thirteen.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Menurunkan sedikit syal, Tsukishima Kei membuang nafas. Membuat uap mengepul ke luar dari mulutnya. Pemuda ini berjalan memasuki gedung sekolah.

Mengganti sepatunya dengan uwabaki. Kei kembali melangkah dengan cuek melewati koridor. Dia menggeser pintu kelas. Dan seperti biasa.

Atensinya selalu berlabuh pada kursi di baris kedua yang tampak ikut dimakan dingin.

Kei melewatinya begitu saja. Lalu berhenti di depan mejanya dengan kondisi yang sama.

Dingin.

[❄❄❄]

Makin memasuki musim dingin, anak sekolah pun makin disibuki kegiatan akhir tahun. Bimbel, ujian akhir, maupun ujian masuk. Belum lagi beberapa perayaan berdasarkan tradisi.

Pemuda jangkung dengan bingkai kacamata di wajahnya adalah salah satunya. Kini ia baru saja selesai melakukan, um, penutupan klub?

Benar. Kakak kelasnya di kelas akhir, resmi sudah meninggalkan klub hari ini. Meninggalkan kapten baru, Ennoshita Chikara dengan wakilnya Tanaka Ryunosuke untuk membimbingnya di tahun berikutnya.

Rekan satu angkatannya yang bertubuh kecil terus menangis sejak tadi. Terus berucap dengan inti yang sama, 'kami akan merindukanmu' seperti itulah. Diikuti dengan kakak kelasnya yang juga bertubuh lebih kecil.

Kei menghela nafas berat. Merasa muak dengan keadaan ini.

Seolah semuanya akan pergi.

Kei makin merasa sepi.

[❄❄❄]

Hari ini adalah ulangan harian menjelang ujian akhir. Dan Tsukishima Kei berhasil melewatinya dengan lancar seperti biasa. Tidak ada yang terlalu sulit. Kecuali mungkin kedua orang bodoh dalam klub-nya.

Meninggalkan ruang kelasnya, Kei berjalan menuju ruang loker. Sebelum akhirnya teringat, temannya tertinggal di dalam kelas. Ia melupakan Yamaguchi.

Akhirnya pemuda jangkung itu memutuskan untuk menunggu di luar. Ia ingin sekalian meneguk yang hangat. Maka melangkah, lah, ia ke sebuah mesin minuman terdekat seraya menunggu sahabatnya tersebut.

Mengeluarkan uang koin, maniknya menelusur isi di dalam mesin. Kopi, susu, cokelat--ah, minuman yang waktu itu, dan... Teh jahe?

Sontak Kei langsung memasukan koin itu ke dalam slot. Menekan beberapa tombol, sampai suara kelontang pun terdengar. Dia membawa ke luar kaleng tersebut. Teh jahe.

Kei berbalik membelakangi mesin. Dia menatap ke pintu keluar gedung. Menunggu temannya ke luar dari sana seraya membuka kaleng tersebut. Dan meneguknya.

Aneh. Teh jahenya terasa berbeda seperti waktu lalu. Walau hangat tetap berusaha menjalar ke seluruh tubuhnya. Tsukishima Kei tetap merasa ada yang berbeda.

Maniknya menunduk menatap kaleng.

Ternyata ia memesan yang original.

[❄❄❄]

Kei menyedot malas cup berisi teh hangat di tangannya. Dia melirikan maniknya ke arah Yamaguchi yang sedang serius mencatat. Salinan catatan untuk [full name].

"Kau akan mengantarkannya hari ini?" Kei bersuara. Kini menopang dagu dengan tangannya.

"Ya."

Yang menjawab masih tak mengindahkan atensi. Fokus pada apa yang ditulisnya. "Lusa nanti sudah mulai ujian akhir. Catatannya harus selesai secepatnya."

Manik Kei bergerak malas, ia membatin setengah sewot. 'Biarin saja kenapa, sih. Siapa suruh dia tidak masuk?'

Yamaguchi menutup bukunya dengan sentakan, membuat Kei langsung mendelik saat itu juga.

Pemuda dengan helai hijau lumut itu mengambil cup teh-nya. Kini mulai menyedotnya, sebelum akhirnya bertanya iseng, "kau tidak mau ikut, Tsukki?"

Yamaguchi melihatnya, manik Kei yang bergulir pelan menghindari tatapan.

"Tidak."

Jawab pemuda berkacamata itu kemudian.

"Benarkah? Aku pikir kau dekat dengan [last name]."

Kei hanya menggumam. Tak berniat membalas.

Yamaguchi mendongak, menerawang langit di atas sana, "tubuh [last name] tidak tahan dingin. Aku baru mengetahuinya." Ucapnya, yang memang baru diberitahu oleh gadis itu sendiri saat mengantarkan salinan beberap hari yang lalu.

"Dia diberi izin panjang sekolah oleh surat dokter karena tidak bisa keluar saat salju turun. Aku jadi berpikir, sejak kapan ia tidak bisa bermain dengan salju seperti itu, ya." Yamaguchi menggumam sendiri. Tidak. Tsukishima Kei mendengarkan. Diam-diam berpikir juga apa yang dilakukan gadis itu di rumah selama musim dingin. Hibernasi seperti beruang?

Atau, berbaring sambil meringis seperti waktu lalu?

[❄❄❄]

Sejak pagi tadi, langit memang tampak mendung. Namun tak disangka itu merupakan pertanda bahwa salju akan turun sore ini. Tsukishima Kei adalah pemuda yang cukup enggan melihat situasi cuaca.

Turun dengan sepi. Halus membelai bajunya. Kei menerawang ke langit di mana butiran itu berjatuhan dengan tenang.

Padahal selembut ini.

Apakah [name] tidak pernah merasakannya langsung?

Kei melangkah menuju halte, lalu duduk seperti biasanya di sana.

Bukan hanya gadis tersebut. Kei pun merasakannya. Dingin. Ia jadi paham betul kenapa [name] tidak bisa ke luar saat salju turun. Gadis dengan tubuh sensitif seperti itu, untung saja kini sedang berada di tempat hangat.

Menghela nafas. Uap pun berhembus ke luar dari mulutnya.

Dia merogoh saku. Membawa keluar ponsel. Berikutnya jadi terkaget karena bergetar tiba-tiba. Kei menatap layar ponsel lalu jadi menahan guratan merah di pipi.

Nomor yang ia simpan dengan nama '[name]' kini terpampang di layar ponselnya. Tanda sebuah panggilan.

Kei membasahi bibir. Jadi membuang wajahnya padahal tak ada lawan bicara di sana. Dia pun mengangkat panggilan tersebut.

Suara sang gadis terdengar, Kei jadi mengerti. Rasa dingin di dirinya tidaklah sama seperti yang dirasakan gadis itu. Rasa dingin Tsukishima Kei adalah kehampaan.

"Tsukishima, salju pertama turun!"

.

.

.

continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro