6 - Permulaan Dari Semuanya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

C H R I S T I A N

Menyelesaikan perkuliahan jam pertama yang berlangsung selama tiga jam, berhasil membuatku lapar. Jika tidak ingat aku ada urusan dengan Key, sudah ku tinggalkan kelas menuju restoran sushi. Dengan langkah tergesa, aku segera pergi meninggalkan kelas setelah sebelumnya sudah dikonfirmasi Key akan bertemu di kantin.

"Ya, Freya..?" ucapku saat mengangkat telepon dari Freya.

"Kau tahu di mana Dio?" tanya Freya terdengar merajuk.

"Dengar ya Freya, perkiraanku di sana Dio juga baru mulai kelas. Dan kau seharusnya tidur, bukan malah seperti kelelawar," ocehku.

"Aku begini juga karena temanmu," sahut Freya tak terima.

"Karena kau lebih tepatnya, bukan temanku. Sudah aku mau makan, lapar," omelku lalu mematikan sambungan telepon.

"Siapa?" tanya Key.

Ya, Kim Emery Yaro atau biasa dipanggil Key. Berada di fakultas fotografi yang kebetulan gedungnya hanya terpisah kantin yang menyatukan 4 gedung di 4 penjuru arah mata angin.

"Freya Dupont, kau pasti kenal," jawabku.

"Ah ya, sepupu ipar miss Stella kan? Perempuan Prancis yang luarnya kalem tetapi dalamnya aneh," ujar Key.

"Eii... Kau begitu mengenalnya, apakah aku ketinggalan satu berita?" tanyaku menggoda.

"Aku sekelas dengannya selama tiga tahun, bagaimana tidak hafal kelakuan anehnya," jawab Key santai.

"Oohhh... Begitu rupanya. Bagaimana kalau kita makan dahulu, aku masih senggang setengah jam," ujarku.

Key mengangguk, mencari makanan mana yang pas untuk menemani kami mengobrol. Sekotak bento yang menurutku cocok untuk menemani sampai malam nanti.

"Kau ada apa mengajakku bertemu?" tanya Key.

"Begini, kau tahu cara membuat siluet wajah dengan cara kolase foto?" tanyaku.

"Iya tahu, kenapa?"

"Ajari aku, bagaimana cara membuat polanya. Aku sedang mendekorasi ulang kamarku di rumah."

"Berapa banyak foto yang kau punya? Karena itu sangat membutuhkan banyak foto," jelas Key.

"Belum cukup banyak, tetapi bolehkan aku meminta kau memberitahu caranya?"

Key mengangguk pasti, lalu kami menikmati makan siang singkat ini. Aku harus siap energi karena nanti akan praktikum.

Christian Park : Mobilnya kau yang bawa atau aku yang bawa?

Jung Hose : Kau bawa saja Chim, hari ini praktikum lagi kan sampai malam?

Christian Park : Tepat sekali, thank you so much my brother...

"Kau, bagaimana dengan Yoonji? Apakah ada perkembangan?" tanya Key penasaran.

"Apa kau sungguh sangat penasaran Key?" tanyaku balik.

Key mengangguk, oh sepertinya topik aku dating dengan Yoonji sangat menarik minatnya.

"Sayang sekali, itu privasi. Jadi kau tidak mendapatkan apa yang kau mau," jawabku.

"Ah, kau kenapa pelit sekali sih. Kan aku juga ingin tahu, eh iya. Freya itu masih kosong kan?"

"Enak saja, sudah ada yang punya. Kau cari saja yang lain," jawabku.

"Kalau begitu, Yoonji saja. Kapan lagi aku bisa mendapatkan kekasih calon dokter," ujarnya sembari memamerkan senyum kotaknya.

Sepertinya dia memang niat membuatku marah. Jika aku terpancing, maka akan mudah ditebak pertanyaan dia tadi. Ku abaikan saja, tinggalkan dia sendiri di kantin.

"Ya!!! Christian Park. Kau belum menjawabnya. Kenapa malah pergi..." teriak Key tanpa malu.

Astaga, Key memang gila jika urusan malu.

***

Kembali ke kelas mata kuliah berikutnya, masih sedikit yang masuk ke kelas. Kelas praktikum kali ini memang hanya beberapa yang ikut, termasuk Yoonji yang seharusnya sudah datang.

Ting...!!

Yoonji : Aku tidak masuk kelas hari ini, ada keperluan yang harus segera diselesaikan di tempat lain. Tolong infokan jika ada tugas. Terima kasih 😊

Baiklah, ternyata dia tidak masuk. Jadi ya sudah, aku harus semangat dan fokus terhadap mata kuliah hari ini. Ah, bukankah harusnya aku tetap fokus sekalipun Yoonji ada.

"Hei Chris, boleh aku di sebelahmu?" tanya seorang gadis.

Aku mengernyit heran, namun tetap ku anggukkan kepala menyetujui. Kalau dilihat dari name tag yang dia gunakan, bernama Sunny Lee.

"Tumben temanmu tidak ikut kelas," ujar Sunny.

"Oh maksudmu Yoonji? Dia sedang ada urusan, sepertinya ikut kelas susulan," jawabku sekenanya.

Sebenarnya agak kurang nyaman mengobrol dengannya begini, posisi duduknya terlalu dekat dan sedikit membuatku risih.

"Sunny, bisakah kau duduknya bergeser sedikit?" tanyaku.

"Bisa, bergeser lebih dekat denganmu?" tanyanya genit.

Astaga, kalau ini bukan di kelas sudah ku pastikan aku tinggal perempuan ini. Tenang Chris, inhale exhale ayo ulangi lagi sampai emosiku terkendali.

"Begini Sunny Lee Daehya, aku tidak nyaman dengan cara kau duduk. Jadi mohon duduklah dengan baik, karena pasti nanti kau yang susah untuk mengikuti praktikum," ujarku menjelaskan.

Sunny langsung merubah posisi duduknya, senyum masih tercetak jelas. Raut-raut orang yang berbahagia. Aku menyibukkan diri dengan membuka materi yang diberikan kemarin untuk praktikum hari ini, sedang asyik membaca sebuah pesan masuk dari teman sekelasku, Abigail.

Abigail Stevenson : Kau tau, perempuan itu tergila padamu. Apalagi Yoonji yang biasanya duduk di sebelahmu sedang tidak masuk.

Oh aku tahu kenapa Sunny ini senyum selalu sejak tadi, ah semoga saja praktikumnya batal. Padahal ada satu kursi lagi yang kosong selain sebelahku, posisinya aku duduk di meja urutan pertama untuk praktikum.

Pintu lab terbuka, 2 orang mahasiswi masuk sembari membawa beberapa berkas milik dosen. Wait, bukankah itu Yoonji?

Apalagi ini, dia bilang tidak masuk lalu muncul makhluk aneh di sebelahku. Ternyata dia sedang diminta bantuan oleh dosen kami sendiri.

Aku menatap 3 orang yang kini sudah berdiri di depan, 2 perempuan itu memisahkan diri dan membagikan paper untuk praktikum kami. Jika ku lihat-lihat Yoonji biasa saja, tetapi tidak tahu hatinya.

"Chris, kau bisa bantu aku nanti kan jika ada yang tidak ku mengerti?" pinta Sunny dengan nada dibuat-buat.

Astaga, kenapa juga tadi aku mengiyakan dia boleh duduk di sini. Yoonji dan Cathrina Tan sudah berdiri kembali di sisi meja dosen. Sepertinya mereka ditunjuk menjadi asisten dosen, dan aku malah terjebak pada situasi tidak enak. Kenapa harus Sunny Lee, kenapa tidak Christopher Russell agar lebih mudah kerja samanya.

"Wah Sunny berhasil mendekati Christian, ah apakah Fernando sudah seharusnya mundur?" goda Yoonji.

Siaaallllll... Kenapa dari sekian orang di kelas ini harus Yoonji yang meledekku.

***

Perkuliahan selesai, bang Hose memilih pulang naik bus. Aku membawa mobilnya karena pulang malam dan malas menunggu lama di halte. Dengan malas ku kendarai SUV kesayangan bang Hose ini. Baru saja mau keluar parkir kampus, Yoonji mengirimkan pesan.

Yoonji : Boleh aku menumpang mobilmu?

Christian Park : Ya sudah, tunggu di depan. Aku baru keluar parkir.

Tepat saat mobil keluar area parkir, aku melihat Yoonji yang sedang sibuk dengan buku tebalnya dalam pelukan. Dia tidak lelah kah setiap hari pulang di jam seharusnya dia tidur?

Saat mobil berhenti di depannya, aku bergegas keluar lalu membukakan pintu untuknya. Jika dilihat dari raut wajahnya dia kurang tidur, ya Tuhan kenapa dia senang sekali begadang seperti bang Agust sih.

"Rendahkan sandaran kursinya, lalu tidur. Kantung matamu lebih mirip vampire yang biasa kutonton saat libur imlek," ocehku.

"Chim berisik, ponselmu berbunyi terus," sahut Yoonji dengan mata setengah terpejam.

Aku meraih ponselku, pesan dari Dio.

DioKyungsoo : Freya ngambek. Lagi.

Christian Park : Aspirin dua kali sehari.

DioKyungsoo : For what?

Christian Park : Obat migrain.

DioKyungsoo : Kampret.

Selesai mengirimkan pesan pada Dio, aku melanjutkan perjalanan pulang. Yoonji sudah pulas dalam mimpi. Biarkan saja, yang penting harus segera sampai agar ia bisa beristirahat.

Dering nada panggilan dari ponselku membuat Yoonji terbangun, tanpa tedeng aling-aling ia langsung mengangkat teleponku dan di loudspeaker.

"Ya! Park Christian Jimin, katakan kepada temanmu Do Dio Kyungsoo. Aku muak dengannya, jangan sok sibuk. Aku tahu dia tidak benar-benar sibuk, kau bahkan masih bisa berbicara by phone dengan Yoonji. Katakan pada Dio, aku tidak mau dihubungi lagi olehnya sampai dia memberitahukan dia sibuk apa," oceh Freya di seberang sana.

"Freya Dupont, ku beritahukan kepadamu ya. Jika di Paris saat ini adalah pagi hari, maka harusnya kau tahu di sini jam berapa nona. Kami baru pulang kuliah dan mendengar kau mengoceh panjang lebar seperti beberapa dosen senior. Dan kau tahu, harusnya kalian saling pengertian. Kalian yang menginginkan hubungan ini awalnya, jika tidak kuat lepaskan saja. Aku yakin, Dio pasti akan mendapatkan wanita chinese yang lebih cantik daripada dirimu. Dan kau akan mendapatkan pria romantis impianmu di Prancis sana. Lain kali jangan ganggu di jam krusial untuk tidur. Kau berisik," oceh Yoonji tak kalah panjang.

"Ah... Maaf Yoonji, sampaikan salamku pada Christ. Maaf mengganggu," ujar Freya sedikit lebih tenang.

"Akan ku bocorkan nomor telepon rumahmu, bye."

Telepon diputus sepihak oleh Yoonji, maaf Freya kau harus kena omel Yoonji. Salah siapa menelepon saat jam baru pulang kuliah. Yoonji tertidur kembali dengan menggenggam ponselku.

***

Akhirnya kami sampai, Yoonji masih pulas tertidur. Waktu juga sudah tengah malam, dengan perlahan ku bangunkan Yoonji.

"Yoonji, apakah kau mau tidur di mobil saja?"

"Apakah sudah sampai?"

Aku mengangguk sembari mengambilkan buku dan tasnya di kursi belakang. Jangan heran, kami biasa saling membantu.

Yoonji menerima tas dan bukunya, ponsel juga sudah di kembalikan. Terlihat enggan turun tetapi harus, dengan sangat perlahan aku menuntunnya. Bisa bahaya kalau dia dibiarkan jalan sendirian.

"Aku tidak mabuk Chris, menyebalkan sekali," ocehnya saat kami akan masuk lift.

"Kau tidak mabuk, tapi mampu tersungkur jika tidak ku gandeng."

Yoonji terkekeh, tubuhnya bersandar pada dinding lift. Menghembuskan napas perlahan, tubuhnya lebih tegap tidak seperti tadi.

"Melelahkan juga ternyata," ujarnya.

"Setelah ini kau harus tidur. Aku tahu tugasmu sudah selesai semua, dan aku tidak menerima bantahan. Mengerti?"

Yoonji mengangguk layaknya anak kecil, lift berdenting. Kami segera berjalan menuju unit masing-masing, tubuh dan pikiran kami dilanda kelelahan. Beruntungnya Yoonji cukup cerewet mengenai tugas yang harus segera di kerjakan, jadi baik aku ataupun dia tidak harus pusing akan tugas di hari lusa.

"Sudah lekas masuk, berganti pakaian dan cuci muka. Lalu tidur, ah iya jangan lupa minum susu," ujarku.

"Iya iya, kau ini semakin lama jadi seperti Ibu," protes Yoonji lalu segera masuk ke apartemennya sendiri.

Aku hanya tersenyum menanggapi lalu berjalan menuju unitku.

***

Sepertinya bang Hose sudah tidur, mengingat sekarang kamar kami dipisah. Demi kenyamananku katanya, karena bang Hose pasti akan berisik dengan komputernya. Sedangkan aku, terbiasa menggunakan laptop. Jadilah akhirnya kami sepakat berpisah kamar, agar unit kami damai sentosa.

Baru saja ponsel nyala kembali setelah dayanya habis tadi, bunyi dari pesan masuk cukup mengagetkan.

DioKyungsoo (2pesan)

"Tumben sekali ia mengirimkan pesan, biasanya kalau urgent tidak peduli waktu telepon," ucapku heran.

DioKyungsoo : Usaha tidak akan menghianati hasil, right?

DioKyungsoo : Dan malam ini Tuhan menjawab semua usahaku, aku mendapatkan hasil penemuan dari kematian Ayahku.

Sungguhkah? Akhirnya pencarian informasi Ayahnya. Semoga juga lekas terjawab semua teka-teki yang telah tersembunyi sekian lamanya itu.

Christian Park : Akhirnya, setelah sekian lama. Kau mendapat celah dari siapa?

DioKyungsoo : Ada seorang informan, maaf aku tidak bisa memberitahukannya.

Christian Park : It's okay. Apakah kau tidak tidur?

DioKyungsoo : Freya tidak bisa dihubungi 😓

Christian Park : Ku rasa lebih baik begitu, karena belum saatnya kau memberitahukan apa yang sedang kau cari.

DioKyungsoo : Mungkin demikian, ah sudahlah. Biarkan dia reda sendiri, aku juga sedang lelah.

DioKyungsoo : Nah, kau istirahat sana. Calon dokter.

Aku terkekeh membacanya, dia selalu seperti itu jika sedang menyuruh sekaligus meledekku. Tidak ada yang berubah meskipun kami berjarak jauh dalam bersahabat, perbedaan waktu dan kondisi yang sering membuat kami secara tidak langsung membuat sebuah koneksi batin semakin bagus.

Aku mengirimkan berita artikel yang sudah kucek di beberapa media eletronik, ini sudah ku lakukan beberapa hari terakhir saat mengetahui bahwa Dio hampir mendapatkan petunjuk baru.

"Kasus suap dalam perusahaan redaksi SBC News. Polisi masih menyelidiki kebenaran tersebut"

Aku mendapatkan artikel ini saat Papa mengirimkan link berita beberapa hari lalu. Untung saja aku berhasil mem-printscreen-nya, jadi tinggal ku kirimkan saja pada Dio. Papa mengirimkan ini karena dahulu juga mengetahui sesuatu yang tidak baik dari beberapa tahun lalu saat menjalin kontrak kerja sama antar perusahaan, beruntungnya kerja sama itu hanya berlangsung selama 6 bulan dan memberikan dampak buruk secara tidak langsung kepada perusahaan Papa.

Kim Min Seok, sudah ku duga seperti artikel yang banyak di bungkam olehnya. Beruntung aku kenal dengan salah satu mantan wartawan senior yang dengan suka rela memberikan informasi gratis ini.

"Halo, Pa."

"Ya, Chim? What happen?"

"Apakah tidak masalah aku mengirimkan informasi ini kepada Dio?"

"Tidak apa-apa, toh kau juga tahu kan apa yang terjadi dari beberapa artikel yang sudah kau hubungkan dengam semua berita yang lenyap hanya dalam tiga hari itu. Be carefull boy, Papa selalu mengawasi setiap keamanan kalian semua."

Aku mengangguk paham, ini terlalu berisiko dan akan menimbulkan selisih paham di depannya. Entah dengan siapa, tetapi Chris yakin hal ini akan membuat perselisihan.

"Semoga Tuhan melancarkan rencanamu Dio, aku selalu berdo'a untuk keadilan dan keselamatan," ucapku lirih lalu mengklik ikon send pada e-mail.

***

Semua ini adalah awal dari semua. Awal dari menemukan keadilan, awal dari menemukan jalan cerita sebenarnya dan mungkin tanpa di sadari awal mula Chris membuat sebuah luka pada orang yang disayanginya.

***

No lagu-lagu club, enggak dapat inspirasi dari lagu manapun tetapi inilah awal mula kita menuju masalah.. *Jiah masalah..

Udah enggak banyak bicara lagi, akhir kata

THANK YOU, NEXT

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro