrahan.

"Aku tidak mengerti apa yang membuatmu begini. Aku tidak mengerti ada apa denganmu sekarang. Apapun itu, [Name], aku yakin seratus persen bahwa ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan."

"Aku sudah lama ingin ngomong ini ke kamu, tapi aku pikir akan lebih baik jika menunggu hingga saat ini. Hari ini, adalah salah satu momen yang penting dalam hidupku. Salah satu mimpi, ambisi, dan cita-citaku yang bisa kuraih hingga pada titik ini. Di momen yang penting ini, aku juga ingin momen tersebut disaksikan juga oleh orang yang penting bagiku ... yaitu kamu, [Name]."

Napas gadis itu tercekat mendengar kalimat panjang dari Kuroo tersebut. Keduanya lalu sama-sama menarik napas dalam, merasakan darah yang mengalir ikut berdesir.

"Aku menyukaimu, [Name]. Dari saat kita pertama kali bertemu, aku menyukaimu. Aku menyukai tiap saat kita berbincang bersama, menghabiskan waktu berdua. Aku menyukai tiap pertemuan kita. Euforia terbesar dalam hidupku adalah saat bertemu kamu."

Kuroo mengeratkan dekapannya. Perasaan berdebar bercampur lega memenuhi raganya. Di jarak yang sedekat ini, [Name] dapat merasakan debaran itu ... sebab ia juga sama.

Gadis itu terkekeh. Merasa bodoh untuk kesekian kali. Ia mengulurkan tangannya, membalas pelukan Kuroo lalu membenamkan wajahnya ke dada bidang lelaki itu.

"Kuroo ...."

"Aku awalnya ragu, dan berpikir bahwa kau mungkin tidak---"

"Tetsurou, tolong, biarkan aku ngomong."

Kuroo mengerjap tak percaya ketika akhirnya gadis di dekapannya memanggil nama kecil lelaki itu.[Name] tersenyum tipis dan merasakan seolah ada kupu-kupu terbang di perutnya kala ia berujar lembut, "Aku juga menyukaimu."

-o-

"Bagaimana hasil ujianmu?" tanya Kuroo memecah keheningan antara dirinya dan kekasihnya yang berjalan berdampingan dengan lelaki itu.

Gadis tersebut menyengir semringah. "Positif! Aku bahkan sampai sekarang masih tidak percaya, aku berhasil masuk jurusan yang aku inginkan, Tetsurou!"

"Itu sangat luar biasa, [Name]."

"Kalau kau? Bagaimana hasil seleksinya?"

Langkah kaki Kuroo terhenti sejenak. Ia menghadapkan tubuhnya ke arah [Name]. "Aku ..., berhasil lolos jadi anggota tim nasional."

[Name] tersenyum dengan mata yang begitu berbinar, membuat Kuroo yang melihatnya begitu gemas. "Hebat sekali! Kamu memang pantas, kapten Tetsurou!"

"Berhenti memanggilku kapten, [Name]. Kau membuatku geli."

Gadis itu tergelak ringan. "Baik, kapten!"

"Sayang ...."

[Name] terdiam. Kalau sudah dipanggil begitu, kekasihnya itu pasti bergeming dan tak berkutik, membuat Kuroo tersenyum puas. "Sudah ah, ayo. Entar keburu filmnya mulai, lho." Lelaki itu berkata sambil mengulurkan tangan.

"Lho, jadinya nonton? Bukan film horror lagi kan, Tetsurou?" tanya [Name] bertubi-tubi sembari keduanya melanjutkan langkah. Tangan sebelah kiri gadis itu terangkat untuk meraih uluran tangan kanan Kuroo. Jari-jari mereka pun bertautan, saling menggenggam erat.

Kuroo mengendikkan bahu, membuat [Name] mendengus. Awas saja kalau kencan mereka kali ini bakal nonton film horror lagi, bisa-bisa [Name] akan ngambek dan gak mau diajak kencan lagi untuk beberapa waktu.

"Nonton Kylo Ren dong, plis ya. Aku kangen hot-nya Mas Adam Driver," celoteh [Name] tentang salah satu karakter di suatu film favoritnya.

Kuroo memutar bola mata. "Nggak. Nggak bakal. Jangan ngarep ya, kalau lagi nonton sama aku, kamu bisa fangirling-an," ujarnya tegas.

"Kenapa?"

"Soalnya kamu cuma boleh nge-fangirling-in aku seorang."

Ingin rasanya [Name] menimpuk kekasihnya itu dengan sesuatu. Tapi, ketika kembali melihat pemandangan tangan mereka yang saling bertautan, [Name] hanya bisa tersenyum simpul. Pandangannya beralih ke langit biru cerah di atas sana yang dihiasi gumpalan awan seputih kapas. Indah, seperti keindahan dari tiap hari yang mereka lalui bersama.

Kalau [Name] diberi kesempatan untuk berteriak sekencang-kencangnya pada langit, ia ingin berteriak bahwa saat ini, ia adalah gadis yang paling beruntung dan ia sangat bahagia akan itu.

-o-

Kita berjalan bersama berdekatan, dengan bersama semua terasa baik-baik saja
Kita berbagi tentang segala hal, suka dan duka
Aku ingin bersamamu selamanya, tertawa seperti ini
Ungkapan "Terima kasih" dan "Aku menyukaimu" mungkin tidak akan pernah cukup
Jadi, biarkan aku berkata, bahwa "Aku sangat bahagia."

-o-

f o r e l s k e t

/phor-rel-sket/

An euphoric feeling experienced when started fall in love

-E N D-

Hiyaa akhirnya selesai juga ini buku setelah sekian lama.

Aduh kok jadi ambyar sendiri nulis mz Kuproy kek gini😭

Maaf ya, padahal tinggal apdet endingnya doang tapi lama bangett, hehe khilap. Makasih banyak buat yang masih nungguin, support, nagihin, dan ngikutin book ini. Love you all!♥

Jangan lupa beri pendapat kalian ya, hehe, makasihh! ;))

Salam,

Kay yg sedang merindu Oikawa /heh

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro