three; face-to-face

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hah? Apa?"

Cedric Diggory berdiri tepat di hadapan [name].

Raut pemuda itu bingung, kedua alisnya bertaut serta dahi sedikit berkerut.

"Barusan, kau memotretku?"

"Oh, iya. Benar. Betul."

[name] mengerjap. Sialan.

Tahu-tahu Cedric tertawa ringan, malah sampai mengeluarkan semburat merah pada wajah pucatnya. "Kenapa?"

"Kenapa?"

"Kenapa memotretku diam-diam?"

Gadis itu memasang ekspresi sejutek mungkin, "Tugas."

"Tugas?"

"Iya."

"Tugas apa?"

Err, begini, [name] hampir pingsan.

Ini pertama kalinya laki-laki yang ia sukai mengajak berbicara, terlebih Cedric melemparkan pertanyaan bertubi-tubi. Lima tahun yang diisi keheningan itu berakhir sudah, pecah telor.

Dalam hati [name] merutuki diri sendiri, kenapa sebegitu cerobohnya tak melihat keadaan dan tak sadar sama sekali. Bisa-bisanya gadis itu tidak engeh Cedric langsung menengok saat [name] memotretnya. Karena penasaran, makannya pemuda itu mengikuti [name] untuk menanyakan kenapa ia memotret diam-diam.

Setelah berdehem beberapa kali, netra coklat memancarkan sorot dingin. [name] akhirnya menjawab dengan nada datar.

"Rita Skeeter dari The Daily Prophet, memintaku mengambil potret para Champion." Jelasnya dengan tangan yang berkeringat, bohong.

"Aku tak mau membawa kamera yang mereka sediakan, berat. Jadinya kupakai saja yang aku punya di rumah, toh memang hanya untuk keperluan arsip saja."

Cedric tersenyum kikuk, "Oh? Begitu?"

[name] mengangguk cepat. Terlalu cepat sampai lehernya sedikit kecengklak. Meringis kecil, putri Brookheimer berusaha menyembunyikan karena pasti akan berakhir lebih canggung.

Beruntung Cedric tidak sadar, ia menggaruk tengkuk yang tidak gatal sembari melihat ke arah lain.

Seorang Cedric Diggory salah tingkah.

"Maaf kalau begitu, aku tak tahu. Kukira kau memotretku dengan sengaja."

"Emang sengaja." Seru [name] seraya tersenyum canggung, "Tapi disuruh."

Laki-laki dihadapannya kembali tertawa ringan. "Iya, kau benar."

"Mhm." [name] menggosok hidungnya beberapa kali. "Kalau kau keberatan, foto ini kau ambil saja. Aku tak mau mengganggu privasi orang, tak sopan."

Halah.

Kaku. Mencerminkan seorang Slytherin yang apa-apa harus menjelaskan dulu.

Cedric tersenyum, "Tak apa. Kau simpan saja."

[name] kembali mengangguk, kali ini pelan-pelan. Takut kecengklak lebih parah.

Namun malangnya topeng yang ia gunakan mulai retak, meninggalkan kekehan tipis serta senyum manis yang tertangkap mata Cedric.

Gadis itu masih menunduk, namun Cedric melihatnya.

"Oke, kalau begitu-"

"Boleh tahu namamu siapa?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro