❝ panca

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hal menarik dari anggota Klub Teater adalah- biasanya mereka selalu peka sama keadaan sekitar. Entah itu sifat asli manusia yang seringkali disembunyikan, atau bagaimana cara menghadapi keadaan sulit saat berurusan dengan orang yang kelakuannya kayak silit.

Tapi sayangnya [name] lebih suka main api, taruhan dengan keadaan yang melibatkan tiga hati.

"Kak Matsun," Gadis itu menghampiri seniornya.

Matsukawa yang tengah melakukan pemanasan bersama anggota lain menengok dengan raut bego, "Eh, hai."

Kikuk.

Ada yang aneh.

Cowok itu minta izin keluar dari lingkaran pemanasan sebentar, Oikawa mengiyakan dengan senyum ringan. Turnamen pertama Inter-High, dan [name] datang menemui Matsukawa.

Seorang Iwaizumi [name] yang bahkan tak pernah datang menonton kakaknya bertanding, semenjak kejadian yang melibatkan Tim Teiko semasa SMP, melangkahkan kaki ke dalam gymnasium melawan segala serbuan memori yang memaksa ingin diingat kembali.

Hajime berdeham, menaruh perhatian pada adik perempuannya yang tampak bercanda ringan dengan Matsukawa.

[name] terlihat menahan tawa, sementara Matsukawa memasang ekspresi serius yang kemarin sempat disebut mirip muka bapak-bapak.

Lalu Hajime berbalik menatap Oikawa.

Bagaimana reaksi cowok itu?

"Pamit." [name] berseru singkat saat Hajime masih menatap Oikawa lekat-lekat.

Entah Hajime yang terlalu memperhatikan Oikawa hingga tak sadar adik serta rekannya telah berada di hadapan, atau memang [name] dan Matsun yang menaiki buroq sehingga cepat sekali berpindah tempat.

"Mau dijemput jam berapa?"

Semua anggota Tim menatap kedua orang itu. Matsun mengacak rambutnya pelan seraya menekan-nekan tombol yang ada di ponsel kepunyaan si gadis.

[name] tampak berpikir, "Nanti aku wasaf aja detailnya."

Matsun mengangguk pelan, "Oke. Hati-hati di jalan, sayang."

Satu kata terakhir tampaknya menarik perhatian Oikawa.

"Gak nyangka bakal punya adek ipar bentukan si Issei." Hajime, dengan sengaja, melemparkan kayu bakar pada kebakaran yang baru saja [name] ciptakan.

Matsukawa mengangguk, ikut menyirami bensin hingga asap lebih terlihat mengepul. "Mohon bantuannya, aniki."

"Heeeeh? [name] sama Matsun?" Satu lagi cowok abnormal yang ada di lingkaran pertemanan Hajime ikut menyahut.

"Alhamdulillah, tadinya kalau [name] sama Oikawa aku khawatir anak mereka bakal kena brain damage. Kalau jadinya sama Matsun sih, Insya Allah sehat lahir-batin. Ikut seneng."

Booom.

Hanamaki melemparkan gas LPG pada kebakaran yang [name] buat.

"Berisik!"

Setelah Sang Kapten buka suara, semuanya diam. Pemanasan dilanjutkan tanpa satupun anggota membuat candaan.

Sedikit tidak biasa.

Tunggu, jangan salahkan [name] dulu. Bukan salah gadis itu juga kalau dirinya bosan menjalani hubungan secara diam-diam. Ditambah pacarnya adalah seorang Cassanova sekolah.

Sore hari jalan berdua, beradu tatap kemudian saling lumat berbagi kerinduan. Lalu, keesokan harinya, [name] bahkan tak bisa berbicara dengan Oikawa tanpa menjadi buah bibir remaja gabut yang menambahkan majas hiperbola pada setiap berita yang mereka bawa.

Males.

Tanggapan teman satu tim saat tahu keadaan yang dilalui adik Hajime dan Oikawa selama ini. Mereka bukan tak mau mendukung, cuma, males. Oikawa sama sekali terlihat tidak tegas dalam mengambil keputusan, jauh berbeda dengan yang laki-laki itu lakukan saat berada di lapangan.

[]

"Hah, gila." Izuki menatap [name] skeptis.

Netra coklat menatap datar. Keduanya kemudian saling tatap untuk beberapa saat.

Ya. [name] menghabiskan siang dengan Izuki, sementara sore hari ada janji dengan Matsukawa.

Jangan tanya kenapa gadis itu tak hangout dengan teman perempuannya, karena, ya memang tak punya.

Izuki berdecak pelan. "[name], sumpah deh. Jangan main api."

"Apaan sih?"

Helaan nafas keluar sebagai respon, [name] mengalihkan tatap pada layar ponsel.

Notifikasi Grup Teater.

'Hari ini latihan sore, pada nggak lupa kan?'

"Kamu deket sama Kak Matsukawa, ada tanda kutip kan?"

Izuki Suudon. Takut-takut sepupu tersayangnya melakukan hal yang paling menjijikan dalam sebuah hubungan.

Selingkuh.

Yang awalnya cuma sekedar teman curhat nantinya juga akan berakhir saling dekap. Percaya sama Izuki, semuanya bisa dimaafkan kecuali perselingkuhan.

"Enggak, Shun. Sebatas temen Klub aja." [name] mengibaskan tangan seakan percakapan yang dibawa Izuki terlalu jauh dari kenyataan yang terjadi.

"Kelihatannya lebih dari itu."

Gadis itu bergumam, "He seems nice."

Izuki menghela nafas, gondok. "Jangan, [name]. Aku ingetin sekali lagi. Jangan main sama perasaan orang lain."

[name] tersenyum manis, "Shun. Coba kamu ngomong gitu sama Tooru, atau, Kak Kay. Barangkali mereka mau denger. Aku setan, nggak akan denger saran dari manusia."

"Kalau kamu setan, [name]. Berarti Oikawa Iblis." Izuki semakin terlihat tak nyaman. "Kamu nyuruh aku ngasih saran ke cowok narsis yang lebih peduli sama reputasinya ketimbang perasaan dia sendiri? Ogah."

Yang Izuki katakan, apakah salah?

"Shun," [name] tampak mulai serius. "Dia menyelamatkan aku.

Oikawa memang berada pada posisi bingung. Di satu sisi ia cinta atensi, di sisi lain dirinya juga butuh privasi. Lingkungan hidup tempatnya tinggal sebenarnya sudah mulai tak sehat, terlepas dari voli dan keluarga tersayang. Tapi, diam-diam Oikawa lelah juga.

Ingin fokus pada hobi, perempuan yang ia cintai, serta menghabiskan masa remaja tanpa diikuti kemana-mana. Sayangnya Oikawa belum punya cukup keberanian untuk lebih mencintai diri sendiri dan keluar dari zona nyaman.

Kalau mencintai diri sendiri saja belum bisa, bagaimana Oikawa membantu [name] melalui masa-masa sulitnya?

Guilty pleasure, atau, apa ada yang cukup berani untuk menyebut Oikawa Tooru sebenarnya seorang Masokis?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro