maplekyuu! - fallin' dusk

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di senja hari pertama musim gugur, Oikawa Tooru baru selesai dengan kesibukan latihan volinya untuk persiapan Turnamen Universitas mendatang. Dia berpamitan kepada teman-temannya, dengan senyum yang biasa ia ulas, Oikawa mulai beranjak meninggalkan gimnasium yang sepi.

Suasana kampus di sore hari sudah tak seramai tadi. Jalanan dan trotoar telah lengang dan sunyi. Oikawa Tooru menyusuri trotoar dengan jalan kaki sendiri dengan gontai. Kalau teman-teman yang telah baik mengenalnya, pasti sudah terheran-heran kala ia tidak pulang bersama sosok sohib sejak jaman orokーIwaizumi Hajime.

Iwaizumi semenjak menginjak semester pertengahan, menjadi manusia super sibuk mengalahi Oikawa lantaran pemuda itu memutuskan untuk bergabung ke lembaga kampus. Banyak urusan sana-sini, sibuknya sudah seperti abdi lembaga legislatif negara. Meskipun begitu, pemuda tersebut tetap berpartisipasi menjadi anggota tim voli kampusーbaik Oikawa maupun Iwaizumi memang tak pernah bisa dilepaskan jauh-jauh dari voli. Iwaizumi sendiri dengan berat hati harus absen dari Turnamen Universitas mendatang, karena masih harus mengurusi beberapa program kerja lembaga.

Angin musim gugur semilir berembus, membuat selembar daun yang teronggok di jalanan trotoar melayang terbang mengikuti arah angin membawanya. Oikawa Tooru memperhatikan terbangnya daun oranye kecokelatan, hingga kepalanya berotasi dan netra hazelnya melongok. Ia menangkap keberadaan sebuah taman tak terawat di dalam setapak jalan kecil yang agak menjorok.

Indekos Oikawa berada di bagian belakang kampus, oleh sebab itu tiap hari dia berjalan melalui gerbang belakang kampus yang jarang terjamah mahasiswa maupun orang-orang kebanyakan. Ia melangkahkan kakinya menyusuri tapakan jalan kecil tersebut, memasuki taman yang luasnya hanya sekian meter saja.

Meskipun tiap hari Oikawa melewati jalanan yang biasa ia lalui, tetapi ia tak pernah menyadari keberadaan taman itu. Terpencil dan terbengkalai, hampir tak pernah tersentuh peradaban.

Oikawa mengamati dengan saksama. Angin yang berembus menyapa kulit menghantarkan hawa yang menyejukkan. Dihampirinya sebuah bangku taman, satu-satunya objek yang berada di sana selain pepohonan dan rerumputan liar dengan penuh nuansa warna oranye kecokelatan khas musim gugur. Bangku tua itu menghadap ke pohon maple besar tak jauh di depannya.

Pemuda berambut cokelat beringsut duduk di bangku itu lantas menghirup napas dalam-dalam. Udara sejuk yang ia hirup membuatnya terlena dan memejamkan mata. Tiada hingar-bingar. Hanya suara gesekan ranting pohon dan suara lembut hembusan angin yang terdengar, namun dapat menenangkan sosok Oikawa. Membuat pemuda itu seolah-olah bisa melepaskan beban yang ada di benak dan merilekskan tubuh pasca latihan sejenak.

"Tempat ini indah bukan?" Sebuah suara asing membuat Oikawa membuka mata dengan terheran.

Sesosok gadis berdiri tak jauh di hadapan, menatapnya dengan senyum lembut.

"Iya, tempat ini sangat cocok buat nenangin diri. Aku baru tahu ada tempat seindah ini," balas Oikawa. Matanya masih menyipit dan memandang penasaran eksistensi gadis itu. "Apa kau baru saja ada di sini? Aku tidak mendengar kau datang."

Sang gadis tersenyum lagi saat mendengar pertanyaan Oikawa. "Aku baru saja datang ketika kau sedang tenggelam dengan duniamu sendiri sembari memejamkan mata beberapa saat lalu," jawab si gadis. Ia lalu lanjut berkata, "Taman ini sudah menjadi tempat favoritku sekian lama, dan baru kali ini aku mendapati orang lain tertarik mengunjungi taman terpencil di sudut belakang kampus ini."

"Oh ya? Maaf?" Oikawa bermaksud beranjak, tetapi ditahan oleh pergerakan tangan si gadis.

"Tidak, tidak! Aku tidak bermaksud mengusirmu. Siapa saja boleh ke sini, ini bukan taman milikku," gadis itu terkekeh kecil. "Bolehkah aku duduk di sampingmu?"

Oikawa menganggung sebagai balasan. Pemuda tersebut mengamati gadis yang ada di sebelahnya kini dalam diam.

"Jadi ... apa itu?" tanya si gadis tiba-tiba. Dahi Oikawa mengernyit dan alisnya menaut tak paham.

"Apanya yang apa?" tanya si pemuda berambut cokelat balik.

"Pikiran yang berkelebat di benakmu hingga membuatmu tenggelam pada diri sendiri seperti tadi?"

"Oh ... itu, hanya masalah biasa yang sempat mengganggu pikiran. Tidak terlalu penting," jawab Oikawa sekenanya.

Biasanya Oikawa Tooru dikenal sebagai pemuda yang ceria dan cerah. Selalu ramah dengan orang-orang, terutama pada seorang gadis. Namun kini ia tidak sedang berminat untuk memasang topeng yang sama seperti yang selalu ia tampilkan di depan orang-orang bahkan temannya. Oikawa sedang terlalu jenuh dan terlalu lelah. Barangkali memang suasana hatinya sedang terbawa suasana semilir dingin angin hari pertama musim gugur, dan hampa layaknya taman yang ia kunjungi sekarang.

Oikawa kira gadis itu hanya akan menanggapi dengan canggung atau bahkan enggan. Nyatanya, gadis di sebelahnya menanggapi dengan intonasi ramah yang sama, juga dengan tatapan sehangat senja.

"Tidak ada masalah yang tidak penting. Makanya dia dinamakan masalah, yang penting untuk diselesaikan, dan penting untuk dijadikan pelajaran."

Netra hazel Oikawa agaknya membelalak. Dia merasa tertohok dengan tanggapan dari gadis itu dan merasa setuju. Ia lantas terkekehーmenertawai dirinya sendiri.

"Kalau begitu apa kau bersedia mendengarkan ceritaku?"

Si gadis mengangguk lembut. "Dengan senang hati!"

Oikawa Tooru menceritakan segala keluh-kesah yang akhir-akhir ini membayanginya. Anehnya, dia sama sekali tidak merasa keberatan ketika bercerita pada gadis yang hanya beberapa menit lalu baru ia temui. Gadis itu bahkan dengan sepenuh hati memperhatikan, bahkan memberi Oikawa satu-dua saran.

Lagi, Oikawa merasa bebannya seolah-olah menguar ke udara. "Terima kasih, entah kenapa aku jadi merasa lebih baik sekarang," akunya.

Si gadis memasang raut wajah lembut, "Aku turut senang mendengarnya."

Suasana hati Oikawa mencair seiring berjalannya sesi curahan hati yang ia lakukan bersama gadis asing di sebelahnya. Penat akan masalah studi maupun voliーbidang yang Oikawa gelutiー seakan hampir tak ia rasakan lagi.

"Aku suka sekali duduk di sini ketika musim gugur datang. Menuangkan segala keresahan dan bercengkerama pada angin. Dengan begitu, aku merasa segala keresahan itu juga ikut terbawa angin yang berembus."

Kini giliran Oikawa memasang telinga baik-baik. Ia mendengarkan balik keluh-kesah sang gadis. Gadis itu tak bercerita banyak, namun Oikawa tak lepas fokus untuk menyimak.

"Yah ... begitulah. Ngomong-ngomong, apa yang paling kausukai dari musim gugur?" tanya si gadis tiba-tiba, mengalihkan topik curahan hati yang sebelumnya.

Alis Oikawa menukik. Lantas, netranya memandang lurus pohon maple yang berada di hadapan tak jauh dari bangku tempatnya mendudukkan diri. Pemuda itu menjawab, "Warna pepohonan. Daun-daun di pepohonan yang berubah mulai dari kuning hingga oranye kecokelatan ... entah mengapa melihatnya bisa membuat tenang."

Kepala si gadis mengangguk paham.

Oikawa balik bertanya, "Kalau kau?"

"Hmm ...," gumam gadis tersebut terpekur sejenak, "terlalu banyak yang kusukai dari musim gugur. Hampir semuanya malah! Tetapi ... kurasa embusan angin di awal musim gugur adalah yang paling kusukai. Sangat menenangkan dan seolah-seolah mendatangkan euforia, "Lihatlah, musim gugur sudah di depan mata!"" jelasnya penuh semangat.

Oikawa lagi-lagi dibuat tertegun. Dengan pembawaan si gadis yang tak ia kenal di sebelahnya, mulai dari cara gadis itu bicara, bahkan juga cara gadis itu menatap. Lubuk hati Oikawa tiba-tiba menghantarkan desiran tak terdefinisikan. Oikawa jadi ingin mengenal lebih banyak tentang gadis di sebelahnya. Siapakah dia? Benaknya belum mendapat jawaban. Ia juga belum menentukan saat yang tepat untuk menanyakan hal tersebut.

"Kau terdengar seperti gadis maniak musim gugur kalau begitu," Oikawa menanggapi, kembali dari kelana pikirannya.

Si gadis menoleh cepat, "Hey, itu julukan yang bagus!" sahutnya, lalu terkekeh kecil.

Oikawa ikut terkekeh mendengarnya. "Terdengar sangat cocok untukmu, 'kan? Iya, sama-sama."

Percakapan mereka beralih ke topik lain. Lain lagi, lain, dan topik lain-lainnya. Mereka bercengkerama selayaknya dua orang kerabat dekat yang telah lama tidak bertemu meski pada nyatanya mereka baru bertemu beberapa saat lalu.

"Ah! Pohon maple juga!" Pemuda bermahkota hazel mendadak berseru.

"Ada apa apa dengan pohon mapple?"

"Hal yang kusukai dari musim gugur! Kau tahu, dulu saat aku kecil ...," Oikawa membenahkan posisi duduk diikuti sang gadis di sebelahnya pula yang mendadak merasa excited dengan kata pendahuluan yang diucapkan Oikawa, "Aku dan teman-temanku yang selalu bermain bersama di taman komplek, ketika musim gugur tiba kami selalu bermain di bawah pohon maple. Bertukar cerita, sesekali juga menulis harapan-harapan yang dimasukkan ke dalam botol dan menguburnya di bawah tanah pohon itu," cerita si pemuda panjang lebar.

Gadis di sebelahnya terperangah, "Wow, itu terdengar mengasyikkan sekali."

Oikawa bangkit dari bangku tempat duduk, dengan bergegas ia menghampiri pohon maple yang tak jauh dari hadapan. Di bawah pohon tua yang masih berdiri kokoh itu, ia mendongak mengamati dedaunan di ranting. Setelah puas, Oikawa beralih memegangi batang pohon tersebut sembari memejamkan mata.

Di kejauhan, si gadis yang memperhatikan tingkah Oikawa tergelak kecilーtak paham dengan yang dilakukan sang pemuda. "Apa yang kaulakukan?"

Mendengar gelakan tawa, Oikawa membuka matanya. Lalu, dengan sedikit mengeraskan suara, Oikawa menyahut, "Bernostalgia! Ah, bahkan hanya dengan menyentuh batang pohon ini aku bisa merasakan memori-memori itu terputar kembali dan terasa nyata!"

Tak terasa, senja telah beranjak malam. Langit jingga mulai berubah temaram dan matahari telah kembali ke peraduan. Kedua insan tersebut memutuskan bangkit dari bangku yang telah mereka tempati sedari tadi. Waktu terasa begitu cepat berlalu bagi mereka berdua, meskipun mereka sebenarnya telah sekian jam berlalu yang mereka habiskan.

"Boleh kutahu namamu?" tanya pemuda bernetra cokelat membuat gadis asing menoleh.

Gadis yang ditanya mengejap sejenak sebelum pada akhirnya bibirnya bergerak melafalkan sebuah nama, "[Surname] [Name]."

Oikawa mengembangkan senyum. Mendengar nama yang terucap dari si gadis mendadak dapat mendesirkan lubuk hatinya.

"Nama yang indah, [Name]-chan. Boleh kupanggil begitu?" Oikawa mengulurkan satu tangan, "Salam kenal, aku Oikawa Tooru."

[Surname] [Name] bergeming tak menjabat kembali tangan Oikawa yang menganggur di udara. Gadis itu mengulum bibir sekejap lantas tersenyum tipis. Terlalu tipis hingga mungkin tak disadari oleh lawan bicara di hadapannya. Wajahnya memasang raut sendu yang tak dapat didefinisikan pula.

Oikawa mengerutkan kening, tetapi ia tak terlalu mengambil pusing. Pemuda tersebut lalu berpamitan kepada si dengan salam yang hangat, "Baiklah sampai jumpa lagi, [Name]-chan! Apa kau mau pulang bersama?"

[Name] menggeleng pelan. "Terima kasih, tapi tidak perlu, Oikawa-san. Arah pulang kita sepertinya tidak searah," tolaknya.

"Kalau begitu duluan, ya! Hati-hati di jalan!"

"Sampai jumpa, Oikawa-san! Kau juga hati-hati!"

Pemuda berambut cokelat melenggang melalui si gadis yang masih bergeming. Sisi bahunya sedikit bergesekan dengan permukaan bahu gadis tersebut. Namun, anehnya, yang pemuda itu rasakan hanya seperti menembus angin yang berembus.

Di tengah perjalanan pulangnya, Oikawa Tooru agaknya masih tak paham mengenai perasaan campur-aduk yang sedang berkemelut di hatinya.

Di senja hari pertama musim gugur, Oikawa bertemu dengan sesosok gadis asing di sebuah taman terpencil. Pertemuan pertama yang berkesan. Di senja hari pertama musim gugur, Oikawa menemukan penenangan yang turut meringankan beban-beban pikiran.

Benaknya bertanya-tanya apakah normal terpikat dengan seseorang meski baru pertama kali bertemu? Dan lagi, itu juga kali pertama Oikawa jatuh hati pada sesosok yang ia sadari hanyalah sebuah bayang-bayang angan. Antara ada dan tiada. Antara nyata dan maya.

Oikawa menghela napas, "Meskipun begitu, aku tetap berharap dapat bertemu denganmu di lain kesempatan, [Surname] [Name]." []

E.N.D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro