✎៚┆Tiga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ah Obaasan!" senyum cerah mengembang selagi tangan melambai-lambai hangat. Menyapa. Kepada ibu penjaga toko bunga di sebelah rumahnya.

"Itadori san! Ohayou! Aduh, pasangan baru terlihat romantis sekali pagi ini." [Name] yang baru saja menyajikan secangkir teh hangat di atas meja menyengir sebagai balasan. Malu-malu melirik suaminya, yang kini berhias peluh setelah hampir setengah jam sibuk menyangkul kebun.

"Terima kasih bibi." sang gadis menjawab samar karena malu.

Manik sang pemuda jambu bergulir, kala pelupuk mata tercuri pada balita yang sedang berjemur ria di halaman.

"Agathis san!" kata sapa terpotong. Setelah diri merasa telah mendapat atensi lawan bicara, ia pun kembali menyambung percakapan. "Bayi mu lucu sekali."

Wanita bermarga Ackerman di sebrang sana tersenyum simpul. Menjawab, "Kalau kau punya mungkin Mikasa bisa bermain bersama, iya kan?" tangan mungil ia genggam kemudian. Di lambaikan. Ke arah keluarga Itadori yang tengah menatapnya dengan gemas.

Levi, selaku sang suami hanya menatap hangat interaksi istrinya dengan tetangga sebrang. Selagi menyesap secangkir teh dengan gaya anehnya, ia kemudian bertindak menimpali kalimat sang istri. "Aku yakin Mikasa akan senang punya teman seumuran."

Itadori tersenyum kikuk sebagai jawaban. Melirik paras cantik istrinya. Untuk kemudian menarik cepat atensi kala tak sengaja bersitatap. Nampak merah padam. Seperti kisah cinta pandang pertama remaja SMA.

[Name] pun sama meronanya. Tatkala diri yang tengah salah tingkah malah menghatuk kaki kursi yang akan didudukinya. Mengaduh. Lantas disusul dengan gelak tawa geli pasang mata yang melihat gemasnya hubungan pengantin baru itu.

"[Name] kau terluka?" bodohnya Itadori malah mendekat prihatin. Menatap dengan wajah cemas tiada dua, untuk kemudian meluncur cepat mengambil kotak P3K di dalam rumah.

Gelak tawa semakin menjadi. Begitu pula Mikasa yang kini ikut terkekeh. Berhias dua gigi mungil menggemaskan, yang mencuat bersama rekah kurva indahnya.

[Name] membatin menatap wajah manis sang balita. Berpikir. Mungkin akan bagus jika mereka memilikinya satu di rumah.

----

"Kamu deket banget ya sama tetangga."

Itadori yang masih menjongkok di hadapan gadisnya pun mendangah sebagai tanggapan. Mengerjap. Selagi diri berusaha untuk mengkoneksikan kembali otak pada percakapan yang di buat oleh istrinya.

"Maksudmu ini-- Cemburu?" Itadori gamblang menjawab.

Ceplas-ceplos ucapannya dihadiahi cubitan kecil oleh sang istri. Yang merasa gemas, terhadap wajah polos Itadori menatapnya.

"Ya pikir ngapain aku cemburu sama tante-tante." gadis itu terkekeh di akhir kalimat.

"Takutnya kamu ngira aku berondong incaran mamah tua." Itadori kembali menjawab gamblang.

"Ha?!" cubit manis langsung berganti menjadi tamparan kecil. Mengaduh. Kini plester yang seharusnya terikat pada ibu jari kaki gadisnya malah merekat di pipi kiri Itadori.

"Aduh! [Name]! Ish kan plester nya nempel."

"Yuuji mah..." [Name] merengek selagi mendekap bantal sofa.

"Bercanda sayang." ucapnya selagi mengecup manis punggung tangan istrinya. Lantas berkata gamblang jikalau,

"Istriku cuma satu, wanitaku cuma kamu. Jadi jangan cemburu ya."

⋆ ✧ ⋆ ✧ ⋆

"Jangan mimisan."

"Apanya?!"

"Mukamu merah gitu loh [Name]."

"Y-y-y-ya kan kamu yang bikin!"

"Hehe, ya udah sini aku tanggung jawab." /mencium bibir/

⋆ ✧ ⋆ ✧ ⋆

Misi---numpang jadi istrinya lipai. h3h3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro