14 - Kim Minseok

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

C H R I S T I A N

Malam ini aku baru kembali dari rumah, Jeon mendadak manja karena selama libur yang diakibatkan oleh jadwal ujian Kakak kelasnya meminta untuk menginap di sini selama seminggu. Beruntungnya adalah bang Hose sedang mengikuti masa praktikum yang mengharuskannya pergi jauh dari lingkungan kami. Ternyata mengendarai mobil selama tiga jam membuat pegal seluruh tubuh, Mama juga membawakan banyak makanan untukku yang entah kenapa mulai berisik menyuruhku makan banyak, apakah aku mulai terlihat kurus?

Setelah memarkirkan mobil dan masuk ke lift, menekan angka di lantai mana unitku berada. Aku menghubungi Dio yang tadi sempat menghubungiku terlebih dahulu.

"Halo Dio, ah bagaimana tadi?"

"Aku ingin memberitahukanmu sebuah kabar terbaru, belum lama ini aku bertemu dengan salah satu anak dari polisi yang melakukan olah TKP. Dan sungguh mencengangkan faktanya."

Baru saja aku antusias mendengar kabar tersebut, pintu lift terbuka dan menampilkan sosok Yoonji yang menunduk tetapi terdengar terisak. Awalnya dia terlihat diam saja, telingaku masih mendengarkan ocehan Dio yang menjelaskan panjang lebar. Akhirnya ku tarik lengan Yoonji untuk masuk ke lift, posisinya tidak berubah, justru membelakangi pintu lift. Aku mendekap bahunya, jangan sampai ada yang berpikir aku membuatnya menangis.

"Dio, sampaikan salamku pada Bunda ya," tutupku dan mengakhiri panggilan.

"Are you okay ?" tanyaku sembari mengusap surai hitamnya.

Dan yang ku dapat hanyalah gelengan kepala saja tanpa sepatah kata, aku menghembuskan napas pelan. Ya sudah, sesi tanya jawabnya lebih baik dilakukan nanti.

Saat lift yang membawa kami sudah tiba di lantai 7, aku bergegas menggandengnya. Kepalanya masih menunduk, sesekali terdengar isakan. Beruntungnya dari lobi hingga lantai 7 tidak ada orang lagi selain kami. Terpaksa aku bawa Yoonji ke unitku, karena sepertinya bang Agust sedang pergi juga.

"Kau sudah makan?" tanyaku saat kami sudah berada di dalam.

"Belum," jawabnya singkat.

Astaga, ada apa lagi sampai dia diam seperti ini.

Aku pergi ke dapur dan meletakkan makanan yang dibawakan Mama, mengambil mug kami dan membuatkannya cokelat hangat. Tidak usah heran ada mug Yoonji disini, kami terbiasa begadang dengan tugas sebagai mahasiswa kedokteran dan dia adalah yang paling sering berada disini karena bang Agust tidak suka suasana yang berisik.

Ku letakkan cokelat hangat tersebut di meja yang posisinya memang berada di sebelahnya, bukan di depan kami. Aku tidak mengerti dengan konsep sofa yang dibeli oleh bang Hose yang katanya dia terkadang butuh tidur di sofa yang berubah jadi kasur. Maka disinilah kami menempati sofa kesayangan Kakakku. Matikan pendingin ruangan dan buka pintu balkon. Jangan tanyakan pemandangannya, sangat bagus.

"Jadi kenapa kau menangis?" tanyaku.

"Aku tidak menangis, kau salah lihat," sanggahnya lirih.

"Oh ya? Lalu sejak kapan pipimu memiliki alur sungai kecil yang hulunya dari mata cantikmu?"

"Kau salah lihat Chris..." kilahnya.

Aku menyelipkan surainya ke belakang telinga, raut wajahnya sendu dan putus asa. Apakah orang itu menemuinya lagi?

"Oh benar, sepertinya kucing manisku tidak menangis. Hanya sedang bersedih saja," ucapku lalu memeluknya.

Ia membenamkan wajahnya, bahunya sedikit bergetar. Apakah sesulit itu berbagi cerita denganku?

"Aku yakin kau belum makan, bagaimana kalau kita makan dahulu." Ajakku.

"Aku sudah makan tadi, lalu belum terlalu kenyang tetapi langsung kenyang karena sebuah berita buruk."

"Jika kau ingin menceritakannya, lebih baik bercerita, jangan malah menggantung. Aku jadi tidak tahu harus berbuat apa," jelasku.

Jeda panjang, Yoonji membuang tatapannya pada suasana luar sana yang berbatas pagar besi balkon.

"Kim Minseok, tadi datang menemuiku ketika sedang makan di kedai sup iga waktu itu. Dan kau tahu apa yang dia sampaikan?"

Aku menggeleng polos.

"Dia bilang, akan mencelakai siapapun yang membantu kasus ini terbuka lagi. Dan beruntungnya, dia tidak tahu ada kau dan Dio yang sedang mati-matian mencari pembuktian."

"Lalu apa yang kau khawatirkan, sweety?" tanyaku lembut.

"Nyawa kalian, ku rasa dia lebih berbahaya dari cara melenyapkan siapapun yang menghalanginya."

Kami berdiam lama, sebenarnya aku sudah tahu perihal Kim Minseok yang seperti ular cobra itu. Mematikan hanya sekali bertindak, konsekuensi yang sangat tinggi dan sangat berpengaruh bagi kehidupan siapapun.

"Apakah kali ini kau bisa memberitahukan apa yang kau punya untuk menyeret mereka berdua ke penjara?"

"Bisa, tetapi siapa yang bisa menjamin nyawa Ayah selamat?"

"Yoonji, aku mohon sekali ini saja. Setidaknya jika kami tahu apa yang kau punya, maka aku dan Dio tidak perlu menggila mencarinya," pintaku sembari menggenggam telapak tangannya yang mulai dingin karena angin malam yang masuk ke ruang tengah.

"Kau pikir aku sebodoh itu?" tanya Yoonji meremehkan.

Aku menghela napas kesal, kenapa Yoonji susah sekali diajak bekerja sama? Apa susahnya ikut membantu. Baiklah, aku mengalah saja dahulu, Yoonji bukan pribadi yang suka di desak. Jika makin di desak, maka ia akan semakin terancam.

"Ah ya, apa kau melupakan sesuatu?" tanyaku mengalihkan.

"Aku? Entah, aku merasa tidak melupakan sesuatu."

"Sebentar..." ujarku lalu pergi ke dapur.

Mengambil kue tart yang sudah ku beli dari tadi pagi, sepertinya ini pertama kali aku memberikannya. Hahahaha, biarkan sekali-kali kami harus romantis. Jangan Freya dan Dio terus yang romantis.

"Tart? Ulang tahunmu kan hanya beda sebulan denganku, lalu itu untuk apa?" tanya Yoonji heran.

"Happy anniversary Min Yoonji..." ucapku lalu menyodorkan tart tersebut ke Yoonji yang sedang terbengong.

"Kau... Hahahahahaha... Kenapa jadi cheesy seperti ini sih? Hahahahahaha..." ujarnya masih tertawa.

Ya sudah tidak usah heran, memang baru kali ini aku mendadak ingin merayakan anniversary kami. Tahun-tahun sebelumnya tidak pernah, aku hanya berkedok ingin makan malam berdua saja dengannya lalu membelikan hadiah tanpa dia tahu dalam rangka apa.

"Utututu, sayangku pasti sudah susah payah membelikannya agar tidak di ledek Jeon," ujar Yoonji.

Aku tersenyum, menghampiri dan merangkul bahunya. "Mari kita ucapkan harapan untuk hubungan ini." Ajakku.

Yoonji mengangguk, kami memejamkan mata dan meniup lilinnya bersama. Aku yakin, harapan kami satu atau dua akan sama. Entah untuk harapan yang lain.

"Terima kasih," ucap Yoonji.

"Untuk?"

"Untuk semuanya, terima kasih sudah mau bersabar dan bersusah payah dengan gadis yang dingin ini."

"Sama-sama sayang, terima kasih mau bersabar dengan orang sepertiku. Yang kadang lebih senang membela ego," ucapku lalu mengecup pipi chubbynya.

Aku meletakkan tart di atas meja, lalu beranjak ke kamar. Mengambil hadiah yang sudah ku siapkan dari tahun lalu, dan baru seminggu yang lalu bisa ku ambil.

"I have something for you," ucapku.

Yoonji memandangku curiga, astaga... Apa aku terlihat seperti seorang player karena baru ini bersikap manis padanya dalam rangka merayakan hari jadi kami setelah sekian tahun lamanya.

"Tutup matamu dahulu, baruku beritahu," titahku.

"Baiklah, Chimchim," sahutnya manis.

Percayalah, aku lebih gugup ketika akan memasangkannya. Sekali seumur hidup, ini juga sudah melalui izin dari orang tuaku. Hahahaha, iya, aku akan segera melamarnya sebelum melanjutkan pendidikan di Amerika sana.

"Kau suka?" tanyaku saat selesai memasangnya.

Yoonji? Jangan ditanya. Raut wajahnya lebih bingung, lalu menyentuh cincin yang menjadi liontin kalung dengan senyum yang terkembang sempurna.

"Astaga, Yoonji... Andai dibolehkan oleh Mama, sepertinya menyenangkan mengecup bibir merahmu," ujarku karena gemas dengan ekspresinya.

Yoonji langsung menutup bibirnya dengan telapak tangannya, aku tertawa melihat tindakan preventifnya.

"Tidak akan. Sebelum aku berjanji di depan Tuhan dan pastur untuk mengikatmu dalam perjanjian seumur kau hidup," ucapku.

"Kau melakukan ini benar-benar karena kita anniversary, kan?" tanyanya curiga.

Astaga, dikiranya ini adalah upaya suap agar dia mau membantuku.

"Dengarkan aku Min Yoonji to be soon Park Yoonji, aku Park Christian Jimin melakukan ini semua karena terlalu cinta dan sayang kepadamu. Jadi kumohon, jangan memasang kecurigaan kepadaku selalu. Okay," ucapku lalu mengecup pelipis kanannya dan memeluknya.

Aku merasakan Yoonji memgangguk, biarkan begini dahulu. Aku akan memintanya memberikan barang bukti dalam waktu dekat.

"Jadi, apakah kau mau makan malam disini dan melakukan marathon film bersama?" tanyaku.

Yoonji mengangguk antusias. Baiklah. Agendaku berubah menjadi kencan dengan putri salju kesayangan Mama dan Papa.

***

Seminggu ini, baik aku ataupun Yoonji benar-benar sibuk dengan beragam tugas kuliah yang semakin hari semakin menggila. Bahkan kemarin saja Yoonji sampai sakit, bukannya dirawat bang Agust dengan sepenuh cinta, justru malah digoda habis-habisan. Entahlah, aku kadang merasa lucu melihat interaksi mereka. Sama-sama dingin tetapi jika bersama berubah menjadi hangat.

Di Jum'at pagi ini, tiba-tiba Mama menelepon. Tumben sekali.

"Halo pagi, Ma," sapaku.

"Chim... Apa kau sedang berada di kampus?" tanya Mama basa-basi.

"Secara realitas iya, secara khayal tidak."

"Aku tidak peduli pada khayalan gilamu anak nakal. Hahaha..."

Aku tersenyum geli, ini biasa terjadi semenjak Jeon diizinkan mengikuti program pertukaran pelajar ke US. Padahal dahulu ketika aku masuk dalam kandidat untuk pertukaran di Jerman, Mama tidak mengizinkan dengan seribu satu macam alasan.

"Ada apa Mamaku sayang, nyonya Yeon Christina Ji? Ah, kenapa namanya hampir mirip dengan Yoonji sih," omelku pada akhirnya.

Mama tertawa senang, dia sedang bahagia sepertinya. Entah karena apa.

"Begini, Park Christian Jimin. Besok kau bisa pulang dengan bang Hose?"

Aku mengingat-ingat jadwal besok, sepertinya kosong. Karena kebetulan Yoonji harus pulang karena Kakak iparnya baru saja melahirkan.

"Seingatku tidak ada, Ma. Kenapa?"

"Besok pulang dan sudah harus sampai rumah sebelum pukul tiga sore ya. Maaf Mama tidak menerima protes."

Aku mengangguk, perintah penting. Tidak jauh dari urusan keluarga atau bisnis. Sudah biasa.

"Baiklah, akan ku sampaikan pada bang Hose. Ya sudah, Chim masuk kelas dahulu. Bye, Ma...

"Bye, sayang..."

Sambungan telepon terputus, aku bergegas ke kelas. Lalu mengabari bang Hose.

ChristianPark : Mandat ibu negara, meminta kita pulang ke rumah besok.

JungHobie : Eh, tumben.

ChristianPark : Namanya juga namanya. Kayak baru kenal Mama... 😑

JungHobie : Baiklah, jam 7 nanti otw. Awas kalo malah pacaran 👊

ChristianPark : Back yourself, look at the mirror mantan jomblo 😏

JungHobie : Syalan!!! 😡

Aku terkikik membaca balasan chat bang Hose, semenjak jadian dengan Crystal Emeralda yang baru ku tahu anak fakultas Ekonomi dan Bisnis, berarti ada kemungkinan Crystal akan dibawa ke rumah. Ah sudahlah, bukan urusanku juga.

Kelas berakhir tepat saat menjelang malam, bang Hose sudah berulang kali menghubungiku, makhluk satu itu tidak sabaran sekali. Dikiranya kelasku seperti kelasnya.

"Lama..." omelnya.

"Berisik. Jangan samakan kelasmu dan kelasku Park Jung Hoseok. Lama-lama ku lempar diktat juga kau," sahutku kesal.

Bang Hose mendengus kesal, harusnya aku yang kesal. Sedang lelah malah dimarahi. Sialan memang satu manusia ini.

"Sudah cepat masuk, nanti macet dan aku tidak mau menjadi kedelai dungu karena macet," ocehnya.

"Keledai bukan kedelai, susah memang kalau stik drum diberi nyawa," sahutku lalu masuk ke mobil.

Dugaan bang Hose terpeleset banyak, jalanan lancar. Sampai-sampai tidak tahu hanya butuh waktu satu jam ke rumah jika tidak terkena macet.

"Hochim pulaaaanggggg..." teriak bang Hose.

"Enggak teriak bisa kali bang, udah mirip tukang sayur langganan si mbok aja sih," omel Mama ketika menyambut anaknya yang baru kembali.

Jung Hoseok hanya meringis, merasa tidak enak kepada Mama yang tiba-tiba muncul. Sepertinya dia sudah lama tidak pulang. Hingga kemarin waktu keluarganya mengantar Jeon Jungkook ke US saja, hanya dirinya yang tidak hadir. Kakak macam apa dirinya.

"Anak hilangnya sudah pulang Ma, dia terlalu sibuk." Ujar Chris.

"Iya, Mama baru ingat punya anak tiga." Sahut Mama.

Raut wajah bang Hose kesal, jelas saja. Kami menggodanya dari kemarin karena baru bisa pulang dan menampakkan diri di rumah hari ini.

"Kan baru kembali dari perjalanan ma, selesai juga belum lama. Chris tuh tahun depan harus bisa selesai," jelas bang Hose.

"Chris malah sudah pengajuan tugas akhir bang, tinggal merampungkan saja. Prosesnya kan beda," pamerku.

"Akhirnya kan, Mama benar harus rela melepas anak-anaknya jauh. Hose jadi tidak tega tinggal jauh dari Mama," ujar bang Hose melow.

"Jadi kapan Mama ketemu Crystal? Kamu mau dahului oleh Chris?" tanya Mama iseng.

Demi kerang ajaib yang dipuja oleh Spongebob dan Patrick, saat ini wajah bang Hose mengalahi paniknya Jeon Jeon yang ketinggalan tugas klipingnya.

"Minggu, kalau Mama dan Papa tidak sibuk," jawab bang Jung mantap.

"Apa perlu Chim bawa Yoonji ke sini?" tanyaku pada Mama.

"Tidak perlu, biar Crystal hanya ditemani Jung," jawab Mama.

Baik, aku paham ke mana tujuan Mama meminta perempuan itu ke rumah.

"Besok kalian ikut ke acara ulang tahun perusahaan Kim Minseok, terutama kau Chim. Karena kau kandidat terkuat pengganti Papa, jadi wajib tampil tampan. Yoonji tetap nomor satu ya, Mama enggak suka punya anak player."

Mama belum tahu rupanya, bungsu kesayangan sejuta umat di sekolah itu adalah kelinci player yang membuat banyak anak gadis orang nangis karena ditolak. Sekarang saja dia sudah berubah semenjak ditempa Papa untuk bisa mengolah karakter dirinya, coba dahulu baru masuk SMA. Mama tidak pingsan saja bagus.

"Aye aye captain," ucap kami lalu pergi ke kamar masing-masing.

Sebenarnya aku tidak begitu menyukai pesta yang diadakan karena ulang tahun perusahaan yang jelas-jelas kau tidak tahu hubungannya apa. Tetapi demi sebuah kepentingan bisnis hal ini dilakukan, bahkan Papa sendiri dalam satu tahun melakukan budgeting untuk sebuah pesta yang menurutku lebih layak disebut pesta pamer kekayaan. Entahlah, jiwa menggila pengakuan tidak tumbuh baik di dalam diriku.

Sore ini, sesuai dengan instruksi Mama kemarin. Kami semua sedang bersiap mendatangi pesta ulang tahun perusahaan milik Kim Minseok. Oh my God, demi jas kedokteran yang aku idam-idamkan hingga detik ini, pesta yang diadakan membuat kepalaku pusing setengah mati. Mama benar-benar totalitas jika sudah urusan menunjukkan kepada khalayak bahwa yang dia miliki sangat-sangat tidak bisa diabaikan.

"Ma... Ini leher Chim di cekik dasi, nanti kalau mati gimana?" keluhku.

"Tidak mungkin mati, kau hanya pingsan," sahut Mama.

Okay, tidak bisa melakukan aksi melonggarkan sedikit peraturan. Terkutuklah kami jika masih merengek terhadap hal yang jelas Mama juga tidak suka sejak dahulu, yaitu membantah protokoler yang sudah ditetapkan Mama.

Mama melangkah ke arahku, merapikan tampilan yang sebenarnya sudah rapi.

"Chim, dengar Mama baik-baik. Mama sangat bangga karena kau menjadi dokter, tetapi kau tahu bukan jika keluarga Papa adalah golongan orang yang memandangmu dari strata yang kau punya dari sebuah bisnis. Mama juga tidak suka membuat anak-anak Mama seperti ini, terlihat seperti boneka. Tetapi Mama berjanji, hanya di luar sana kalian seperti itu. Kalian masih boleh bebas mengejar mimpi dan mencintai wanita kalian. Terima kasih sudah mau menerima untuk jadi penerus Papa, tenang saja Jeon juga sudah dalam didikan untuk bisa melanjutkan jika kau mau mundur dan fokus pada kegiatanmu untuk manusia," jelas Mama dengan mata berkaca-kaca.

Astaga, beruntungnya Park Jung Jeon itu mendapatkan seorang Yeon Christina Ji ini. Dan lebih beruntung aku karena memiliki orang tua seperti mereka. Yang tidak memaksa kehendak dan kemauan, semua diminta berjalan sesuai dengan alur masing-masing.

"Ayo kita berangkat, satu jam lagi pesta dimulai," panggil Papa.

Pesta mewah yang diadakan di sebuah Hallroom, yang menurut penuturan Papa ini adalah salah satu perusahaan hotel yang dimiliki Kim Minseok. Selain pintar membunuh, dia pintar berbisnis rupanya.

"Nah Chris, sepertinya kau akan sedikit lelah dan bosan seperti Mama jika menemani Papa. Jadi mari kita nikmati ini semua selagi kau belum resmi dilantik menggantikan Papa," ujar Papa.

Aku tertawa saja, percuma juga melawan. Kalaupun bisa, hari ini aku juga tidak ada di tempat ini.

Dan disinilah kami, sudah berada di dalam Hallroom yang boleh ku katakan padat manusia. Aku mengenali beberapa wajah yang memang sering berseliweran dalam koran, tabloid atau televisi. Bahkan salah satunya adalah teman akrab Yoonji di kelas.

"Oh, selamat datang tuan Park Jung Jeon dan nyonya," sapa seorang pria yang kata bang Jung tadi adalah si empunya pesta.

Papa bersalaman dengan Kim Minseok, berbasa basi ala pebisnis yang menurutku menjemukan. Aku dan bang Jung sudah lelah memasang wajah senyum tiga jari kami.

"Apakah ini putramu?" tanya Nyonya Kim Minseok.

Kami mengangguk, Papa memperkenalkan bang Jung dan diriku.

"Park Jung Hoseok," ujar bang Jung lalu berjabat tangan.

"Park Christian Jimin," ujarku demikian lalu berjabat tangan.

"Wah, putra kalian tampan semua ya. Sisakan satu yang ini untuk putriku," ujar sang Nyonya.

Papa dan Mama hanya tertawa, sedangkan aku dan bang Jung memasang senyum sekenanya. Hati ketar-ketir mendengar permintaan istri dari Lucifer.

"Silahkan nikmati pestanya, kami menyapa tamu yang lain dahulu," ujar Kim Minseok.

Kami mengangguk dan selepas mereka pergi senyum bang Jung luntur demikian juga senyumku.

"Gila..." desis bang Jung.

"Baru tahu bang? Ya, seperti inilah. Bersyukur adikmu yang tampan ini mau menjadi pengganti Papa," jelas Papa.

"Christian," panggil seseorang.

Dan di sini, seorang Cathrina Tan sedang berdiri bersama dengan sang Mama. Wow, sebuah kebetulan yang luar biasa.

"Cath. Kau ada disini juga?" tanyaku basa basi.

"Menurut anda saja Christian Park. Selamat malam om dan tante, saya Cathrina teman sekelas Chris di kampus," ujar Cath memperkenalkan diri.

"Oh, kau anak dari William Tan kan? Apakah Papa ikut denganmu nak?" tanya Papa ramah.

"Tentu saja, dan sebagai satu-satu anaknya yang tidak berminat pada bisnis malah aku yang diajaknya ke pesta ini," jelas Cath yang mengundang tawa kami.

"Wah di sini rupanya putriku, apa kabar tuan Park?" tanya William Tan.

"Baik-baik, bagaimana kabar anda?"

"Baik-baik. Dan kau Cath, dari dua pria ini. Siapa yang temanmu?"

"Do you know Min Yoonji dad? This is her boyfriend and my friends on class," jelas Cathrina.

"Oh, kau... Astaga, apa kau teman dari Kim Emery Yaro?" tanya William Tan.

Aku melirik ke Cathrina, oh rupanya gadis ini menyukai pria absurd teman hunting-ku.

"Tentu kenal, dia temanku untuk hunting foto. Apakah ada sebuah cerita menarik yang bisa ku sampaikan pada Key?" tanyaku iseng.

"Tentu saja ada, apakah Mama harus memberitahukannya Cath?" goda sang Mama.

"Big No. Dan kau Chris, awas sampai bilang ke mana-mana," ancam Cath.

Kami sedikit tertawa dengan tingkah Cathrina.

Pesta akhirnya dimulai, seperti pesta pada umumnya, maka sang pemilik acara akan beramah tamah dengan para tamu undangan. Tetapi aku yakin agenda dari acara ini bukan hanya acara saling mencari kolega dan klien baru, melainkan pada sebuah berita yang baru aku dapatkan dari paman Lee Woon Joo, kabar bahwa orang yang berdiri memberikan sambutan di atas panggung sana adalah orang yang mencalonkan diri menjadi Menteri Komunikasi dan Informasi di negara ini. Oh sungguh, apakah dia akan menyetir kebebasan berpendapat? Atau dia akan bertindak menjadi dalang boneka dari media massa di negara ini.

"Saya juga ingin mengabarkan bahwa saya mencalonkan diri menjadi kandidat Menteri Komunikasi dan Informasi. Hal ini sejalan dengan profesi yang sudah saya geluti berpuluh tahun lamanya hingga perusahaan media massa saya menjadi sebesar ini," ujar Kim Minseok percaya diri.

Park Jung Jeon, William Tan, Cathrina Tan dan tentu saja aku, malah mendengus geli mendengarnya. Apakah lelaki tua bangka itu lupa pada dosanya dengan kasus pembunuhan yang ku dengar dari beberapa orang sedang ramai menjadi skandal terbarunya.

"Dia tidak malu ya, sedang kena skandal dan sudah banyak bukti mengatakan dia pembunuh, justru sekarang ia mencalonkan diri menjadi menteri. Ku rasa Kang In sedang menjalankan kebusukkannya lagi," bisik Cathrina.

"Kau tahu itu juga ternyata," jawabku berusaha tidak kaget.

"Tentu saja aku tahu, kau lupa dengan siapa Yoonji bersekongkol? Kau juga pasti tahu sebanyak apa jaringan yang dimiliki Papaku."

Aku paham sekarang, lalu apakah aku bisa membujuk Cathrina membantuku mencari banyak hal yang berkaitan dengan kematian Ayah Dio.

"Aku tahu apa yang sedang kau selidiki Chris, sama dengan Yoonji. Jadi ku mohon bermain haluslah tanpa melukai Yoonji ataupun keluarganya. Papa bilang Kim Minseok sedang gila jabatan, jika dia bisa membunuh untuk memuluskan jalannya, kenapa tidak dia lakukan," jelas Cathrina lirih.

"Terima kasih sarannya, akan ku pikirkan dan lakukan untuk melindunginya."

Cathrina mengangguk lalu bertepuk tangan karena pidato Kim Minseok telah selesai.

Pesta selesai ketika menjelang tengah malam, Mama sih yang membuatnya selesai karena mengajak pulang. Katanya sebentar lagi jamnya Jeon video call. Astaga, kadang aku iri dengan kelinci manja itu, bisa dengan mudahnya hidup dikhawatirkan Mama.

"Chim, nanti turun ya, temani Mama video call dengan Jeon," ujar Mama.

"Siap, Ma..." jawabku lalu beranjak ke kamar.

Berganti pakaian menggunakan piyama yang aku dan Yoonji beli kembar, tetapi di tukar, dia bilang lebih suka Shooky dari pada Chimmy. Yaaa... Jiwa feminimnya hanya muncul di saat tertentu saja. Selesai berganti pakaian dan menyikat gigi, aku beranjak ke ruang tengah, Mama sedang sibuk dengan macbook. Sibuk sekali memang Ibu satu itu, tetapi aku sayang.

"Besok ke Cathedral pagi ya, ajak Yoonji setelah ibadah ke sini. Mama kangen masak bareng dia," ujar Mama.

Aku yang sedang asyik mengganti chanel televisi menoleh horror kepada Mama, katanya besok hanya jadwal kak Crystal saja.

"Kata Mama, kak Crystal yang ke rumah. Yoonji tidak usah, jadi maunya bagaimana?"

"Yoonji ke sini saja bawa, toh Chim pasti pulang siang kan. Sesi kenalan dengan Crystal juga sudah selesai. Bang Jung kan ke Cathedral juga siang, bukan pagi sepertimu dan Yoonji," jelas Mama.

Ya ya ya, Mama selalu menang. Semua lelaki di sisi Mama adalah pemujanya.

"Baiklah, Chim kabari dahulu," ujarku lalu mengirimkan pesan kepada Yoonji.

ChristianPark : Besok setelah dari Cathedral, Mama minta kau mampir.

Yoonji : Baiklah.

Singkat, padat dan jelas. Min Yoonji sekali, duplikat Min Agust Yoongi.

"Iya, besok Yoonji ke sini. Hai Jeon..."

Ternyata sambungan video call sudah sejak tadi terjadi, Jeon seperti biasa akan menceritakan harinya dari bangun tidur hingga siang ini waktu US.

"Bang, besok kalau kak Yoon ke rumah call ya. Mau banyak ngobrol sama dia," pinta Jeon.

"Kau punya id line-nya, kenapa tidak lakukan sendiri?"

"Suka-suka anaknya Mama Yeon dong, wleee..."

Aku mengangguk menyanggupi.

Ping...

DioKyungsoo : Aku ada mengirimkan kau email terkait bukti yang ku temukan disini. Tolong bantu untuk mencari tahu benar tidaknya. Terima kasih.

Aku mengecek email, dan benar saja. Satu email terbaru dari Dio yang dikirimkan beberapa menit yang lalu.

From : Do DioKyungsoo

Subject : Bukti Jurnal dari polisi atas nama

Lampiran : RINGKASAN JURNAL OLAH TKP FORBIDDEN CITY.word

RINGKASAN JURNAL OLAH TKP FORBIDDEN CITY

Nama : Kim Junmyeon

Usia : 45 tahun

Ybs bertugas di wilayah kepolisian Forbidden city, pada saat kejadian ybs melakukan pengecekan sendiri. Karena kebetulan saat kejadian ia sedang melakukan patroli di wilayah tersebut, ia langsung menghubungi rekannya yang lain di kantor polisi untuk segera menyusulnya di wilayah Forbidden City. Kim Junmyeon melakukan pengecekan kepada jasad yang sudah terbujur kaku tersebut, posisi jasad saat itu agak sedikit jauh dari pintu masuk. Dilihat dari jasadnya tidak terdapat goresan luka ataupun lebam di manapun. Kemungkinan besar di racun dan ditemukan sejumlah barang-barang di dalam ranselnya yang di bawa ke laboraturium yakni botol air kemasan dan sekotak permen mint. Ditemukan juga dua obat cair herbal utuh, polisi datang 15 menit setelah Junmyeon melakukan pengecekan dasar. Wilayah sekitar langsung dipasang garis polisi untuk strerilisasi wilayah guna olah TKP.

Junmyeon menanyai warga sekitar yang posisinya mengetahui ybs masuk wilayah tersebut bersama temannya, tetapi ketika temannya kembali ke dalam setelah membeli makanan ia mengatakan bahwa temannya meninggal. Oleh warga sekitar langsung dilakukan pengecekan, sebelumnya tidak ada orang lain yang masuk wilayah tersebut selain dua orang wartawan tersebut.

Jasad dibawa ke rumah sakit 30 menit kemudian setelah ambulans datang, dan beberapa polisi melakukan olah tkp. Setelah hasil lab dan data dari dokter forensik keluar, di surat keterangan itu dituliskan bahwa ybs meninggal karena silent heart attack dan pihak keluarga tidak mengizinkan dokter forensik mengautopsi jasad korban.

Merasa tidak puas, Junmyeon kembali ke TKP. Ia duduk sembari menganalisa kasus yang dirasanya aneh, lantas ketika menoleh ke samping ia menemukan tunawisma yang duduk memegang obat cair herbal dan sekotak makanan bekas. Junmyeon merasa kemasan obat herbal cair itu penting, maka ia memintanya dari tunawisma tersebut. Lantas ia berkeliling ke sekitar minimarket yang terletak tidak jauh dari Forbidden City. Mencari minimarket yang menjual obat herbal tersebut, ada banyak. Namun junmyeon menemukan satu minimarket dengan kasir yang bercerita bahwa toko sepi, hanya ia dan seorang reporter yang membeli barang di tokonya.

Setelah mendapatkan rekaman cctv, Junmyeon kembali ke kantor kepolisian untuk memeriksa barang bukti yang tidak dibawa ke laboraturium. Ia menemukan bercak pada ransel beserta sarung tangan dan sapu tangan. Sembari mengingat-ngingat jasad korban. Ia sempat melihat kuku tangan yang memucat tidak wajar kebiruan pada korban, yang biasanya di sebabkan oleh racun. Maka ia pun membawa ransel dan sisa obat cair herbal ke laboraturium. Lalu memeriksa sidik jari pada sapu tangan dan sarung tangan.

Malam harinya, ketika polisi Junmyeon akan berangkat ke kantor kejaksaan untuk menyerahkan barang bukti meski kasus tersebut sudah ditutup. Mobilnya mengalami rem blong, sehingga menyebabkan mobilnya jatuh ke jurang dan nyawanya tidak bisa diselamatkan. Hasil pemerikasaan mobil yang dilakukan oleh sang anak ketika ia pergi ke tempat bangkai mobil ditaruh, ia menemukan bahwa kabel rem pada mobil itu dirusak dengan sengaja.

Kebenaran tentang kematian seorang reporter di Forbidden City, Ybs mati karena kandungan racun sianida yang ada pada obat herbal cair.

Satu-satunya cara untuk memasukan sianida pada obat herbal cair adalah dengan menyuntikannya. Tersangka memakai sarung tangan untuk menyuntikannya hingga menimbulkan berapa bercak pada ransel Ybs.

***

Telepon Chris berdering nyaring, ia melihat id caller-nya DioKyungsoo.

"Apa kau mengenal Kim Minseok?" tanya Dio yang sepertinya sedang di dalam mobil.

"Iya aku mengenalnya, pengusaha media massa di negara ini. Kenapa?" tanyaku penasaran.

"Ada satu bukti yang dia tinggalkan jejaknya di sini," jawab Dio singkat.

Aku kaget dengan penuturan Dio, ternyata Lucifer itu bisa bodoh juga ternyata.

"Bukti apa?" tanyaku makin penasaran.

"Perjanjian dokter yang bekerja sama dengannya untuk mengganti penyebab kematian Ayah," jawabnya penuh penekanan.

Dokumen perjanjian? Apakah ini juga dokumen yang sama dengan yang Yoonji miliki, tetapi hanya beda penggunaannya saja.

"Apa kau sudah memegang copy perjanjiannya? Mengingat kita harus memiliki barang itu."

"Sudah ada padaku yang asli, oh ya. Apakah aku bisa menemui Yoonji jika pulang ke sana?" tanya Dio.

"Akan ku usahakan untuk dapat bertemu dengannya," jawabku.

"Ini terakhir kau terlibat Chris, setelah ini perbaiki hubunganmu dengan Yoonji. Dan sampaikan maafku pada-"

BRAK... CKIIITTTTTTTT... Bruk bruk bruk... Brak..

***

Sudah, silahkan dipikirkan Dio kenapa.

Papay... a,

Bianne205

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro