2 - 24/7 = Heaven (pt. 1)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

C H R I S T I A N

Perkuliahan sudah dimulai, jadwal kuliah yang padat sering kali membuat kepalaku ingin pecah. Hari ini, Key dan aku sedang berkutat dengan buku-buku tebal di perpustakaan. Jika kalian menanyakan Yoonji, dia sudah pulang sejam yang lalu dengan membawa 5 buku tebal untuk tugas kelompok. Mungkin dia lebih nyaman belajar di kamarnya.

"Bagaimana kau dengan Yoonji? Apakah ada perkembangan?" tanya Key penasaran.

"Entah, sepertinya tidak bersambut. Padahal aku sudah mengatakan dengan sungguh-sungguh," jawabku.

"Terus berjuanglah, Yoonji itu benar-benar cocok denganmu. Kau benar-benar bisa membuatnya berbeda," ujar Key.

Aku mengangguk, memang benar Yoonji berbeda ketika di kampus ataupun kemarin jika kami hanya berdua. Key selama ini ternyata memperhatikan.

"Kalau kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan sekarang? Jujur saja aku mulai ragu untuk melanjutkan," ujarku.

"Aku? Akan mengejarnya. Tetapi dengan cara yang berbeda, mengingat reputasimu yang selalu baik kepada setiap wanita. Maka jangan salahkan Yoonji jika ia tidak percaya kau jatuh cinta padanya," jelas Key.

Aku selalu baik pada semua wanita? Huh, yang benar saja. Mereka makhluk yang terlalu ge-er sehingga berfikir aku menyimpan rasa kepada mereka. Padahal aku baik karena menghargai mereka sebagai makhluk yang patut diapresiasi.

"Kau, memang berani menghadap bang Agust untuk mengajaknya kencan?" tanya Key.

Aku menggeleng, lalu Key berdecih. "Dasar penakut."

Aku membelalakkan mata, apa dia bilang? Penakut? Iya, memang aku penakut pada hantu. Tetapi, ya Tuhan kenapa adiknya bang Nael seekstrem ini jika sedang membullyku. Ku jitak kepala Key, kesal yang seenaknya mengatakan aku penakut.

"Besok saat tidak ada jam aku akan mengajaknya pergi. Bahkan izin langsung kepada bang Agust," tegasku.

Key hanya tertawa dan bertepuk tangan dramatis, lalu menatapku dan berkata. "Semoga beruntung Park Christian Jimin." Seringainya lalu beranjak pergi meninggalkanku di perpustakaan.

"Ya, kau brengsek kurang ajar. Akan ku adukan pada Nael jika kau mulai bertingkah," ancamku.

Key hanya melambaikan tangan lalu benar-benar pergi.

***

Ponselku berdering nyaring saat aku hendak menghangatkan sup ikan yang dibelikan bang Hose siang tadi. Panggilan dari Jeon.

"Iya Kook."

"Bang..."

"Kenapa?"

"Kemarin Jeon terima titipan dari si Pinkan."

"Lalu?"

"Apa kau bermain-main di belakang kak Yoon? Karena dia seperti putus asa saat menyerahkan titipan ini," ujar Jeon di seberang sana.

"For you information Park Jeon Jungkook, aku tidak ada hubungan sama sekali dengan Pinkan Stellarosaline. Bahkan semua akses yang bisa dia jangkau kepadaku sudah ku blokir semua," jawabku.

"Hufffttt... Syukurlah, aku khawatir. Kemarin ada gosip tentangnya."

"Kau, sejak kapan jadi biang gosip? Akan ku laporkan jika kau begitu di sekolah," ancamku.

"Enak saja, justru karena ini sudah menyebar luas di grup kelas. Kebetulan aku dan Pinkan tahun ini satu kelas," jelas Jeon.

Aku menghela napas lega, setidaknya adikku harus bisa memilih bergaul bagaimana agar tidak salah langkah. Mengingat pergaulannya bisa lebih bebas jika Mama mengizinkan ia kuliah di Amerika sana.

"Memangnya berita apa sampai kau khawatir?" tanyaku.

"Ummm... Kau yakin ingin mendengarnya?" tanya Jeon.

"Kau jika ini tidak penting lain kali jangan menghubungiku," jawabku.

"Baiklah-baiklah..."

Jeon menjelaskan apa alasan ia menghubungiku. Cukup rumit ternyata dari apa yang aku pikirkan.

"Mama tidak tahu kan?" tanyaku.

"Sejauh ini Mama belum tahu, tetapi aku takut dia nekat bang. Apalagi kata Mama akhir-akhir ini ia sering bertemu Pinkan," jawab Jeon.

Aku mengangguk paham. "Ya sudah, abang titip Mama ya. Langsung hubungi abang atau bang Hose jika mendesak," jelasku.

"Baik, Jeon tutup ya teleponnya bang. Abang sehat-sehat di sana," ujar Jeon lgalu mematikan telepon.

Apalagi ini, kenapa satu makhluk itu tidak berhenti membuat teror. Kenapa juga harus mengenai Mama dan Jeon?

"Kau sedang apa?" tanya bang Hose.

"Ah, aku sedang menghangatkan sup ikan yang kau bawa tadi siang," jawabku.

Bang Hose mengangguk paham, lalu meninggalkanku yang sedang asyik berkutat dengan sup ikan.

***

Ternyata benar, hari ini kelas tidak ada perkuliahan. Aku menghampiri Yoonji, ia sedang sibuk dengan bukunya. Belum sempat aku menyapa, ia sudah menoleh terlebih dahulu.

"Hai," sapaku sambil tersenyum bodoh.

"Ada apa?" tanyanya.

"Kau besok minggu sibuk?"

"Tidak, kenapa?"

"Kalau bang Agust besok di rumah?"

"Di rumah, kau ada urusan dengannya?" tanya Yoonji tanpa minat.

"Iya. Ah ya sudah kalau begitu. Terima kasih infonya," ujarku lalu pergi kembali ke kursi.

"Apakah tantanganku di terima?" tanya Key.

Aku menggendikkan bahu. Mengabaikan pertanyaan usilnya, anak ini jika diladeni maka akan semakin jadi isengnya.

"Ayolah, kau tidak mau memberitahuku?" rengek Key.

"Tidak dan tak akan pernah," ujarku tegas lalu pergi meninggalkannya menuju lift.

"Ya Park Christian Jimin, tunggu. Aku juga mau pulang," teriaknya saat pintu lift hendak tertutup.

Dengan napas terengah, Key berhasil memasuki lift. Aku hanya tersenyum miring melihatnya.

***

Jum'at telah tiba, bang Hose sedang sibuk dengan kegiatan barunya bersama bang Ryuga dan bang Agust. Sedangkan aku sibuk mencari artikel agar kencan pertama berhasil.

Ponsel Chris berdering nyaring, nama Jeon muncul di layar.

"Ya adikku sayang?" ujar Chris lembut.

"Abang lagi apa?" tanya Jeon penasaran.

"Sedang bersantai, kenapa?"

"Abang enggak rindu sama Jeon? Padahal Jeon rindu bang Hose," rajuknya.

"Nah, kangen bang Hose tapi teleponnya ke bang Chim. Gimana sih?" tanyaku kesal.

"Abisan bang Hose susah dihubungi, tapi abangnya Jeon harus pulang pas liburan nanti," rengek Jeon.

"Iya iya, nanti abang pulang. Nah, sekarang Jeon mau cerita apa?" tanyaku.

Hebatkan aku sudah tahu kalau dia telepon hanya untuk curhat. Pasti Mama sedang sibuk, sampai dia harus menghubungi abangnya untuk curhat.

"Hmm... Aku bingung bagaimana mulainya," buka Jeon.

Baik, tenang. Kita tunggu Jeon ingin mengatakan apa lagi.

"Aku dapat tawaran pertukaran pelajar ke US, tetapi demi Tuhan aku tidak mendaftarkan diri bang. Ini aku dapat dan ternyata dilihat dari index prestasi selama satu tahun ini," jelas Jeon.

Ya, setahuku Jeon saat awal masuk sampai dengan menjelang semester ke-4 ini menunjukkan hasil yang baik. Bahkan Mama sampai bangga saat Jeon terpilih sebagai salah satu perwakilan sekolah untuk mengikuti sebuah lomba taekwondo tingkat nasional.

"Kook, coba bicara dengan Mama. Kalau abang pasti support, tetapi kau kan tetap butuh persetujuan Mama dan Papa. Nanti coba abang minta ke Mama buat ngomong sama kamu." Tawarku.

"Enggak usah bang, biar Jeon aja yang ngomong," tolaknya.

"Ya sudah, terus apa lagi yang mau di ceritain?"

"Abang kapan bawa kak Yoonji ke rumah lagi?" tanya Jeon iseng.

"Hmm... Kapan ya? Kenapa enggak Jeon aja yang minta kak Yoonji buat ke rumah?" tanyaku balik.

"Yah, abang mah. Jeon beneran tanya. Eh iya, bawa aja ke rumah pas nanti kalau Mama izinkan Jeon ke US," ujarnya.

Aku menganggukan kepala setuju. Melihat jam sudah hampir siang, aku mengakhiri sesi telepon dengan Jeon.

"Nanti abang telepon lagi. Bang Hose tadi nitip buat dimasakin pedas manis," ujarku.

"Emang bisa masak?" tanya Jeon meremehkan.

"Wah dia tidak tau yaa... Jelas enggak lah, hahahaha..." jawabku.

Jeon yang di seberang telepon juga tertawa, ah senang bisa membuat adikku tidak uring-uringan sendiri.

"Makasih bang, nanti Jeon ngomong sama Mama," ujarnya sebelum menutup telepon.

Aku beranjak menuju dapur. Mengambil beberapa sayur dan daging untuk di masak, beberapa resep masakan sudah di berikan Mama padaku. Bagaimana? Apakah aku sudah cocok menjadi suami siaga? Hahahahaha.

Bang Hose pulang saat hari sudah petang, raut wajahnya lelah, tetapi senyumnya tiada terkira jika ku lihat. Apalagi sepanjang jalan menuju kamar ia masih sempat untuk bernyanyi lalu menari. Heol, aku curiga.

"Chim, tadi Jeon telepon enggak?" tanyanya saat sudah kembali dari dalam kamar dan sudah berwajah segar.

"Iya, kenapa memangnya?"

"Dia sedang galau?"

"Bisa dikatakan demikian. Tidak abang tanyakan saja?"

"Ah, coba nanti abang hubungi kembali. Kau besok ada acara?"

"Tentu saja ada," jawabku semangat.

Bang Hose hanya tersenyum evil, oh my god. Jangan bilang kalau dia mengetahui rencana recehku.

"Ok, good luck," ujarnya sembari menepuk bahuku lalu pergi menuju ruang tengah

Malam ini, bang Hose pamit keluar. Dari tampilan sih biasa saja, tetapi aku benar tidak tahu apa yang dia pakai di balik outternya. Bisa jadi sebuah pakaian casual untuk kencan, karena aku jarang melihat ia seperti ini sebelumnya.

"Rapi amat bos, mau ke mana?" tanyaku.

"Kencan lah, makanya punya pacar," ledeknya.

"Syalan..." gerutuku.

Bang Hose hanya tertawa, menepuk pundakku lalu pergi. Jangan tanyakan aku siapa pacarnya. Aku saja tidak dikenalkan kepadanya.

Selepas bang Hose pergi, aku bergegas menyalakan televisi. Menonton acara variety show RUN BTS. Apakah kalian suka menontonnya? Woah, aku selalu menunggu saat tidak ada orang agar tidak dimarah bang Hose karena tertawa terlalu keras melihat aksi lucu mereka.

Tring...

Sebuah direct message dari instagram

***

Hari sudah pagi, baru juga membuka mata dan mendapati chat dari Dio.

"Chim, kau katanya ada urusan dengan bang Agust?" tanya bang Hose.

"Iya, kenapa memang?" tanyaku sembari keluar kamar.

"Huh... Lekas, nanti Agust pergi kau malah tidak bertemu dengannya," ujar bang Hose.

Aku mengangguk paham, pergi bergegas mandi dan bersiap.

***

Aku sekarang sudah berapa di depan pintu unit bang Agust, masih sedikit ragu. Ku hembuskan napas perlahan dan menekan tombol bel, menunggu sejenak sembari menenangkan diri. Tak lama pintu terbuka.

"Oh kau Chris, masuk." Ajak bang Agust.

Aku masuk sembari memperhatikan suasana di dalam apartemennya, sepertinya sepi. Ke mana Yoonji?

"Ah ya, ada apa?" tanya bang Agust.

"Hmm... Begini, aku meminta izin padamu untuk mengajak Yoonji pergi besok," ucapku sedikit gugup.

Bang Agust menatapku sesaat, lalu menghembuskan napasnya. "Kenapa kau susah-susah izin padaku. Pastikan saja dahulu Yoonji mau kau ajak pergi. Anak itu... Ck... Sudah lah, aku mengizinkan. Tetapi awas jika sampai ku ketahui adikku terluka," ujar bang Agust.

Aku mengangguk mantap, setidaknya satu pos berhasil dilewati. Aku langsung pamit pulang dan meminta maaf sudah mengganggu waktu istirahatnya.

***

Hari ini, aku terpaksa kembali ke kampus. Kenapa terpaksa? Karena hari ini tiba-tiba dosen dari dua mata kuliah masuk. Padahal jadwalnya libur, ganti hari katanya. Tepat saat aku melewati halte bus tak jauh dari apartemen, aku melihat Yoonji sedang duduk menunggu bus datang.

Tin tin..

Ku buka kaca, melongokkan sedikit pandangan untuk melihat Yoonji yang masih serius dengan bukunya kembali.

"Yoonji," panggilku.

Yoonji mengalihkan pandangannya pada buku dan melihat siapa yang memanggilnya.

"Ayo masuk, kau bisa terlambat jika menunggu bus." Ajakku.

"Kau tidak perlu repot-repot Chris, aku bisa menunggu busnya," jawabnya.

Aku turun, menghampirinya dan mengambil tasnya yang tergeletak.

"Ayo lekas, kau tidak suka terlambat kan?" tanyaku retoris.

Dengan berdecak kesal, Yoonji mengikuti langkahku.

Selama perjalanan Yoonji hanya terfokus pada bukunya saja, padahal dari tadi aku menunggu dia mengajak berbicara. Ah sepertinya salah.

"Ekhm... Yoon, kau dapat salam dari Jeon," ujarku.

Yoonji menoleh sesaat. "Sampaikan salamnya kembali kepada Jeon," jawabnya singkat.

Aku hanya mengangguk, merasa gagal membawanya mengobrol kembali. Ya sudah sepertinya lebih baik memainkan lagu dari playlist agar tidak bosan. Lagu dari Twice bergema dengan seru di dalam mobil, sepertinya yeoja chingu bang Hose sangat menyuka lagu enerjik ini.

Perjalanan kali ini sepertinya sangat singkat, saat sudah sampai di parkiran kampus aku baru tahu kalau Yoonji sedang berdendang lagu yang baru saja selesai.

"Suaramu bagus," pujiku jujur.

Merasa tepergok, Yoonji terburu pergi tanpa menyadari buku catatannya tertinggal.

"Ya... Yoonji, note-mu tertinggal," panggilku setengah teriak.

Yoonji berjalan tergesa sepengelihatanku, sepertinya gadis itu malu tepergok sedang menikmati lagu. Aku hanya mampu tersenyum geli dan berjalan menujunya untuk memberikan note penting tersebut.

Perkuliahan kali ini cukup lama, aku sedikit bosan karena harusnya bisa pergi ke suatu tempat untuk survey. Tetapi karena mata kuliah ini aku jadi harus menahan kantuk dan bosan secara bersamaan. Sedang menahan kantuk seperti habis meminum satu dosis obat flu, segelas ice coffe Americano tersaji di depan mata. Aku hanya melirik Yoonji yang sedang asyik mendengarkan dosen.

"Terima kasih," bisikku berjarak sepuluh senti dari telinganya.

Yoonji hanya mengangguk tanpa mau menoleh, sepertinya aku sudah biasa dengan sikapnya ini.

***

Perkuliahan selesai nyaris sore, ternyata memakan waktu sedikit lama untuk dua mata kuliah yang terpaksa ganti jadwal. Melirik jam tanganku, sepertinya aku melewatkan makan siang dengan sangat jauh. Cemilan akan membuatku sedikit kenyang sampai jam makan malam tiba, jadilah sekarang aku memilih menjalankan mobil menuju salah satu tempat yang terkenal akan kulinernya.

"Mengajak Yoonji sepertinya seru," ujarku sembari menimbang-nimbang ponsel.

Menekan tombol panggilan cepat 2, langsung terhubung dengan Yoonji.

"Kau mau ikut?" tanyaku basa basi.

"Ke mana?" tanya Yoon di seberang sana.

"Aku tunggu di halte bus depan," jawabku singkat lalu memutus panggilan.

Begini lebih baik, toh aku ataupun Yoonji sama-sama belum makan siang. Jangan menjelaskan akan ke mana, aku lebih takut ia langsung menolak ajakkanku.

***

Y O O N J I

Di halte bus, aku sedang menunggu dengan bosan. Chris mengajakku pergi setelah perkuliahan tanpa memberi tahu akan ke mana. Aku sedikit kesal karena Chris tidak kunjung datang.

"Chris lama banget sih, enggak tahu panas dia ya," gerutuku.

Tiinnn...

Aku menoleh, mendapati Chris yang sedang tersenyum melambaikan tangan padaku. Dengan segera aku menghampiri mobil Chris dan masuk ke dalam.

"Kita mau ke mana?" tanyaku.

"Makan siang, di tempat kesukaanmu kemarin," jawab Chris.

Aku mengangguk paham, tanganku terulur untuk memutar lagu pada player.

"Kenapa lagu mereka terus sih yang terputar di player-mu," protesku.

"Kan ini mobil yang biasa dibawa Jeon sama bang Hose kalau di rumah," jawab Chris santai.

"Terus kamu bawa apa kalo di rumah?"

"Bawa diri aku ke rumah kamu dengan segenap cinta di hati diantar motor kesayangan," jawab Chris sembari tersenyum kepadaku.

"Tinggal jawab motor aja susah sekali yaa calon dokter ini," sahutku sembari mengalihkan pandangannya.

Chris hanya tertawa, Tuhan semoga wajahku tidak memerah mendengar gombalannya yang menurutku itu... Ah sudahlah...

"Ya aku lebih senang naik motor, tetapi karena jarang pergi ya sudah pasti aku lebih milih belajar mengendarai mobil," ujar Chris.

"Kenapa milih belajar mengendarai mobil?" tanyaku penasaran.

"Ya... Tuntutan Papa, rewel kalo enggak dituruti. Tetapi ya begini, jadi enggak harus mengandalkan bang Hose mulu," jawab Chris.

Aku mengangguk paham, benar juga sih. Kalau dia belum bisa membawa mobil nanti kami kalau hang out berdua dan sedang musim hujan masa mau bawa motor. Eh, kenapa mikir hang out berdua?

***

Selesai acara makan yang benar-benar menyenangkan, karena Chris aku jadi banyak bicara hari ini. Sungguh itu di luar kendaliku, seperti menyenangkan saja bisa berbicara banyak hal dengannya. Dan sekarang di sinilah kami, dalam perjalanan pulang.

"Nah, sudah sampai. Silahkan dibuka sabuk pengamannya tuan putri," ucap Chris lalu tersenyum.

Sungguh, kenapa ia harus tersenyum hanya untuk mengatakan telah sampai dan bisa membuka sabuk pengaman. Ibu, kenapa pesona dari adik bang Hose seperti ini bahayanya?

Aku bergegas melepas sabuk pengaman, sial kenapa tersangkut sih.

"Kenapa?" tanya Chris yang melihatku panik.

Aku sedikit ragu, tetapi jika tidak bilang bisa sampai larut malam berada di mobil.

"Tersangkut, dan tidak bisa dibuka," cicitku.

Chris lekas keluar lalu membuka pintuku, ya sepertinya dia tidak sedang mengambil kesempatan seperti waktu aku tertidur dahulu.

"Sebentar ya," ujarnya.

Aku mengangguk pasrah, semesta seperti bekerja sama.

"Nah selesai, ayo keluar. Kau pasti ditunggu bang Agust," jelasnya dan mengulurkan tangannya untuk melindungi kepalaku dari benturan.

Ya, aku hanya mampu mengulum senyum. Seperti ada kupu-kupu berterbangan.

***

C H R I S T I A N

Kami sudah tiba di parkiran, adegan sabuk pengaman yang tersangkut benar-benar sangat buruk sepertinya. Menuju lantai yang sama, kami berdiri bersisian. Terlihat dari pintu lift kami seperti orang bertengkar. Pintu lift terbuka, di dalamnya ternyata ada bang Hose.

"Lekas, aku hampir telat," ujarnya.

Aku menyerahkan kunci mobil dan ditukar dengan key card. Yoonji hanya menatap heran kami. Lalu aku dan Yoonji masuk kedalam lift.

"Bang Hose mau ke mana?" tanya Yoonji penasaran.

"Kencan mungkin, kan dia sudah punya pacar."

"Oh, kau sendiri tidak kencan?"

"Besok aku kencannya, sekarang aku tanya padamu. Apakah aku sudah dapat jawaban dari pertanyaan sebelumnya hingga kau mengatakan aku gila?" tanyaku sambil menatapnya.

Cukup lama kami bertatapan, sampai denting lift menyadarkan kami kalau sudah berada di lantai yang di tuju. Kami masih diam, belum ada ucapan apapun keluar dari mulut kami.

Yoonji sudah berdiri di depan pintu unitnya, aku tetap berjalan hingga ujung. Kami sama-sama berdiri di depan pintu.

"Aku jawab iya. Jadi, apakah besok kita jadi pergi?" tanya Yoonji tanpa menoleh.

"Iya besok kita jadi pergi, sekarang lekas masuk lalu mandi dan beristirahatlah," jelasku.

Yoonji mengangguk paham. Lalu kami sama-sama membuka pintu. Tepat ketika pintu tertutup, aku bergerak heboh.

"Yes, akhirnya berhasil.. Yuhuuuu...!!!" seruku.

Neowaui cheot deiteu jakkuman aechereom seolle

***

Panjang yaa partnya, ini di word ponsel lebih dari 10 lembar.. Tenang, ini bagian 1. Nanti nyambung ke bagian 2.
Akhirnya kan setelah bertapa sekian lama seorang Park Christian Jimin boleh mengakui bahwa Min Yoonji adalah Yeoja-nya. Ihiiiwww...

*dibuat sepenuh hati yang galau karena 방탄소년단 konser di Singapore..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro