Extra Chapter

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

WARNING : SPOILER⚠


"Oh, kau akan kembali ke jepang?"

"Iyaa, aku diberi waktu libur dua minggu. Pertengahan musim panas nanti aku pulang,"

Oikawa berseru riang di depan layar ponselnya. Menatap [Name] yang tengah mengetik pada laptopnya. Ponsel sang gadis diberdirikan agar bisa mengambil gambar dari samping. Rambut hitam yang kali ini di ombre merah diikat asal.

"Hee, lalu, kapan kau kemari?" Tanggapan bernada datar dari sang pujaan hati membuat Oikawa mengerucutkan bibirnya.

"Sudah kubilang pertengahan musim panas nanti! [Nickname]-chan, bisakah kau menghentikan pekerjaanmu sebentar saja?"

Gadis di seberang telepon masih sibuk membalik-balikan dokumen. Jari lentiknya mengetik keyboard laptop dengan cepat. Hening beberapa detik sebelum [Name] menanggapi.

"Ehm, sebentar, Tooru,"

"[Nickname]-chaaannnn," rengekan dikeluarkan. "Ayolah, kita sudah lama tidak melakukan video call karena terhalang perbedaan waktu dan kesibukan. Bisakah kau hanya fokus padaku dulu?"

Helaan nafas terdengar dari sang gadis berambut ombre merah. Netra emerald melirik pasrah ke arah layar ponselnya, kemudian tangannya bergerak merapikan dokumen dan laptopnya. Gadis itu mengambil ponselnya dan bersandar pada punggung kursi putar.

Lebih baik ia mengikuti perkataan Oikawa sebelum pemuda bernetra coklat itu mulai merengek dengan nada mengesalkan andalannya. [Name] masih sayang telinga.

"Jadi, apa yang mau kau bicarakan?" Tanya [Name].

"Aku ingin pacarku yang manis ini meluangkan waktunya untuk kencan bersamaku," kata Oikawa sambil tersenyum lebar.

"Oke, akan kuluangkan. Ada lagi?"

"Aku ingin mengajakmu ikut acara menginap di villa keluargaku," kata Oikawa.

Pemuda berambut coklat itu beranjak dari kasurnya. Ia mengambil botol minum yang ada di atas meja belajarnya. Oikawa duduk di kursi belajarnya. Air dalam botol diteguk hingga setengah. Tidak melihat gerakan tangan [Name] yang tadinya sedang memutar-mutar pulpen malah menjatuhkannya.

"...uhm, kau bilang apa?" Tanya gadis itu dengan suara pelan.

"Ikut menginap di villa keluargaku. Tenang saja, ada nee-san ku kok! Lagipula aku sudah berjanji pada keluargaku kalau aku akan membawamu," Kata Oikawa.

[Name] menghela nafas. Tangan kanannya bergerak untuk memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut. Dalam hati mengumpati pemuda berambut coklat yang sedang tersenyum polos di layar ponselnya.

Seperti biasa, Oikawa Tooru selalu membuat keputusan seenaknya. Gadis bernetra emerald itu semakin heran dengan fakta bahwa dia sudah lima tahun menjalin hubungan asmara dengan pemuda egois itu.

"Tooru, kenapa kau lakukan itu?" Tanya [Name].

"Hm? Lakukan apa?"

Melihat tampang polos--atau sengaja dibuat seperti itu--milik Oikawa, [Name] kembali menghela nafas. Gadis itu berdecak kesal. Kali ini merutuki diri yang selalu memilih untuk mengalah.

"Bukan apa-apa. Tapi... hahh... Tooru, ini yang terakhir kalinya aku membiarkanmu berbuat seenaknya. Kau dengar?"

Suara datar bernada rendah diakhir kalimat gadisnya membuat Oikawa meneguk saliva kasar. Pemuda itu mengangguk dengan cepat. Netra emerald yang menatapnya tajam mampu membuatnya merinding.

"Iya, aku mengerti. Maafkan aku," sesal Oikawa.

"Sudahlah. Asal kau tidak mengulanginya tak masalah. Beritahu aku detail acara keluargamu itu,"

Oikawa kembali tersenyum riang. Pemuda itu meletakkan ponselnya di meja, bersandar pada dinding. Tangan kanannya menopang wajah tampan yang hampir tak pernah berubah.

"Tenang saja. [Nickname]-chan sudah mendapat free pass menjadi calon nyonya Oikawa kok~"

Perkataan bernada mengesalkan khas sang pemuda mampu membuat wajah [Name] memerah sempurna. Gadis berambut ombre merah itu membuang pandangannya ke samping sambil menutupi area hidung ke bawah dengan punggung tangannya. Sementara Oikawa tertawa puas karena berhasil menggoda sang pujaan hati.

"Tooru, jangan langsung temui aku saat kau tiba di Jepang. Minimal hari ketiga. Jangan temui aku sebelum hari itu,"

"Eeehhh, tidak bisa begitu! [Nickname]-chan kau jahat sekali. Kita sudah tidak bertemu selama dua tahun lhoo,"

"Tahun kemarin itu salahmu,"

"Tapi [Nickname]-chan juga tidak bilang kalau sedang di Amerika,"

"Aku sudah bilang kalau aku sibuk,"

"[Nickname]-chaaann, kumohon. Aku akan menjemputmu langsung setelah aku mendarat di bandara,"

"Tidak mau. Laporanku ada yang belum selesai karena kau mengajakku video call disaat kerjaanku menumpuk,"

"Aku hanya ingin bertemu sebentaaar saja ya? Aku sangat merindukanmu. Ingin melihat wajah cantikmu secara nyata. Ingin memelukmu, menci--"

"--jangan menemuiku sampai hari keempat,"

"[NICKNAME]-CHAAN!!"

[Name] hanya mengangkat bahu tanda tidak peduli dengan rengekan sang pemuda. Oikawa hanya bisa mengerucutkan bibirnya tanda merajuk. Dalam hati menyesali perbuatan jahilnya yang bermaksud menggoda [Name]. Padahal tahu pasti jika sang gadis bernetra emerald tidak suka digoda.

"Jadi, berapa hari acara keluargamu itu?" Tanya [Name], melanjutkan topik yang sempat terjeda.

"Hanya dua hari. Setelah itu aku ada acara menginap di penginapan tradisional bersama mantan anggota klub voli Seijoh selama dua hari. Tenang saja, hari terakhir nanti aku akan menghabiskan waktu denganmu,"

[Name] mengangguk paham. Gadis itu bergerak untuk keluar dari kamarnya, berjalan menuju ke dapur. Tangan kanannya yang bebas membuka pintu kulkas dan mengambil sekotak susu strawberry.

"[Nickname]-chan, kau mau oleh-oleh apa?" Tanya Oikawa.

"Tidak perlu. Cukup kau benahi saja kelakuanmu yang kekanakan itu," kata [Name]. Gadis itu menyeruput susunya sampai tiga tegukan.

"Jahat sekali!"

[Name] melirik jam yang ada di ruang tengah, lalu menatap wajah Oikawa pada layar ponselnya. Sang pemuda masih tampak tersenyum tipis. Senang mengamati wajah cantik gadisnya.

"Tooru, aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku. Bisa kita lanjutkan nanti?" Kata [Name].

"Ah, baiklah,"

Video call mode diganti dengan voice call mode. Keduanya langsung menempelkan ponsel pada telinga.

"Besok aku juga sudah mulai latihan intensif. Jadi mungkin akan sulit menghubungiku. Sudah larut malam, aku akan tidur. Daaahh, [Nickname]-chaaann. Lov--"

"--tunggu, Tooru,"

Sang gadis berambut ombre merah memotong kalimat Oikawa. [Name] menggigit bibirnya. Merasa ragu dengan keputusaanya. Tapi ingin membalas godaan kekasihnya yang tadi.

"Ada apa?" Tanya Oikawa saat [Name] tak kunjung berbicara.

"...sleep tight, darl,"

Panggilan langsung diputus setelah [Name] mengatakan itu dengan suara pelan. Gadis itu menutupi wajahnya yang memerah dengan telapak tangan. Merasa malu sendiri.

Sedangkan Oikawa sudah membenturkan kepalanya pada meja belajar dengan wajah merona. Pemuda itu menatapi lockscreen ponselnya yang menggunakan foto mereka saat jalan-jalan ke Kyoto tiga tahun lalu. Dirinya yang sedang merangkul [Name] dan tersenyum bersama.

Sial, gadisku manis sekali!

Kediaman Oikawa dipenuhi suara gedebak-gedebuk. Pelakunya tentu saja seorang pemuda berambut coklat yang dari tadi bolak-balik dari kamarnya di lantai atas ke pintu luar. Sang ponakan yang sekarang menginjak jenjang SMP hanya sweatdrop.

"Kaa-chan, lihat jam tangan hitamku tidak?"

Ibunya yang sedang sibuk didapur hanya bisa menggeleng melihat anak bungsunya yang sudah ribut dipagi hari. Pemuda itu terlihat merapikan dan mengecek penampilannya setiap melewati kaca--menatap pantulan diri.

"Ada di laci meja belajarmu. Kau mau ke mana sampai mengecek kerapian berkali-kali? Ada yang mau menyidakmu?"

"Kaa-chan, aku sudah lulus sekolah!"

Ibu Oikawa membalasnya dengan tawa. Takeru yang sedang mengerjakan tugas di ruang tengah dan mendengar percakapan itu ikut berceletuk.

"Mau ketemu [Name]-nee kan? Tooru, aku tidak percaya bisa melihatmu se-bucin ini. Padahal dulu kau sering gonta-ganti pacar,"

"Takeru, kau diam saja. Anak kecil tidak akan tahu urusan orang dewasa!" Balas Oikawa sambil menunjuk-nunjuk ponakannya.

"Sudah-sudah. Kau jemput saja [Nickname]-chan. Kita akan berangkat jam sebelas nanti," kata ibu Oikawa.

Oikawa mengangguk. Pemuda itu mengambil kunci mobil di atas meja ruang tengah. Kemudian melaju ke rumah gadisnya dengan menaiki mobil putih miliknya yang ditinggal di jepang.

Oikawa segera menekan bel rumah keluarga [Lastname] setelah ia sampai di depan rumah [Name]. Pemuda itu tersenyum senang. Tidak sabar untuk melihat wajah cantik kekasihnya.

"Ara, Tooru-kun?" Ibu [Name] yang membuka pintu tersenyum lembut menyapa pemuda itu.

"Mama," sapa Oikawa sambil membungkuk.

Wanita berambut coklat bernetra emerald itu mempersilahkan Oikawa memasuki kediaman [Lastname]. Pemuda berambut coklat itu mnghampiri ayah [Name] yang sedang duduk menonton berita di ruang tengah.

"Papa,"

"Tooru-kun ya? Kau pulang?"

Oikawa mendudukkan diri di sebelah calon mertua. Pemuda itu tersenyum sambil menyerahkan dua totebag berisi oleh-oleh dari Argentina. Ayah [Name] menerimanya.

"Hehe, iya pa. Tooru mau minta izin membawa [Name] liburan, boleh ya?"

"Oh, jadi ini sogokan untuk menculik putriku?" Kata ayah [Name]. Tangannya mengintip isi totebag.

"Bukan menculik. Masa' wajah tampan bak pangeran negeri dongeng begini dibilang penculik? Tooru bahkan datang baik-baik minta izin pada papa,"

Oikawa menampilkan wajah memelas andalannya. Ayah [Name] tertawa. Ibu [Name] hanya tersenyum sambil menaruh tiga gelas teh di atas meja.

"Papa, tolong jangan biarkan Tooru bersikap kekanakan,"

[Name] turun dari kamarnya di lantai dua. Gadis itu mengenakan kaos lengan pendek berwarna putih dan celana jeans selutut. Rambut ombre merahnya diikat menyamping. Ia menatap Oikawa dengan pandangan tak suka.

"Sudahlah [Name]. Kau sendiri yang tidak mau bermanja-manja dengan papa sejak memasuki bangku SMA," kata ayah [Name].

[Name] hanya mendengus mendengar perkataan ayahnya sendiri. Gadis itu bahkan masih tidak percaya kalau orangtuanya mudah sekali akrab dengan Oikawa. Padahal waktu bertama kali bertemu orangtuanya tiga tahun yang lalu, pemuda berambut coklat itu sampai berkeringat dingin dan sangat pucat karena takut dibenci.

Setelah berbincang-bincang selama lima belas menit, [Name] dan Oikawa pamit untuk segera pergi. Kedua orangtua [Name] mengantar sampai pintu depan. Oikawa mengambil alih koper milik [Name] untuk ditaruh di bagasi mobil.

"Baik-baiklah dengan keluarga Tooru. Jangan nakal," kata ayah [Name].

"Aku tidak nakal, pa,"

"Perbanyak senyum jangan lupa,"

Kening [Name] disentil oleh ibunya. Sang gadis meringis, kemudian mengangguk paham sambil mengerucutkan bibirnya. Sang ayah hanya tertawa sambil mengelus puncak kepala putrinya.

"Tooru dan [Name] pergi dulu ya," pamit Oikawa.

"Hati-hati,"

Dengan begitu, mobil putih milik Oikawa Tooru melaju dengan kecepatan sedang menuju daerah Akita.

"[Nickname]-chan, berikan tanganmu,"

[Name] menoleh ke arah Tooru yang sedang mengulurkan tangan kirinya. Mengemudi dengan satu tangan. Gadi itu menggeleng pelan.

"Untuk apa? Jangan macam-macam. Kau sedang menyetir,"

"Aku hanya ingin menggenggam tanganmu. Aku sudah menepati janji untuk tidak menemuimu sampai hari keempat. Dan lagi, tidak mungkin aku memelukmu di depan orangtuamu. Sekarang aku sedang menyetir, jadi aku hanya bisa menggenggam tanganmu,"

[Name] menghela nafas saat melihat Oikawa mengerucutkan bibir. Pemuda itu sesekali melirik ke arah sang gadis yang masih mengabaikan uluran tangannya.

[Name] mendengus. Tangannya bergerak menerima uluran tangan Oikawa. Sang pemuda berambut coklat tersenyum senang. Ia bahkan masih bisa mengendarai dengan baik walau sambil menggenggam tangan gadisnya.

Sesekali pemuda itu menciumi punggung tangan gadisnya saat berhenti di lampu merah. Membuat [Name] merona namun tak bisa melepaskan genggaman karena jari-jemari Oikawa yang bertaut erat. Gadis itu hanya bisa pasrah menerima perlakuan cringe kekasihnya.

Sesampai di villa milik keluarga Oikawa, [Name] langsung dipeluk erat oleh ibu sang pemuda. Gadis itu hanya bisa tertawa saat ditanyai kenapa jarang mampir ke rumah.

"Mama dan papamu sehat?" Tanya ayah Oikawa pada [Name].

"Sehat kok. Tou-san sendiri?"

Ayah Oikawa menggeleng pelan. Kemudian menghela nafas pasrah sambil melihat ke arah Oikawa yang tampak speechless saat tersiram lampu taman yang menyala sesuai timer di halaman depan. [Name] menertawakan kelakuan bodoh sang pacar di dalam hati.

"Semakin stress saat melihat kelakuan kekanakan Tooru yang tidak pernah berubah," kata ayah Oikawa. [Name] mengangguk setuju.

"Tou-chan, aku tersiram!" Ucap Oikawa sambil menghampiri kedua orangtuanya dan [Name] yang tengah melihatnya dari teras.

"Langsung ganti bajumu, jangan malah melapor," balas ayahnya.

"Tooru, jangan lewat sini. Kau lewat pintu belakang saja agar lantainya tidak banyak yang basah," tambah [Name].

"Jangan lupa di pel ya lantai yang basah, kalau kau sudah selesai ganti baju," kata ibunya.

Pemuda itu membuang muka dan pergi menuju pintu belakang. Dengan tangan bersidekap dan bibir mengerucut. Sang ayah hanya bisa menghela nafas pasrah dengan kelakuan anak bungsunya.

"Maafkan Tooru ya, [Name]," kata ayah Oikawa.

"[Name] sudah biasa. Tou-san tenang saja," kata gadis berambut ombre merah itu.

Sorenya, mereka memakan barbeque di halaman belakang villa. Sesekali melemparkan candaan. [Name] cukup merasa lega karena keluarga Oikawa menyambutnya dengan hangat.

"[Name]-chan, bisa tolong gantikan aku menjaga Yura-chan? Kau sudah memanggang sangat lama. Biar aku gantikan," kata Sawako--kakak perempuan Oikawa.

"Ah, aku tidak apa-apa, nee-san," balas [Name].

"Sudahlah. Kau istirahat saja. Tolong jaga anakku ya," kata Sawako sambil menyerahkan Yura.

[Name] hanya mengangguk sambil menerima balita perempuan berusia tiga tahun itu. Gadis itu memilih untuk duduk di bench yang ada di bawah pohon rindang. Memilih untuk memperhatikan kelakuan Oikawa yang sedang menjahili Takeru.

"Toou, nii,"

Gumaman Yura membuat [Name] menunduk melihat ekspresi sang balita. Yura tengah tertawa sambil menunjuk-nunjuk Tooru dan Takeru yang sedang berlarian saling kejar karena Tooru mengambil consol game milik ponakan laki-lakinya.

"Yura-chan mau bermain dengan nii-chan?" Tanya [Name]. Sang balita mengangguk riang.

"Uh-um! Yuua ikut!" Katanya.

Terkekeh kecil, [Name] berniat untuk memanggil Takeru dan Tooru. Namun tak jadi karena keduanya berlari ke arah mereka. Dengan cepat Tooru bersembunyi dibalik punggung [Name].

"Tooru, kembalikan consol game ku!" Pekik Takeru.

Bocah SMP itu berdiri tepat di depan [Name]. Sedangkan Tooru malah memanas-manasi dengan menjulurkan lidah. Takeru semakin naik pitam. Padahal ia hampir menang tadi.

"KEMBALIKAN!!" Teriakan Takeru membuat Yura menangis takut.

[Name] panik. Gadis itu berdiri sambil menggendong sang balita. Menepuk pelan punggung Yura. Mencoba menenangkannya.

"Tidak apa-apa, Yura-chan. Nii-chan mu memarahi paman Tooru kok. Bukan memarahimu. Tidak apa-apa, jangan menangis ya," kata [Name].

Gadis itu melirik tajam ke arah sang kekasih yang sedang tertegun di belakangnya. Oikawa dan Takeru meneguk saliva saat melihat kilatan tajam di netra emerald gadis itu. [Name] mengucapkan kata 'cepat minta maaf' tanpa suara.

Oikawa langsung menghampiri keduanya. Kepala Yura di elus pelan. Begitu juga dengan Takeru. Bocah itu menggenggam lembut tangan adik kecilnya.

"Yucchan maafkan aku ya. Jangan menangis lagi. Nanti cantiknya hilang lho," kata Oikawa.

"Yura, maaf ya. Nii-chan salah. Maaf ya," kata Takeru.

Takeru mengusap air mata yang mengalir di pipi tembam adik perempuannya. Tangisan Yura mulai mereda. Namun balita itu masih tampak sesenggukan.

Tooru kembali mengelus puncak kepala Yura. Kemudian dikecup pelan. Pemuda itu mengambil alih ponakan perempuannya dari tangan [Name]. Kemudian membawanya ke arah pohon di belakang bench.

"Yucchan, lihat. Ada burung yang sedang tidur," kata Oikawa sambil menunjuk ke arah sarang burung di salah satu daun.

Yura berhenti menangis. Balita itu mendongak. Mengamati batang-batang yang ada di atas sana. Namun ia tidak menemukan apapun di batang pohon tersebut.

"Tidak ada. Yuua tidak lihat!" Katanya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ada kok. Di batang yang itu,"

Oikawa kembali menunjuk batang yang dimaksud. Pemuda itu mengangkat Yura lebih tinggi agar bisa melihat sarang burungnya.

"Ada! Kawaii," kata Yura sambil bertepuk tangan.

"Deshou?" Oikawa terkekeh.

Orang tua Oikawa, Sawako, dan suaminya melihat mereka dengan senyum mengembang. Ayah Oikawa menghela nafas lega. Mengetahui itu, istrinya tertawa pelan. Sawako dan suaminya hanya saling melempar senyum.

"Padahal aku sempat khawatir dengan sifat kekanakan Tooru. Tapi sepertinya tidak masalah ya," kata ayah Oikawa.

"Yah, syukurlah Tooru mempunyai [Nickname]-chan yang bisa diandalkan," balas ibu sang pemuda.

Keesokan harinya, [Name] terbangun jam empat dini hari. Gadis itu berjalan menuju balkon kamarnya. Menghirup udara segar pagi hari dalam-dalam. Kemudian menoleh ke arah balkon sebelahnya ketika mendengar suara pintu kaca yang tergeser.

"[Nickname]-chan? Kau sudah bangun? Pagi sekali," kata Oikawa.

"Aku terbangun, bukan memang ingin bangun sepagi ini,"

"Oh, begitu,"

Keheningan kembali melanda. [Name] masih betah melihat hamparan langit malam. Sedangkan Oikawa sudah menopang kepala dengan tangan kanannya sambil memperhatikan wajah manis gadisnya.

"Nee, [Nickname]-chan. Apa kau mau jalan-jalan sebentar?" Tanya pemuda berambut coklat tersebut.

[Name] menoleh cepat. Gadis itu tidak langsung menjawab. Sepuluh detik kemudian, ia mengangguk setuju. Oikawa tersenyum senang.

Keduanya berjalan keluar dari villa dengan tangan yang saling bertautan. Udara dini hari pada musim panas tak membuat keduanya kedinginan. Mereka berjalan santai pada jalan setapak yang cukup sepi.

"[Nickname]-chaaaann,"

Sifat manja Oikawa kumat lagi. Pemuda itu menerjang gadisnya dengan pelukan erat. [Name] tersentak kaget, namun membiarkan pemuda bernetra coklat itu menenggelamkan kepala dibahunya. Menghirup dalam aroma parfum sang gadis yang tak pernah berubah.

"Kangen,"

"Kangen,"

"Kangen," mendengar rengekan Oikawa, [Name] menghela nafas.

"Iya, aku juga,"

Gadis itu balas memeluk kekasihnya. Ikut menenggelamkan wajah pada bahu tegap milik Oikawa Tooru. Senyum tulus terukir pada wajah tampan pemuda itu.

"...kau mau pelukan sampai kapan? Sudah lebih dari tiga menit," celetuk [Name]. Pelukan dipererat.

"Lagi dua menit,"

Lima menit terlewati, Oikawa akhirnya melepas pelukannya. Pemuda itu menangkup wajah manis [Name]. Mengelusnya pelan dengan ibu jari. Ia menunduk untuk mengecup cepat permukaan bibir gadisnya.

"Aku mau bertanya serius," kata Oikawa.

"Ada apa?"

"[Nickname]-chan mau ikut denganku ke Argentina kan? Aku sudah pindah kewarganegaraan, dan menjadi pemain voli Argentina. Aku tidak bisa kembali menetap di Jepang,"

[Name] terdiam mendengar penuturan Oikawa. Dielusnya sisi wajah sang pemuda yang terlihat sedih. Netra coklat menatap dalam ke arah netra emerald.

"Aku tidak mau LDR lebih lama lagi," lanjut pemuda itu sambil mengerucutkan bibirnya

"Kenapa kau bertanya begitu? Tooru, kau mulai bosan?" Tanya [Name]. Oikawa menggeleng cepat.

"Tentu saja tidak!" Tubuh mungil [Name] kembali dipeluk, "Mana mungkin aku bosan denganmu," gumamnya tepat disebelah telinga sang gadis.

"Lalu?"

"...memangnya [Nickname]-chan mau LDR-an dengan suami?"

[Name] mengerjapkan matanya saat mendengar lirihan samar sang pemuda berambut coklat. Diliriknya telinga Oikawa yang memerah. Gadis itu ikut merona, pandangan kembali dialihkan.

"Kau... melamarku?" Tanya [Name].

Oikawa hanya menjawabnya dengan anggukan. Sang gadis bernetra emerald mulai bingung harus menanggapinya bagaimana.

"...kupikir kau tipe orang yang melamar di restoran mahal dengan sebuah cincin berlian?" Ujar [Name].

"Aku memang berniat begitu. Tapi kalau kau tidak siap dan menundanya, aku pasti akan malu sampai tujuh turunan," jawaban Oikawa membuat [Name] mendengus geli.

"Kemana perginya kepercayaan diri yang menyebalkan itu?" Kekeh sang gadis berambut ombre merah.

"Hilang. Kalau soal perasaan, aku tidak berani sepercaya diri itu,"

[Name] melepaskan pelukannya. Menatap dalam netra coklat milik Oikawa. Membiarkan degup jantungnya yang berpacu cepat. Dua menit tenggelam dalam keheningan, [Name] berdeham.

"Uhm, aku... harus menjawabnya?"

"Tentu saja!"

Similir angin mengibaskan rambut mereka dengan lembut. Keduanya tidak peduli kalau kini mereka tengah berdiri diam di tengah jalanan sepi dengan sawah di sisi kanan dan kirinya. [Name] menoleh ke arah matahari yang mulai menampakkan diri.

"Aku akan mengikutimu kok. Ayahku memiliki satu perusahaan di Argentina. Tidak sebesar yang di Jepang dan di Amerika sih, tapi aku bisa mengambil alih yang itu," jawab [Name].

Oikawa menoleh dengan cepat ke arah gadisnya. Pemuda itu kembali memeluk [Name] sambil mengembangkan senyum senang. Kekehan bahagia Oikawa mengalun indah di telinga sang gadis berambut ombre merah.

Saat pelukan dilepaskan, [Name] menyadari sebuah kalung emas putih berbentuk ornamen bunga dengan berlian di beberapa sisi. Sang gadis menggenggam liontin kalungnya, kemudian beralih menatap Oikawa yang sedang tersenyum lebar.

"Setelah turnamen nanti, tunggu lamaranku ya," katanya sambil mengelus pipi kiri [Name].

"...kutunggu," gadis itu mengangguk dengan netra emerald yang berkaca-kaca.

Oikawa tertawa lembut saat melihat wajah terharu gadisnya. Pemuda itu mencondongkan tubuhnya, menarik tengkuk [Name], kemudian membawanya pada ciuman panjang.

~~~Fin~~~


K--Aii : 3k words nih dah puas belom klean?

Buat voment-nya tENCUU GUUYYSSS 😭♡♡♡ Book ini resmi tamat yaa. Kuroo ver. dah ku publish tuh. Cek di work aku aja.

Tapi mungkin aku bakal jarang up karena makin sibuk di rl 😳😖 Liburan kapan si? 😭😭

Pokoknya makasih banget udah meninggalkan jejak di work akuu love uuu♡♡

With♡,

Aira K.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro