Sequel & Author's Note

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sa tte, kau memilihnya menjadi pengantinmu?”

Pertanyaan dari Chihaya—yang tengah duduk di atas tangki air setinggi tiga meter dari lantai rooftop—dijawab oleh dengusan geli. Kuroo yang sedang duduk pada dinding pembatas rooftop gedung lima puluh lantai itu masih sibuk mengamati sosok gadis berambut coklat kemerahan yang tampak mengerjakan tugas di salah satu apartment di lantai dua puluhan gedung sebelah lewat kaca balkon.

“Pengantin apanya? Bangsa vampir murni yang tersisa di negara ini hanya kita, Chihaya-nee. Istilah ‘pengantin’ sudah kelewatan zaman,” balas Kuroo.

Chihaya merotasikan matanya malas. Netra golden ikut memperhatikan gelagat [Name], mengakui bahwa visualisasi sang gadis berambut coklat kemerahan itu memang eye catching. Kemudian berganti melirik sang adik laki-lakinya yang tengah tersenyum lembut sambari mengawasi sang pujaan hati.

Gadis berambut ombre hijau itu menertawainya dalam hati. Kuroo tampak seperti remaja labil yang baru mengenal apa itu cinta, meskipun umur aslinya yang sudah mencapai dua ratus tiga puluh satu tahun. Chihaya menengadah, menatap bulan purnama yang bercahaya terang.

“Kau mencintainya kan?” tanya Chihaya.

“Iya, sangat.”

“Kalau begitu kenapa kau tak mau mengubahnya?”

Kuroo menggeleng, helaan nafas berat terlontar dari bibirnya. Pemuda itu menatap telapak tangan kanannya, kemudian mengepalkannya dengan erat. Netra hazel kembali menaruh atensi pada sang gadis [Lastname].

“Aku takut dia tak bisa menerima keadaan. Apa kau lupa tentang kejadian seratus lima puluh tahun lalu? Saat kita ingin mengembalikan masa kejayaan kaum vampir, manusia yang kita ubah, semua mentalnya menjadi sangat kacau,” Kuroo mendengus tak suka. Chihaya mengangguk mengiyakan.

“Ah, kau benar. Orang-orang yang tidak terima dirinya bukan lagi manusia, tidak mau meminum darah hingga akhirnya mati kelaparan. Sedangkan orang yang congkak kekuatan merasa bangga karena memiliki kekuatan vampir yang empat kali lebih kuat dari manusia, lalu menimbulkan perpecahan karena mengancam vampir lain yang membuat mereka saling bunuh. Yah, walau kau sudah menumpas habis mereka sih.” Ujar Chihaya.

“Karena itulah aku tak mau mengubahnya. [Name] itu sangat sensitif, kejadian sepele saja mampu membuatnya overthinking. Aku tak mau kehilangan senyumannya,” Kuroo menghela nafas, senyuman tipis yang terlihat miris terukir di wajah tampannya.

“Kami memang tak ditakdirkan bersama.”

Mendengar itu, Chihaya berdecak kesal. Tak percaya kalau adik bar-barnya mampu mengatakan hal seperti itu. Dibenaknya masih teringat jelas bagaimana cara Kuroo melenyapkan seluruh para vampir pembelot. Menyapu bersih daerah itu tanpa ragu, sampai tak tersisa apapun.

“Lalu kau mau apa?” tanya sang kakak. Kuroo terdiam.

“…kurasa aku akan memutuskannya.”

“Hah!? Apa kau gila?” pekik Chihaya tak percaya. Kuroo mengacak rambutnya frustasi. Ia mengerang kesal.

“Mau bagaimana lagi. Aku tak bisa untuk tetap berada di sisinya, sedangkan aku tahu kalau kami tak bisa bersama. Karena itu, sebelum kami berdua jatuh cinta lebih dalam, aku harus mengakhiri hubungan ini.”

Sang gadis bernetra golden menggeleng pelan. Tak habis pikir dengan isi kepala sang adik laki-laki. Padahal saat kerajaan vampir masih ada, Kuroo diramalkan akan menjadi raja paling bijaksana karena otak jeniusnya. Menjadikan pemuda itu seorang pangeran dengan kandidat terkuat yang akan mengambil alih tahta di usianya yang ke-delepan belas tahun.

“Aku tak mau mendengar penyesalanmu lho,” ucap Chihaya. Gadis itu berdiri di atas tangki air, kemudian kembali melirik punggung tegap sang adik. “Pikirkan baik-baik. Aku akan pergi menemui Mark dulu.”

Dalam hitungan detik, sosok Chihaya menghilang. Gadis itu berteleportasi ke tempat tunangannya—seorang vampir berketurunan kanada. Menciptakan angin kencang yang menerbangkan helaian rambut jelaga Kuroo.

Meninggalkannya dalam kesunyian malam, bersama kerlipan bintang yang menghiasi langit hitam.

~°~°~

Kedua sejoli itu menatap punggung mungil berbalut coat merah yang berlari menjauh. Chihaya melepaskan rangkulannya pada lengan Kuroo, kemudian menghela nafas pelan. Netra hazel sang pemuda masih setia mengamati [Name] yang kini resmi menjadi mantan pacarnya.

Wajah Kuroo tampak cemas. Ia menggigit bibirnya, merasa sangat bersalah setelah melontarkan kalimat tajam yang menyayat hati. Dadanya terasa sesak kala netranya menangkap ekspresi tersakiti yang diperlihatkan sang gadis [Lastname]. Batinnya kembali bertanya untuk yang kesekian kalinya, apakah jalan yang dipilihnya ini sudah tepat?

“Aku sudah bilang, aku tak mau mendengar penyesalanmu,” ketus Chihaya.

“…aku tahu,” balas Kuroo.

Sang kakak perempuan hanya bisa berdecak kesal. Gadis berambut ombre hijau itu merogoh sakunya, kemudian menyentuh lengan Kuroo, membawanya berteleportasi ke tempat sepi. Sang pemuda berambut jelaga memekik terkejut ketika Chihaya membantingnya ke atas tanah dan mengunci pergerakan kedua tangannya.

“Dasar bodoh. Aku tak bisa mempercayaimu,” celetuk gadis itu dengan nada datar.

“Apa yang kau lakukan, Chihaya-nee?!”

Chihaya tak menjawab, ia mengeluarkan sebuah suntikan dari saku coat coklatnya. Setelah memastikan jarumnya terpasang dengan sempurna, gadis itu langsung menusuk leher sang adik tanpa ampun. Membuat Kuroo mengerang kesakitan.

Suntikan itu menarik darah Kuroo sampai penuh, yang kemudian ditutup rapat dan disimpan dengan rapi. Merasa cukup puas, Chihaya melepaskan kunciannya dari sang pemuda berambut jelaga. Netra golden-nya berkilat tajam.

“Aku melakukan ini untuk berjaga-jaga, kau bodoh soalnya,” kaki jenjangnya berjalan menjauh, “Aku yakin kau akan berterima kasih padaku nanti,” ucapnya sebelum menghilang.

.

.

.


“Jadi, begitulah kejadiannya,” kata Kuroo mengakhiri cerita.

Sang gadis berambut coklat kemerahan yang sedang duduk santai di sebelahnya mengangguk paham. Raut bingung masih tampak di wajah manisnya. Sedikit tak percaya ketika mendengar rahasia sang kekasih yang selama ini disimpan rapat-rapat.

[Name] menengadahkan kepala, menatap langit cerah yang terbentang di atas kepala. Semilir angin musim semi menerpa halus wajahnya, membuat kelopak bunga sakura di sekitar mereka menari mengikuti arah angin.

Gadis itu baru saja bangun dari tidur panjangnya kemarin, tanggal enam april.

“Ku pikir vampir akan terbakar jika berdiri di bawah matahari,” celetuk [Name]. Kuroo tertawa.

“Hei, kau dipermainkan oleh karangan manusia,” kata pemuda itu.

Kuroo menoleh ke arah samping. Netra hazel menatap lembut wajah manis gadisnya. Tangan kekarnya bergerak pelan, membawa sang gadis [Lastname] pada dekapan hangat. Kembali merasakan perasaan bahagia yang membuncah, kala mengetahui kalau akhirnya mereka tetap bisa bersama.

“Kau tidak takut kuubah menjadi vampir, kan?” tanya Kuroo. [Name] menggeleng.

“Tidak masalah. Yang penting, aku bisa selalu di sisi Tetsurou.” Mendengar itu, Kuroo tersenyum.

Sebuah kalimat yang terlontar dari bibir sang pemuda berambut jelaga setelahnya mampu membuat [Name] merona. Gadis itu bergerak untuk membalas pelukan. Menenggelamkan wajah pada dada bidang Kuroo. Memberi kesan hangat yang menenangkan.

“Aku mencintaimu, [Name].” Bisik pemuda itu.

●●°_|Fin|_°●●


A/N :

Halo semuaa^^

Terima kasih untuk kak Swanrovstte_11 yang sudah menyelenggarakan collab ini^^

Terima kasih juga untuk kalian yang sudah menyempatkan diri untuk mampir ke sini. Love youu♡♡

With ♡,


Aira K.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro