❝ dwi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kak."

Oikawa menengok, mendapati seorang gadis dengan marga Iwaizumi berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri. Senyum manis dipasang tipis, mendapati sang kekasih memasang muka jutek berlapis-lapis.

“Hm? Kenapa?” 

Netra coklat [name] menatap kosong, nafasnya berusaha diatur supaya terdengar senormal mungkin. “Komik.”

Beberapa pasang mata mengikuti percakapan keduanya. Gadis itu tengah berdiri di koridor kelas tiga, dengan maksud ingin menemui Oikawa dan menanyakan komik yang belum selesai ia baca. Ponsel cowok itu mati, Hajime juga entah kenapa sulit dihubungi. Makannya mau tak mau, [name] mesti datang sendiri.

“Udah aku ambil kemarin," Jawab Oikawa dengan senyum manis. "Emangnya kenapa? [name]-chan belum selesai baca?”

“Belum,” jawabnya kaku. “Aku ada tugas resensi, hari ini.”

“Mau kubantu cari buku lain?” Tanya Oikawa berjalan sedikit mendekat.

[name] sontak melotot tajam, hatinya berbatin meneriaki Oikawa agar tak  dekat-dekat. 

“Enggak—“

“Loh? [name]?” Seorang perempuan tetiba muncul dari dalam kelas yang sama dengan Oikawa, tangannya menenteng Komik Detective Pikachu yang kebetulan sedang dibicarakan kedua orang itu. “Tumben banget kesini? Ada apa?”

Senyum tipis sontak terpatri pada bibir tipis si perempuan manis, “Kak Kay.”

Namun fokus [name] tak bisa menghindar dari objek yang tengah bertengger pada jemari lentik si kakak kelas cantik. “Er... itu....”

“Ada tugas resensi katanya,” Oikawa menyela. “Tadinya mau pake Komik yang sekarang kamu baca.”

“Oh? Mau dipake?” Si Kakak Kelas menatap penasaran.

“Engg—“

“Nih, ambil aja.”

[name] merutuk dalam hati, bisa nggak sih orang lagi ngomong tuh nggak disela?! Gak sopan!

Tapi ucapan itu ia telan bulat-bulat, pasalnya sejak menginjakan kaki di jenjang SMU memang hidupnya sudah terbiasa di interupsi. Mungkin karena [name] selalu tampak ragu setiap kali ingin mengatakan sesuatu? Jadinya orang-orang menebak lebih dulu.

Helaan nafas terdengar keras, "Beneran boleh-"

"Eeh? Kan kamu belum selesai baca?" Oikawa, dengan tidak elitnya, menyela perkataan sang pacar. "[name] bisa cari buku lain kok."

"Jadinya bisa nggak?" [name] berkata cepat, dongkol. "Kemarin Bu Sri minta laporan awal judul buku yang mau dikasih resensi, gak boleh ganti."

Oikawa sedikit membulatkan mata, tahu bahwa [name] mulai kehilangan kesabarannya. Cowok itu kemudian memasang air muka melas, garis-garis tipis di wajahnya bergerak menampilkan ekspresi yang perubahannya sulit disadari.

"Tapi kalau masih dipake gapapa lah, aku cari buku lain aja. Nanti paling dimarahin dikit."

"[name]-"

"Makasih."

"-chan."

Kay menatap teman sekelasnya melas, "Nahloh marah...."

[name] berjalan tanpa mengindahkan bisikan-bisikan yang terdengar sepanjang dirinya menyusuri koridor kelas tiga. Wajahnya ditebalkan, telinganya ditulikan.

Bodo amat. 

‘Mentang-mentang adiknya Iwaizumi, ganjen banget sama Oikawa.’

‘Ngarep.’

‘Untung Kay orangnya sabar’

‘Gila, kalo gue yang ada di posisi Kay. Udah gue suruh jauh-jauh itu cewek.’

Pulpen yang tengah ia pegang tetiba mengeluarkan suara cetak! Alias, pulpennya patah! [name] mematahkannya dengan kedua tangan sendiri. Berhenti, berbalik sekejap di hadapan tangga. Melemparkan tatapan tajam kepada para kakak kelas yang membicarakannya.

Dèjà vu.

»»——⍟——««

Jadi begini. [Name] dan Oikawa telah berpacaran selama hampir empat bulan. Keduanya setuju untuk diam-diam saja, karena beberapa alasan. Gadis itu sungguhan nggak suka menjadi pusat perhatian, bisa dibilang sih karena trauma.

[name] pernah merasakan gemuruh bahagia dalam dadanya, mendapat pujian serta segala atensi dari teman seumuran. Itu dulu, sebelum pindah ke Aoba Johsai. Saat masih berpacaran dengan seorang Akashi Seijuro. Senyumnya pernah menempel seharian, raut bahagianya pernah tak ditinggalkan. Akashi sekali memperlakukannya sebagai seorang ratu.

Terbuai membuatnya abai. [name] mengalami breakdown saat Akashi bilang ingin berpisah. Mulutnya tak banyak berbicara, pun Hajime diam-diam saja. Takut salah bertindak karena keduanya sama-sama menutup mulut rapat-rapat.

Mengapa? Itu cerita lain kali. Untuk sekarang, [name] cukup senang dengan memiliki Oikawa Tooru disampingnya. Cowok itu bagaikan self-healer portable yang bisa dipasang-copot, kekurangannya mungkin tak bisa dibawa kemana-mana.

Yang membuat rumit adalah, [name] berpacaran dengan Oikawa. Sementara orang-orang menyangka cowok itu punya hubungan dengan teman sekelasnya. Kayken Victoria Reed.

Tentu saja Oikawa dan Kay punya hubungan dekat, mereka juga tak perlu menutup-nutupi interaksi seperti yang [name] dan Oikawa lakukan sehari-hari.

On the other hands, [name] malah menjadi dibenci. Dianggap ganjen karena mendekati laki-laki yang telah dimiliki. Padahal cewek itu selalu berusaha agar orang-orang tak tahu saat dirinya dan Oikawa akan melakukan sesuatu, tapi pasti ada saja sasaeng yang menangkap basah keduanya.

[]

"Kenapa sih?" Hajime mendapati adik satu-satunya memasang raut dongkol.

[name] menatap tajam, "Masa orang nyangka aku pelakor?"

"Hah?! Kamu ngerebut laki siapa emang?"

"Gak tahu!" Gadis itu mendengus kesal, "Lagian kok bisa Tooru se-terkenal itu?"

"Kamu nanya kok bisa?" Hajime memasang tampang melas. Merasa kasihan dengan adiknya sendiri, terkesan melewatkan hal besar dalam hidupnya yang sebentar.

Kok bisa Oikawa Tooru seterkenal itu?

Kok? Bisa?

Oikawa Tooru?

Terkenal?

"Iya." [name] mengerutkan dahi seraya menyalakan televisi. "Maksudku, bandingkan dengan Sei-"

"Ya jauh kalau dibandingin sama Akashi." Hajime menyendok itu es ke mulut, nyuuuuuuut. Geraman rendah terdengar mengguruh, gigi hajime mulai terasa ngilu.

[name] berdeham, "Fansnya Sei nggak ada yang pernah ngatain aku pelakor."

"Ya iyalah. Mana berani mereka." Hajime memutar bola mata kesal.

[]

Kayken Victoria belongs to
KaykenVR

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro