10 - Sedikit Permohonan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bagi Chris, mendiamkan Yoonji adalah opsi pertama dalam pikirannya jika perempuan itu sedang melakukan aksi ngambek. Tetapi hari ini, dia salah duga. Penyebab diamnya Yoonji tidak lepas dari andilnya mengusik luka lama Yoonji.

"Yoonji..." panggil Chris saat melihatnya di koridor depan perpustakaan.

Yoonji terus melangkah tanpa mempedulikan panggilan Chris, raut wajah Yoonji terlihat marah. Kulit wajahnya menampilkan rona kemerahan, bukan karena tersipu tetapi karena marah.

Chris berlari kecil menghampiri Yoonji, ditariknya pergelangan tangan Yoonji dan dibawa menuju lorong yang menghubungkan dengan taman.

"Kau masih marah padaku?" tanya Chris tanpa basa basi.

"Kau pikir dengan otakmu saja, apa aku seperti ini aku terlihat sedang bahagia Park Christian Jimin," jawab Yoonji ketus.

Chris sedikit frustrasi, diusap wajahnya kasar. Raut wajah menahan emosi yang tidak bisa diledakan begitu saja di depan gadisnya, karena mungkin dia tahu risiko apa yang akan datang kepadanya.

Dengan menghela napas kesal, Chris menatap netra Yoonji yang diyakini menyimpan kemarahan yang sama.

"Min Yoonji, aku akan menjelaskan semuanya nanti di apartemen. Aku janji akan menjelaskan semuanya, jadi ku mohon berhenti dari aksi diammu. Kau bisa pegang janjiku," ujar Chris meyakinkan sembari menahan lengan Yoonji.

"Apa aku harus percaya?" tanya Yoonji tersenyum meremehkan.

"Harus, kau harus percaya. Berhenti melakukan aksi diam, kau membuatku khawatir jika terus begini," jawab Chris lirih.

Yoonji hanya menatap malas Chris, dilepasnya pegangan tangan Chris di lengannya.

"Aku tidak punya waktu bermain-main," sahut Yoonji lalu berlalu dari hadapan Chris.

Yoonji benar-benar menjaga jarak dengan Chris semenjak hari itu. Bahkan mereka yang biasanya berada dalam satu meja, kini malah berada di jarak yang mematikan. Yoonji memilih duduk barisan tengah, gerombolan standar dalam perkuliahan.

"Hei Min Ji, kau tidak duduk dengan Chris?" tanya Bella Wan.

"Apa kau keberatan aku duduk di sini Bella?"

"Tidak Min Ji, aku hanya heran dan apa kau tidak terganggu dengan dua barisan belakang?"

Yoonji menggeleng, dia kembali menekuri buku materi kuliahnya pagi ini. Bella hanya menghela napas pelan, ia menggeleng ke arah Christian. Usahanya gagal membuat Yoonji kembali duduk di depan.

"Kau tidak berniat duduk Bel? Apakah kau berminat duduk di kursiku yang depan?" tanya Yoonji tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

Bella Wan tersentak, ia memilih duduk di sebelah Yoonji. Mengeluarkan diktat kuliahnya dan berusaha mengalihkan atensinya terhadap eksistensi Yoonji yang tiba-tiba memilih duduk di sebelahnya.

Perkuliahan berakhir menjelang malam, Chris sengaja menunggu Yoonji yang sedang berjalan gontai menuju halte. Ia memilih menjelaskan dengan paksa kali ini, sisi egonya terusik karena Yoonji lebih keras kepala dari dugaannya.

Tepat saat Yoonji berjalan di sebelah mobilnya, Chris bergegas keluar dan mencegat paksa Yoonji.

"Masuk ke mobil, kita perlu bicara," ujar Chris sembari menuntun Yoonji.

Yoonji hanya menerima saja, tidak ada pemberontakan. Chris bergegas masuk dan mengemudikan mobilnya jauh dari tujuan yang diduga Yoonji.

"Kita mau ke mana?" tanya Yoonji sedikit bingung.

"Ke taman, aku belum berniat menculikmu. Kecuali jika kau tambah keras kepala," jawab Chris santai.

"Chris aku benar-benar lelah kuliah seharian ini, bisa kita pulang saja?" pinta Yoonji.

"Tidak sebelum salah paham kita selesai," jawab Chris tegas.

Yoonji terpaksa mengangguk setuju.

***

Jika kalian berpikir Chris akan kasar karena kesal dengan Yoonji, jawabannya salah. Chris benar-benar membuat Yoonji akan bertanya kenapa masih bersikap baik setelah perbuatannya kemarin. Di taman yang mereka sedang singgahi sekarang, Chris sama sekali tidak membuka percakapan yang berarti kepada Yoonji, mereka hanya duduk diam memandang air mancur yang masih beroperasi menjelang jam delapan malam. Kepulan asap dari paper cup yang mereka bawa juga menemani kesunyian di antaranya.

"Jadi kau ingin bicara apa?" tanya Yoonji.

"Kau sungguh tidak tahu atau berpura-pura bodoh Min Yoonji?" tanya Chris.

"Bagian mana yang ingin kau jelaskan padaku? Dan bagian mana yang menurutmu itu salah paham?" tanya Yoonji beruntun.

"Ok, aku akan menjelaskannya padamu semuanya. Bagaimana kalau aku menceritakan kenapa aku mau membantu Dio, mungkin kau akan merubah cara pandangmu kepadaku."

Yoonji memilih bungkam, ia tidak butuh basa-basi dalam pembukaan percakapan. Hari ini sudah berat dengan jadwal kuliah yang menggila.

"Jadi, sebenarnya Dio sedang mencari tahu tentang kasus kematian Ayahnya dahulu. Kau bilang kau mengenal Ayah kami kan? Tentu kau sudah tahu bagaimana aku juga ikut terjerumus mencari tahu penyebab kematian Ayah Dio. Tetapi tidak semudah itu Yoonji, Dio sudah lama menantikan waktu menyingkap rahasia yang tersembunyi sekian tahun itu. Dan aku tentu saja mendukungnya. Dia tidak boleh berjalan sendiri kata Papa, tetapi dia juga harus menggunakan kaki dan nyawanya sendiri untuk mencari tahu fakta sesungguhnya."

Chris menjeda lalu meneguk minumannya. Bersiap melanjutkan lalu menatap Yoonji yang justru terdiam dengan segala kemungkinan. Dengan helaan napas perlahan, Chris melanjutkan penjelasannya.

"Kau tahu Yoon, Papa sudah mengatakan terlebih dahulu perihal Ayahmu padaku. Tetapi aku menahan diri dan menunggu Dio yang mencari tahu sendiri siapa satu-satunya saksi mata yang masih hidup. Dan ya, dia menemukannya ketika mencari tahu perihal siapa saja yang terlibat dalam liputan di kota itu. Adakah yang ingin kau tanya princess?" tanya Chris mengusap lembut punggung tangan Yoonji.

"Apa alasanmu sampai mencari tahunya juga? Kau pasti sudah tahu risikonya kan?"

Chris menyandarkan punggungnya pada kursi taman. Dia terlihat bingung, ditambah tatapan mata Yoonji yang menelisik ingin tahu.

"Aku pastikan kau akan marah jika mengetahuinya Yoon, jadi berhentilah mencari tahu," jawab Chris.

"Hahahaha. Apa kau baru saja menyuruhku untuk berhenti? Tidak sadarkan kau siapa yang harusnyanya berhenti? Apakah kau mengalami amnesia parsial tuan Christian Park?" sarkas Yoonji.

"Aku menyuruhmu berhenti agar orang itu tidak menemui dirimu lagi! Apa susahnya bilang kalau kau terganggu dengan kedatangan mereka? Kau tidak perlu merasa kuat sendiri menanggung beban ini Yoon, kau pikir aku diam saja saat temanku juga butuh bantuanku? Kau pikir aku akan tenang saat tahu orang yang mencari tahu ini bilang kau juga dalam ancaman?! Jawabannya tidak! Aku sampai nyaris tidak tidur satu minggu kemarin karena perihal ini. Tetapi apa? Kau malah menyembunyikan dan menghalangi kami menguaknya!" jawab Chris emosi.

Yoonji terkesiap, ia kaget dengan respon Chris yang meledak. Dia diam dan tertawa miris, entah tertawa untuk apa. Yoonji menunduk dan menahan sesaknya, bahunya sedikit bergetar.

"Ah ya, terima kasih menyadarkanku. Sekarang aku tahu harus berbuat apa, terima kasih atas malam ini. Kau tidak akan paham bagaimana di posisi kami Chris, yang kau tahu hanya melihat dan mengamati, tetapi hatimu... Tidak akan merasakan apa itu nyaris kehilangan untuk selamanya," ujar Yoonji parau.

Yoonji bangkit dari kursinya, lima langkah dari kursi ia menolehkan pandangannya.

"Dan satu lagi, aku berusaha kuat di hadapan kalian semua. Hanya aku dan Tuhan yang tahu kapan aku akan tumbang."

Yoonji melangkah meninggalkan Chris yang masih duduk di kursi taman, pandangan mata mereka sudah bukan di satu titik yang sama. Tetapi hati mereka berada di titik yang sama, titik luka yang tak sengaja.

***

M I N Y O O N J I

Apakah kalian pernah merasakan kehilang sosok yang nyaris dijemput oleh malaikat maut? Jujur saja, aku pernah mengalaminya sekali. Tetapi saat ini aku sedang memastikan ia tidak menemui malaikat maut terlalu cepat, aku sebentar lagi akan lulus.

Oh sungguh, kenapa taman ini begitu jauh dari apartemen dan hanya dekat dengan Cathedral chruch. Haruskah aku ke sana? Mengadukan kepada-Nya bahwa aku di sini butuh tempat berlari dari tangisan brengsek yang harusnya tidak terjadi jika saja laki-laki yang terlalu setia kawan itu membentakku? Sepertinya aku memang perlu ke sana.

Ku langkahkan kaki menuju tempat pengasingan tersebut, iya aku selalu bilang ini adalah tempat pengasinganku jika aku sudah tidak kuat menjalani beban hidup. Dahulu sekali, Ayah pernah berkata bahwa aku boleh marah dan tidak terima jika hidup ini tidak adil, aku boleh saja kecewa jika aku tidak memiliki tempat mengadu yang tidak akan pernah menghakimiku ketika aku salah dan tidak memberikan rasa kasihan ketika aku benar namun disalahkan. Tetapi aku harus lebih dekat pada Tuhan, karena hanya itu satu-satunya tempat teraman menjaga rahasia yang ada di hati.

Ketika aku sampai, gerbang belum terkunci. Aku perlahan masuk kedalam dan membuka pintunya yang sedikit berat. Di sana aku melihat-Nya, aku tersenyum dan melangkah menuju kursi paling depan. Hahahaha, iya aku senang duduk di depan. Aku senang jika Tuhan melihatku bersemangat menemuinya dalam ibadah biasanya. Dan di sinilah aku, duduk dengan kepala merunduk sembari merapalkan beberapa do'a. Tetapi jauh di dasar hatiku, teriakan sedih dan tidak terima itu berkumandang keras. Air mataku benar-benar lolos dari bendungannya, terisak pelan seakan aku baru saja mendapati siksa hidup yang amat sangat berat.

Aku mendengar suara pintu dibuka, aku urung mengangkat kepalaku untuk memastikan siapa yang datang. Jadi ku pusatkan semua pikiran dan batinku kepada Tuhan, aku benar-benar butuh.

Orang tersebut duduk di barisan sebelahku, ia juga sedang memulai kegiatan do'anya. Hening yang sangat syahdu di tempat ini membawa ketenangan sendiri bagiku, tanpa sengaja telingaku menangkap isakan pelan dari orang tersebut. Huh, aku baru saja mau mengadu lagi tetapi atensiku terbagi. Ok Yoonji, fokus saja pada obrolanmu dengan Tuhan.

Mungkin aku menghabiskan waktu sedikit lebih lama di tempat ini, aku mengambil tissue dan merapikan raut wajahku yang buruk jika menangis. Aku mengalihkan pandanganku pada sosok di sebelahku, dan kalian tidak akan percaya siapa yang baru saja aku lihat.

"Terlihat nyaman bukan jika kita bercerita pada Tuhan, sekarang aku tahu kau hanya terbuka pada-Nya," ujar Chris tanpa mengalihkan pandangannya ke depan.

Aku diam saja, dia tidak perlu tahu kepada siapa aku menceritakan kesusahanku. Toh ini semua tidak akan mempengaruhinya dalam keputusannya membantu Dio. Aku mengabaikan semua ucapannya dan tidak berniat menjawabnya.

"Aku ingin mendengarkan penjelasan darimu Yoon, bisakah kau menjelaskannya kenapa kau melarangku? Sedikit saja, mungkin itu akan membantu," bujuk Chris.

"Kau tidak malu membicarakan hal yang tidak penting di tempat ibadah?" tanyaku ketus.

"Tidak, justru aku sengaja. Agar kau percaya bahwa aku pasti menjaga rahasia karena kita di tempat ini," jawab Chris santai.

Chris memilih pindah duduk, ia sekarang di sebelahku. Menanti penjelasan yang entah apa gunanya untuknya. Ia masih menatap ke depan, menungguku untuk menjelaskan alasannya. Aku bersiap mengambil tissue, ini bisa lebih buruk jika mulutku ikut membicarakan kesesakkan ini.

"Jangan menjedaku," titahku.

Chris mengangguk, lalu kami duduk saling menatap ke depan. Seolah sedang bersaksi atas sebuah hal di hadapan hakim.

"Beberapa tahun yang lalu, Ayahku menjadi sasaran berikutnya dari kasus ini. Kau pasti pernah dengar kasus penembakan misterius yang terjadi di sebuah kedai makan yang tak jauh dari danau pinggir kota. Iya, itu adalah Ayahku. Mereka sengaja menjebak Ayah melakukan liputan terkait festival yang sedang terselenggara, dan kebetulan acara itu dibuka oleh politikus yang sedang kita jadikan mr. X di perbincangan kita. Penembakan itu terjadi selang sehari dari acara pembukaan festival. Ketika Ayahku baru saja akan masuk ke kedai, tiba-tiba ia di tembak entah dari mana. Ku rasa itu sniper sewaan mereka, Tuhan masih menyayanginya. Ayahku hanya koma selama seminggu, tidak ada yang mengetahuinya kecuali tim dokter dan aku serta Ibu. Tadinya berita itu sempat booming seharian penuh, tetapi tiba-tiba saja lenyap tak berbekas seperti itu hal yang biasa."

Aku menghela napas perlahan, mengusap air mataku yang bersiap jatuh.

"Selama seminggu aku stres dan tertekan, melihat harapan hidup Ayah sangat tipis. Hanya aku dan Ibu yang menemaninya selama di rumah sakit. Bahkan, aku yang membuatkan surat pengunduran diri Ayah yang dikirim ke perusahaan. Semua harus kami sembunyikan hingga saat ini. Bahkan Kakakku tidak tahu bahwa dahulu Ayah hampir mati di tangan kliennya."

"Kau tahu Chris, aku melakukan ini semata-mata hanya ingin melindungi Ayah dan Ibuku. Bahkan kau lihat sendirikan dampaknya kepada Ayah jika diingatkan hal itu," tutupku lalu melangkah meninggalkannya sendiri.

Aku sudah berdiri di depan pintu, ku dengar langkah kaki Chris menghampiriku. Ia meraih bahuku dan membuatku menghadapnya.

"Aku minta maaf jika perkataanku tadi menyakitimu, tetapi aku juga ingin meminta maaf jika tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Tetapi aku berjanji, tidak akan ikut campur setelah ini," ujar Chris lirih.

Aku menyingkirkan tangannya dari bahu, menatapnya sendu. Benarkan, bahkan yang katanya menyayangiku akhir nya memilih egonya untuk tetap membantu dan tidak memikirkan kemungkinan terburuk yang akan di terima oleh pihak lain.

"Terserah padamu Chris, aku hanya punya Tuhan yang dapat ku percaya hingga detik ini."

Aku memilih pergi menaiki taksi ketika tepat melintas di depan jalan raya yang ku lalui, aku lebih baik pulang ke rumah daripada ke apartemen, hanya memperburuk situasi. Aku mengirimkan pesan kepada bang Agust, mengatakan bahwa aku tidak pulang tetapi pulang ke rumah. Ia membalas agar lekas mengabarinya.

Aku menyandarkan diriku, hari ini terlalu rumit untuk sebuah masalah yang sebenarnya sudah lama tidak ingin ku bahas. Jika bukan karena Dio dan Chris, maka sudah ku pastikan Kang In akan terkena pasal berlapis karena melakukan pembunuhan berencana. Aku sudah lebih dahulu mencari tahu saat ancaman itu selalu datang, dan ya berkasku kemungkinan lebih lengkap untuk menuntut seorang Kang In dan Kim Min Seok membusuk di penjara. Jika kalian bertanya bagaimana bisa aku berani menuntutnya dengan pasal berlapis? Jawabannya adalah karena aku seorang mahasiswi fakultas hukum belum lama ini dan sedang dalam pembelajaran hukum pidana. Ternyata ada gunanya juga mengikuti saran bang Agust, sekarang aku juga harus memikirkan bagaimana menamatkan kuliah keduaku setelah kuliah pertama selesai.

Aku membuka pintu pagar perlahan, aku yakin orang rumah sudah tidur. Maka di sinilah aku, sedang menekan password rumah. Bang Agust sangat protect terhadap orang rumah jika kalian ingin tahu, ia bahkan tak segan mempekerjakan security di rumah ini jika perlu. Hanya lampu bagian paling dekat pintu masuk saja yang menyala, sisanya sudah gelap gulita. Aku melangkahkan kakiku menuju lantai dua, tidak perlu membuat kegaduhan tidak penting.

Malam yang tidak menyenangkan berlalu begitu saja, ini hari baru maka aku juga harus menghadapinya dengan cara yang baru. Hari ini hanya ada kelas pada siang hari, jadi aku bisa sedikit lebih lama di rumah. Dan ya, aku selalu senang dengan ekspresi mereka yang baru sadar aku pulang ke rumah.

"Yoonji, kau sampai jam berapa? Kenapa Ibu tidak mendengar ada orang masuk semalam?" tanya Ibu terkejut, ia sedang menata masakannya pagi ini.

"Aku? Tentu saja sampai ketika kalian semua terlelap. Aku bahkan mendengar dengkuran Ayah semalam," candaku.

"Ah sejak kapan Ayah mendengkur, kau mau membohongi kami gadis cantik?" ujar Ayah menghampiriku lalu memelukku.

Aku memeluk Ayah erat, seperti sudah lama tidak bertemu dengan nya. Padahal baru tiga hari yang lalu aku bertemu dengannya.

"Oh, apakah aku tidak mendapatkan pelukan hangat dari cucu cantikku?" ujar kakek kesal.

Aku tertawa dan menghampirinya. Memeluk dengan hangat dua orang tua yang sudah sepuh, mereka alasan kedua setelah orang tuaku sendiri untuk menjadi siapa Yoonji hari ini.

"Nak, duduklah. Mari kita makan pagi bersama dan aku ingin kau memimpin do'a," pinta Ayah.

Aku mengangguk semangat, biasanya jika kami semua berkumpul maka akan ku pastikan bang Agust dan aku akan berebut memimpin do'a saat akan makan. Kami semua membiasakan diri selalu makan bersama ketika berada di rumah.

Selesai makan pagi dan membereskan meja makan hingga mencuci piring yang kami pakai, aku bergabung dengan Ayah yang sibuk membaca koran. Aku menepuk bahunya, meminta atensinya agar fokus mendengarkanku.

"Ayah sudah lebih baik?"

"Sudah, maaf Ayah sering merepotkanmu," sesal Ayah.

"Aku tidak merasa di repotkan, aku sangat khawatir jika kau terus begitu. Mari kita lupakan itu semua, apakah kau tidak ingin bermain kartu denganku? Ku rasa kemampuanku sudah lebih baik dari beberapa hari yang lalu." Ajakku mengalihkan.

Kami akhirnya bermain kartu bersama, dan kini wajah kami penuh dengan bedak. Karena lelah bermain, kami akhirnya duduk bersandarkan kursi. Duduk di lantai dan menonton televisi yang menyiarkan acara reality show dan saling diam, hingga ku beranikan diri mengajukan sebuah permohonan sederhana.

"Ayah, maukan kau berjanji padaku?" tanyaku ragu.

"Berjanji apa? Ayah akan mempertimbangkannya jika kau sudah mengatakannya."

"Berjanilah bahwa kau tidak akan menemui siapapun yang ada hubungannya dengan masa lalu itu. Aku mohon kali ini saja kau berjanji denganku," pintaku sembari menggenggam erat telapak tangannya.

"Aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu nak, Ayah akan usahakan tidak menemui siapapun yang kau maksud. Nah, sekarang apakah kau sudah tenang?" tanya Ayah sembari mengusap lembut surai hitamku.

Aku mengangguk, semoga saja benar adanya. Bukan hanya sekedar kata pemanis saja, karena aku lebih khawatir kepada dua orang yang kini belum terlihat strateginya. Semoga saja tidak membuat Ayah nekat menemui mereka.

***

DioKyungsoo : Aku baru saja melakukan video call dengan keluarganya Kang Daniel, ternyata Ayahnya adalah politikus terkenal di negaramu. Namanya Kang In, apa kau mengenalnya?

Christian Park : Tentu saja aku mengenalnya, mungkin kau juga akan sangat membencinya.

DioKyungsoo : Maksudmu?

Christian Park : Nanti kau juga akan tahu sendiri.

***

Sudah sedikit aja, ini isinya momen Yoonji semua memang. Tetapi dari sini lah pintu gerbang menuju konflik akan segera terbuka. Enjoy...

*pssttt itu chat adalah bocoran skenario selanjutnya.

Bianne205

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro