twelve.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Menunggu sampai benar berhenti, sepasang kaki pun melangkah turun. Tidak. Kini menjadi dua pasang. Turun meninggalkan bis. Keduanya sama-sama berhenti.

[Full name], salah satu pemilik pasang kaki tersebut mendongak. Menatap heran wajah yang lebih tinggi darinya itu. Sementara yang ditatap, kini memasang wajah expresionless-nya. Walau dalam hati ia tersentak heran pula.

"Tsukishima, kenapa kau ikut turun di sini?"

Si gadis bertanya. Kei, diam-diam menanyakan itu juga dalam dirinya.

Kenapa ia ikut turun dengan gadis ini juga?

"Tsukishima?"

"Kenapa? Kau pikir aku mengikutimu? Ha, jangan kepedean. Aku hanya ingin membeli stok handwarmer, kok." Pemuda itu menjawab. Tak mau menatap lawannya.

Terdiam. Kei jadi menahan kedutan alis. Apakah ia terlihat konyol sekarang?

"Oh, di toko sana, ya?"

Tapi sepertinya tidak.

Kei mengikuti arah yang di maksud [name]. Berikutnya ia jadi menghela nafas pelan, kebetulan sekali alasannya ini berjalan begitu lancar.

"Um, Tsukishima? Boleh minta tolong?"

Pemuda itu hanya menaikan alis. Kini berani menatap lawannya.

[Name], gadis itu mengeluarkan bantalan dari salah satu sakunya, menunjukkannya pada Kei, ia pun berucap menjelaskan, "handwarmer-ku sudah dingin. Boleh aku titip belikan dua?"

Kei jadi paham. Itukah kenapa saat menunggu di halte tadi gadis ini mengusap kedua tangannya?

"Aku akan check-up sebentar, kau bisa tunggu di sini, atau jika memang dingin kau bisa menunggu di lobby. Mau, kah?" tanyanya, meminta. [Name] menyambung cepat kemudian, "tapi jika memang tidak mau tidak apa."

Menghirup oksigen, kemudian menghembuskannya dengan perlahan, Kei lalu menjawab, "ya sudah. Cepat sana ke dalam dan mengantri. Kalau antriannya panjang, aku tidak akan mau menunggu."

[Name] mengembangkan senyum. Membuat Kei yang tak tahan melihatnya lekas pergi dari sana saat itu juga. Berjalan ke arah yang lain.

--------------

Pemuda jangkung yang tengah terduduk dalam kursi panjang itu menurunkan headphone kala mendapati sosok yang ditunggu.

Gadis itu terlihat menunduk dalam jalannya di tengah koridor. Memutuskan untuk mengabaikan perubahan kondisi, Tsukishima Kei menyambutnya dengan ledekan.

"Baru saja akan kutinggal."

Membuat [name] mendongakkan kepalanya kini. "Oh, Tsukishima. Maaf lama." katanya. Lalu melukis senyum. Menghentikan dirinya di depan pemuda yang terduduk itu.

Kei bangkit, kini perbedaan tinggi mereka dapat terlihat dengan jelas. [Name] dibuat sedikit mendongak.

"Nih," sang pemuda menyodorkan bungkusan berusaha cuek. "Tidak usah diganti. Itu bonus."

Atensi [name] yang sempat bergerak ke bawah, kembali menatap wajah di sana. "Bonus? Kau membeli berapa sampai di beri bonus?" tanya gadis itu malah percaya.

Tentu saja membuat Kei menjadi agak kesulitan menjawab.

"Entah."

Alis [name] menekuk sejenak, sebelum kembali netral, dan malah kembali melukis senyum "Terimakasih, ya." ucapnya. Lalu mengambil alih bungkusan.

Seraya menyeting bantalan itu agar hangat, [name] memulai langkah. Membawa dirinya dan satu tubuh lain beranjak ke luar ruangan. Menaruh masing-masing bantalan yang sudah mulai terasa hangat itu dalam sakunya, [name] ikut memasukkan kedua tangannya ke sana. Kini menjadi rapat kembali di dalam saku.

Kedua pasang remaja itu melangkah menuju halte. [Name] yang berjalan seraya bercelinguk menemukan sebuah stand tak jauh dari mereka. Cokelat hangat. Radarnya pun membuat langkahnya terhenti. Diikuti pula laki-laki di sampingnya.

"Tsukishima, ke sana yuk. Aku yang traktir. Bagaimanapun juga, aku jadi merasa punya hutang padamu."

Kei mengikuti arah pandangan. Stand cokelat hanya didapatinya. Menghela nafas, Kei pun merespon, "aku mau yang besar." katanya. Malah membuat [name] jadi berbinar.

Gadis itu melangkah mendahului, Tsukishima Kei mengekor seraya menaikan sebelah bibir. Ia berpikir, perempuan ini bisa saja diperalat orang lain sewaktu-waktu dengan karakteristiknya itu.

Namun Kei berani jamin, bahwa dirinya tidak termasuk saat ini.

[Name] maju ke depat counter. Memesan dua, dengan menu yang sama. Kei memerhatikannya dari belakang. Walau tangannya rapat masuk ke dalam saku, walau dingin menyelimuti, gadis itu kini tampak lebih cerah. Jelas terlihat berbeda dengan kondisi tadi. Saat Kei menemukannya berjalan di koridor rumah sakit.

Tak menunggu sampai membeku dingin di luar, [name] datang ke hadapan pemuda jangkung dengan membawa dua cup berisi cokelat panas. Alih-alih pergi dari sana, [name] malah mengambil duduk pada kursi yang disediakan. Membuat Kei pun bertanya.

"Kau mau meminumnya di sini?"

"Iya, memangnya kenapa? Sini, kau juga duduk. Tidak baik minum sambil berdiri." ucap gadis tersebut.

Tentu saja Kei hanya khawatir. Namun pemuda itu kini memilih ikut menurut saja, daripada banyak bicara.

"Oh, Tsukishima, kau ikut karoke di malam natal?" [name] berucap. Mulai membuka topik.

"Tidak."

Menyedot cokelat hangatnya sejenak, [name] kembali berucap seraya mengerutkan dahinya, "kenapa?"

"Malas."

[Name] pun mendelik, "kau ini. Padahal seru, loh."

Kei tidak membalasnya. Membuat [name] kembali bersuara.

"Kau libur musim dingin melakukan apa di rumah?"

"Nonton Home Alone."

"Huh? Itu tontonanmu?" [name] sontak terkekeh, "kita sama."

"Mau bagaimana lagi. Film saat musim dingin pastilah itu."

"Aku pikir kau menonton film king kong."

"King kong?"

"Kau suka dinosaurus, kan?"

Kei menatap wajah itu. Senyum geli perlahan terlukis di wajahnya, sebelum akhirnya mengembang menjadi tawa ledekan. "King kong ya king kong. Beda dengan dinosaurus, bodoh."

"Tapi, kan sama saja besar?"

"Kalau begitu jerapah juga dinosaurus?" Kei melemparkan senyum gelinya. Membuat [name] yang melihatnya jadi merasa asing hingga sontak membuang wajah.

"Bukan, lah."

Kei makin merasa geli kala mendapati gurat merah samar di kedua pipi gadis itu. Ingin melihat lebih, Kei pun terus melanjutkan sesi meledeknya.

Tak sadar bahwa kini pipinya juga melukis gurat merah tipis.

[❄❄❄]

Tsukishima Kei menggulirkan atensinya cepat ke sebuah kursi di baris kedua kala mendengar suara yang merasuki telinganya.

"Iya. Jadi karena ada alasan pribadi, [full name] di beri keringanan untuk ijin dan mengikuti ujian akhir di rumahnya. Dia akan kembali di tahun ajaran baru. Semoga kalian sebagai teman sekelasnya ada yang bersuka rela membantu pembelajarannya."

Hana di tengah barisan sontak mengacung tangan.

"Saya akan membantu menyalin catatan." Ucapnya tegas. Diikuti beberapa acungan dan anggukan beberapa murid lain. Termasuk Yamaguchi.

Atensi Kei kembali menatap kursi kosong di sana.

Padahal hadis itu bilang akan membagikan kehangatan. Tapi jika tidak masuk begini, bagaimana bisa ia menyebarkan kehangatannya seperti biasa?

.

.

.

continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro