✎៚┆Dua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jemari lentik tengah asik mengusap surai selegam arang yang bertengger di atas bantal, tersenyum cerah, begitu manik tertimpuk pada wajah tidur polosnya. Membatin.

'Mengapa orang ini bisa jatuh cinta padaku ya?'

Suara geram dalam nada bariton rendah terdengar dari sang pemuda, sayup-sayup membuka mata, menampilkan iris biru samudra yang sedari tadi tertutup dibalik kelopak.

"Ah--aku membangunkanmu."

[Name] terkesiap, niat hati ingin menarik tangan dari surai legamnya pun terurung. Tercegat, begitu Fushiguro bergegas menahan lengannya. Seraya mendecik manis. Untuk kemudian menarik lengan gadisnya mendekat, menyentuh lebih intens kulit sehalus bayinya, selagi membawa manik sang gadis berlabuh jauh dalam tatapan.

"Terus seperti itu." Fushiguro kembali terbaring pada seprai, memposisikan badan, lantas bertindak meletakkan tangan [Name] pada surai legam arang miliknya. Reflek memejamkan mata, begitu Fushiguro merasa nyaman akan belai candu tangan [Name] disurainya.

[Name] rasa gugup mulai mengikis dadanya perlahan. Mengerti, jika rasa kala ia mencuri kesempatan ditengah lelap Fushiguro tadi berbeda dengan saat ini. Terlebih kala sang pemuda tersebut sadar akan lembut kulit [Name] mengusap surainya, menimbulkan rona yang menjalar semburat pada wajah keduanya.

"Megumi kun gak mau sarapan?" kata terlontar lepas begitu diri merasa tak lagi kuat menahan letupan aneh dalam dada.

"Sebentar lagi [Name]. "

"T-tapi aku gak bisa memasak kalau gini terus." yap, [Name] ingin kabur.

Fushiguro mengadah sebagai jawaban, mengerjap pelan selagi menatap wajah istrinya dengan separuh nyawa. Melihat itu, sang gadis seakan tersedak kerikil gelak dalam kerongkongannya, menahan tawa, begitu diri merasa polos sekali tatapan Fushiguro terhadapnya.

"Kau tertawa apa." ucapan terjeda begitu Fushiguro menguap, "Ada liur di bantalku ya?" lanjutnya.

"Padahal ku kira Megumi itu selalu garang dan ketus." [Name] tertawa dalam rona.

Tawa [Name] berhasil mencuri kurva sang pemuda. Menegakkan badan. Fushiguro memutuskan untuk duduk di atas ranjang selagi menikmati wajah cantik [Name] yang sayup-sayup diterpa sorot mentari pagi.

"Kelihatan kalau menilaiku dari fisik." surai [Name] diusap gemas oleh sang pemuda. "Atau jangan-jangan Itadori yang mengajarimu?" tanya Fushiguro kemudian.

[Name] menggeleng cepat sebagai jawaban, menepisnya, enak saja dikata berguru dengan orang sekocak Itadori. Meskipun pernah membawa suka lantas pergi meninggalkan luka, yang membekas, menganga perih di hatinya, [Name] sadari bahwa ia tak akan pernah bisa membenci Itadori.

Baginya, Itadorilah yang mengajarkan arti kehidupan.

Arti mencintai seseorang tanpa memandang siapa dia. Atau arti menyayangi orang lain lebih dari dirinya.

Itadori adalah pengalaman.

Bagaimanapun akan terus teringat.

"Megumi." gadis itu berbisik dalam desir angin menyapu gorden.

Merasa terpanggil, tentulah sang pemuda menoleh. Bertanya memastikan, "Apa [Name]?"

Senyap dibiarkan meringsek masuk dalam percakapan. Tak ada yang berinisiatif membuka kata, sekedar bertanya atau apa, Fushiguro memilih untuk menanti sedangkan [Name] sibuk mengontrol hati.

"A-aku..."

Menautkan alis, Fushiguro kembali terbawa akan suasana asing yang diciptakan gadisnya. Masih bertanya-tanya dalam angan. Apa yang membuat gadis itu terdiam? Apa yang sedang ia pikirkan? Dan yang terpenting,

"Mau bilang apa?"

Tanpa aba-aba diraihnya kain lengan sang pemuda, mengenggamnya erat seraya menunduk, menyembunyikan wajah penuh rona semburat dalam bayang.

Kemudian berkata,

"Aku mencintaimu."

Manik samudra membulat dalam sepersekian detik, terkejut sekaligus senang, mengetahui gadisnya baru saja mengucapkan kata yang dinanti, menyadari jikalau gadisnya pasti susah payah menguatkan hati, meyakinkan diri, untuk bisa melontarkan kata yang menggetarkan hati seorang Megumi.

Fushiguro tersenyum dalam senyap. Terharu, melengkungkan kurva indah selagi manik menatap penuh makna wajah istrinya.

"Aku lebih mencintaimu. Percayalah itu." untuk kemudian mendaratkan ciuman pembuka hari yang manis pada bibir ranum [Name].

⋆ ✧ ⋆ ✧ ⋆

"Megumi pelukkk."

"...... he?"

"Iya peluuukkkk."

"Haha, manjanya. Iya sudah sini."

⋆ ✧ ⋆ ✧ ⋆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro