san jū - ichi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sorry for typos, tandain aja kalau ketemu, nggak juga gapapa. Thank you..

Enjoy...

-------------------

Mira menatap keduanya dengan tatapan tajam penuh curiga. Di sampingnya, Theo menyeruput kopinya dengan santai. Flo sudah meninggalkan ruangan yang hawanya sudah seperti tempat pertempuran ini dengan dalih ingin menidurkan May, sementara Theo tidak mungkin mau melewatkan momen ini.

"Jadi kalian berdua benar-benar pacaran." Itu bukan pertanyaan, tapi Ayu mengangguk membenarkan.

Lalu Mira menyipit saat melihat Sigit.

"Kamu bukannya playboy ya?? Saya ngikutin berita kamu sampai saya puyeng sendiri. Ntar sama artis inilah, ntar sama model itulah. Kenapa sekarang tiba-tiba malah sama keponakan saya??"

"Tante, saya cinta sama Ayu. Saya-"

"Tante nggak tahu kata cinta buat kamu sepenting apa. Terlalu banyak orang di dunia ini yang ngomong cinta dengan terlalu mudah, sampai nggak ada artinya lagi. Sorry, tapi Tante susah percaya itu kalau keluar dari mulut playboy kayak kamu."

Ayu menggenggam tangan Sigit di bawah meja, berusaha menguatkannya.

Tuh kan? Nggak hanya gue yang nganggap reputasi dia super jelek. Sulit, sulit, batin Ayu.

Sigit membalas genggaman tangan Ayu, dan kembali bicara.

"Saya tahu saya berbuat banyak kebodohan di masa lalu. Tapi saya akan buktikan kalau saya nggak main-main sama Ayu."

Mira menatap Sigit curiga, lalu mengalihkan pandangannya pada Ayu.

"Tante pikir kamu malah dekatnya sama William lho. Tante hampir jantungan dengar berita kamu malah jadian sama Sigit Petir."

Ayu nyengir, sementara dalam hati menahan diri untuk memaki karena tangan Sigit tiba-tiba meremasnya erat sampai rasanya sakit.

Nih orang kenapa coba? Batin Ayu kesal.

"Yah, hati nggak bisa dipaksa kan, Tan? Sukanya sama yang ini, gimana dong?"

Mira mendengus keras, lalu menyeruput teh di hadapannya.

Dirinya masih ada rasa tidak rela, keponakannya malah pacaran dengan playboy cap ikan asin yang terkenal itu. Oke, dia artis, dia anak band, terkenal, ganteng, ramah, tapi tetap saja playboy. Manusia brengsek yang harus segera dimusnahkan dari bumi.

Mira lupa, putranya sendiri dulunya juga brengsek.

Tapi melihat raut wajah mereka berdua yang kelihatan bahagia, Mira merasa harus memberi mereka izin, dengan pengawasan ketat tentunya. Dia tidak mau keponakannya dimanfaatkan dan sakit hati karena playboy itu.

Ayu dan Sigit pun ikut menyesap teh di hadapan mereka, melihat Mira yang mulai rileks.

"Tante punya satu pertanyaan lagi," kata Mira sambil meletakkan cangkir tehnya. "Kalian belum have sex kan?"

Ayu langsung menyemburkan teh yang ada di mulutnya.

***

Mira tertawa bahagia sambil menepuk punggung Sigit. Begitu tahu keponakannya belum terjamah, perlakuan Mira kepada Sigit langsung berubah seratus delapan puluh derajat.

Lalu sekarang mereka malah asik mengobrol macam-macam, sementara Theo menekuk wajahnya kesal. Keinginannya melihat Sigit dimarahi ibunya gagal total.

Ayu duduk bersila di sebelah Sigit, tidak ikut dalam percakapan Sigit dan Mira, malah sibuk berbalas pesan dengan Liam.

Liam : km pindah dr apartmn?

Ayu : ya. Udh liat berita?

Liam : udh. Akhirnya kln pcrn jg ya.

Ayu : hehe.

Liam : jd tgl dmn skrg?

Ayu : rmh Theo. Btw, knp nyari aku?

Liam : mau kasih oleh2

"Chat sama siapa-" tanya Sigit sambil mengintip layar ponsel Ayu, dan berdecak saat melihat nama yang tertera di layar.

"Dia lagi, dia lagi. Ngapain sih kalian chat-chat gitu? Banyak banget yang diomongin."

Ayu terkekeh geli.

"Cemburu?"

"Nggak. Biasa aja."

Ayu kembali terkekeh, dan mengecup pipi Sigit.

"Lucu deh kamu kalau merajuk gini."

"Yu, cium di pipi itu nggak afdol. Bibir dong."

"Ehm!!"

Keduanya menoleh dan Theo menatap Sigit tajam. Sigit langsung menarik nafas panjang sementara Ayu tertawa.

"Kok lo di sini sih? Nggak ikut nyokap lo nyamperin Flo ke kamar aja? Gih, sana. Gue mau pacaran."

"Nggak. Lo nggak boleh dibiarkan berduaan."

Baru Sigit akan menyahut, tiba-tiba baby sitter May datang mendekati mereka.

"Pak, dipanggil Ibu ke kamar."

Theo berdecak, namun beranjak juga dari tempat duduknya. Matanya menatap Sigit penuh peringatan.

"Sus, bawa May main di sini aja. Biar setannya nggak berani macem-macem di sini."

Lalu Theo beranjak pergi dari sana, dan Sigit merengut.

"Nggak asik banget si Theo."

"Mau liat kamar aku di sini?" tanya Ayu tiba-tiba, dan Sigit langsung menoleh terkejut.

"Mau. Yuk," kata Sigit langsung, dan Ayu tertawa geli.

"Semangat banget kamu."

"Asal bisa kabur dari CCTV sialan itu, aku mau deh, Yu."

Ayu tertawa makin keras, lalu menggandeng Sigit ke lantai dua.

***

Begitu masuk ke dalam kamar Ayu, Sigit langsung memeluk pinggang Ayu dan menciumnya.

"Tunggu- tunggu-"

Ayu buru-buru memundurkan wajahnya, sementara Sigit terus maju, sampai akhirnya Ayu terhimpit antara Sigit dan dinding.

"Lho, kenapa kamu mundur terus??"

"Aku ngajak kamu ke sini bukan buat ini."

"Lho? Ngapain dong?"

Wajah Sigit mendekat pada Ayu, saking dekatnya sampai-sampai Ayu bisa melihat garis abu-abu yang membingkai iris Sigit.

"Ngobrol. Biar lebih tenang."

"Cium dulu sekali."

"Git..."

"Aku kangen..."

Ayu menghela nafas, dan melirik pintu.

"Tutup pintu dulu."

Sigit menarik nafas, namun melepaskan Ayu untuk menutup pintu kamar, tak lupa sekalian menguncinya.

Baru saja Sigit berbalik, Ayu sudah berdiri di hadapannya, dan memeluk pinggangnya. Ayu berjinjit dan mengecup bibir bawah Sigit.

"Udah."

"Belum," tolak Sigit, melingkarkan lengannya pada pinggang Ayu dan menariknya melekat, lalu menunduk untuk menciumnya.

"Kamu pendek banget."

"Jangan ingetin aku sama hal yang paling aku nggak suka dari diri aku. Gara-gara itu si Theo panggil aku upil-"

Sigit menangkup bokong Ayu dan mengangkatnya, lalu menyenderkannya ke dinding, sebelum kembali membungkam mulutnya yang masih mengoceh dengan ciuman panjang.

Sigit baru melepaskan Ayu saat mereka berdua kehabisan nafas, dan terkekeh geli sambil menatap bibir Ayu yang merekah merah.

"Bawel banget kamu."

"Kayak kamu nggak bawel aja."

"Sama dong kita."

Ayu tertawa, dan Sigit ikut tertawa. Sigit mengecup bibir Ayu sekali lagi, lalu menurunkannya, dan Ayu kembali berdiri.

"Jadi mau ngobrol apa?"

"Apa aja. Kalau kita mau ini berhasil, kita harus sering komunikasi kan?"

Ayu mendekati pintu dan membuka kuncinya, sebelum duduk bersila di atas ranjang, dan Sigit mengikutinya.

"Ngapain kamu buka kuncinya?"

"Biar kalau dicariin, mereka bisa liat sendiri kalau kita nggak ngapa-ngapain selain ngobrol."

Sigit mengangkat bahunya, dan menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang, sementara Ayu menghadapnya.

"We barely know each other, actually," kata Ayu.

"Nggak juga. Kita kan udah tahu masa lalu masing-masing. Kamu tahu semua temanku, aku juga tahu temanmu."

"Ya, aku kan mau tahu gimana kamu pas sekolah, terus pas kuliah. Lalu aku juga mau tahu pendapat kamu tentang aku, tentang pacaran, tentang-"

"Woahh, tunggu, sabar, satu-satu kali."

Ayu tampak berpikir keras. Lalu dia menatap Sigit dengan wajah serius.

"Oke, satu-satu. Menurut kamu, aku cantik nggak?"

Sigit menelengkan kepalanya, bingung dengan pertanyaan Ayu.

"Cantik. Kenapa kamu nanya gitu?"

"Secantik apa? Kenapa kamu bisa cinta sama aku? Apa karena aku nggak mau kamu tidurin?"

"Oke, oke," kata Sigit sambil mengangkat tangan. "Ini pertanyaan kamu kenapa aneh banget deh. Nggak ada pertanyaan lain ya?"

Ayu nyengir.

"Habisnya aku penasaran. Kok bisa-bisanya kamu bertahan sama aku, padahal aku nggak bakalan mau ngasih kamu itu sebelum nikah."

Bukannya mereka sudah pernah membicarakan ini ya?? batin Sigit bingung.

Apa Ayu lagi aneh, atau emang semua perempuan kayak begini??

"Ya, aku juga nggak tahu. Aku tahunya aku cinta sama kamu, jadi aku bakal usaha lakuin apapun supaya bisa sama kamu, walaupun aku harus nahan diri."

Ayu menyunggingkan senyum lebar, wajahnya merona. Lalu tiba-tiba dia naik ke pangkuan Sigit, dan menyenderkan kepalanya di bahu Sigit.

"Aku sayang sama kamu."

Sigit mengernyit bingung.

Kenapa Ayu kayak lagi kesurupan ya??

***

Pertanyaan Sigit terjawab, saat malamnya, Ayu mengeluh sakit perut dan meringkuk di sofa, menempel pada Sigit.

Flo yang sedang duduk di sisi lain sofa bersama Theo - mereka berempat sedang menonton film bersama di rumah Theo - langsung menoleh saat mendengar Ayu terus-terusan menghela nafas panjang.

"Lo kenapa?"

"Itu..."

Flo langsung mengangguk paham.

"Ya udah, lo istirahat aja gih. Gue minta mbak bikinin- lo mau apa? Coklat atau cream soup?"

Ayu berjengit, tidak menyukai saran yang diberikan Flo.

"Teh aja. Thanks."

"Oke. Git, temenin Ayu ke kamar ya. Tar gue samperin."

"Hei-"

"Theo, mereka nggak bakalan aneh-aneh di kamar. Lagipula kalau mereka mau aneh-aneh, udah kejadian kali tadi siang. Udah ah, jangan lebai. Kamu bikin aku jadi bingung."

Flo menggunakan isyarat tangannya untuk mengusir Sigit dan Ayu, lalu berbalik menuju dapur.

Sigit akhirnya menggendong Ayu ke kamar, dan meletakkannya dengan hati-hati di atas ranjang.

"Kamu kenapa? Sakit banget?"

"Aku- err..."

Sumpah mati Ayu malu menyebutnya. Padahal mulutnya bisa dengan lancar mengucapkan sumpah serapah, tapi mengucapkan kondisinya, dia malah malu.

"Kamu hamil??"

Ayu langsung melotot, dan Sigit terkekeh.

"Ya habis apaan dong?"

"Dapet," ucap Ayu nyaris berbisik.

"Apa??"

"Dapet," ucap Ayu sekali lagi, dengan suara sedikit lebih keras.

"Dapet? Dapet apa?"

"Menstruasi. Aduh ah, Sigit lemot banget! Malu tahu nyebutnya."

Sigit tertawa melihat Ayu merajuk, yang langsung menutup wajahnya dengan selimut.

Sigit menarik turun selimut Ayu, dan mengecup ujung hidungnya.

"Oh, dapet. Pantesan kamu aneh seharian."

"Jadi aku aneh???"

"Lumayan," ucap Sigit sambil terkekeh geli, lalu tangannya bergerak mengusap lengan Ayu, namun Ayu justru menyambar tangannya dan meletakkannya di perutnya.

Sigit langsung menegang sempurna, sementara Ayu mendesah pelan, sama sekali tidak sadar dengan apa yang terjadi pada Sigit.

"Tangan kamu hangat banget, enak..."

"Aku bisa bikin kamu lebih hangat lagi, kalau kamu mau," ucap Sigit dengan suara serak.

"Hah?"

Tiba-tiba Sigit menyambar bibir Ayu dan melumatnya dengan terburu-buru, sementara tangannya terus mengusap perut Ayu, makin lama makin naik.

Tiba-tiba kepalanya didorong keras, dan mau tidak mau tautan bibir mereka terlepas. Sigit menatap Ayu bingung, sementara Ayu menatap Sigit sambil merengut kesal.

"Kamu mesum."

"Lho? Kok jadi aku? Kamu yang mesum tahu, tiba-tiba kasih aku pegang perut kamu-"

"Perut aku tuh lagi sakit. Pengen yang hangat. Kamu nyebelin! Udah, keluar sana!"

Sigit menatap Ayu terkejut, sementara Ayu membalikkan tubuhnya membelakangi Sigit.

Jadi selain penakut banget, dia juga moody-an??

Astaga, untung cinta, batin Sigit.

"Yu..."

"Berisik!"

Idih, galak bener.

"Sini aku usapin perutnya lagi ya."

Ayu tidak menjawabnya, hanya kepalanya terus bergerak seperti sedang menggeleng.

"Aku janji nggak macem-macem."

Ayu menoleh perlahan, dan matanya menatap Sigit dengan tatapan curiga, yang terlihat seperti anak kecil yang merajuk.

"Bener?"

"Iya. Janji. Sorry aku kebablasan tadi."

Dan Sigit benar-benar terkejut dengan perubahan mood Ayu yang tiba-tiba. Ayu langsung berbaring menghadap Sigit dan tersenyum senang seperti anak kecil yang mendapatkan apa yang dia mau, lalu dengan manja menarik tangan Sigit ke arah perutnya yang rata.

"Enak..."

"Ya, ya."

Gue bisa gila kalau tiap bulan kayak begini, batin Sigit.

Tbc

Nyante dulu ya, saya belakangan ini lagi nggak mood. Bawaannya capek mulu. Kayaknya gara2 itu, jadilah part ini kayak begini 🙄

Mudah2an pada suka.

Ada yang kangen Liam?

Tadinya mau kumunculin di part ini, tapi tar ah, tanggung. Part depan ya.

See you..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro